Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia dr Eva Devita, SpA(K) berpendapat pencegahan kekerasan seksual pada anak harus diawali dengan edukasi yakni bagaimana dia menjaga bagian tubuhnya.
"Atau orangtua diedukasi untuk memberikan pendidikan seksual anak, yakni agar anak mengenal anggota privasi tubuhnya," kata dia yang menjabat sebagai Ketua Satgas Perlindungan Anak IDAI itu kepada awak media secara daring, Kamis.
Orangtua, sambung dia, perlu juga mengedukasi anak tentang bagian tubuh mana yang tidak boleh dilihat orang lain, mana yang boleh dipegang orang lain dan apa yang harus dilakukan ketika ada orang yang ingin melihat atau memegang area privasi tersebut.
Baca juga: Pelaku pelecehan anak di Palangka Raya terancam 15 tahun penjara
Anak harus diajarkan bahwa tidak boleh ada sembarang orang yang mencium bibirnya, memegang dadanya, kemaluannya, bokongnya. Menurut Eva, hanya ibunya kemudian dokternya yang boleh melihat.
Kemudian, apabila ada orang yang ingin memegang, memotret, menyuruh anak melepaskan pakaian, maka anak harus diedukasi untuk lari berteriak dan melapor pada orang dewasa terdekat.
"Jadi orang dewasa di sekitar anak harus memiliki kepekaan terhadap kekerasan seksual yang mungkin terjadi di lingkungan sekitarnya sehingga bisa memberikan perlindungan yang dibutuhkan anak," kata dia.
Lebih lanjut, Eva juga memberikan kiat melindungi anak di dunia maya, antara lain dengan mengevaluasi aturan pemakaian internet yang aman dan menyiapkan perangkat keamanan untuk komputer, laptop, smartphone dan lainnya.
Baca juga: 10 anak korban pelecehan jalani sekolah secara online
Orangtua juga bisa membuat pengaturan pengawasan pada semua alat yang terhubung dengan internet misalnya age-appropriate filters dan monitoring tools, sehingga mereka bisa mengawasi kegiatan anak saat berselancar di dunia maya.
Selain itu, bangun kepercayaan dan komunikasi dengan anak, misalnya dengan menyediakan waktu online bersama anak, atau secara teratur berdialog tentang apa yang dilakukan online.
Hal lain yang bisa orangtua lakukan yakni mengajarkan anak menghindari membagi informasi pribadi. Ajari anak berpikir sebelum mengunggah, menggunakan setting privacy pada semua media sosial dan platform permainan dan hindari berkomunikasi dengan orang yang tak dikenal.
"Buat kesepakatan aturan penggunaan internet, misalnya boleh dari jam sekian sampai jam sekian. Ajarkan juga anak bertangung jawab terhadap apa yang diaksesnya dan mereka harus tahu konsekuensi, bahayanya kalau misalnya membuka informasi pribadi," demikian kiat Eva.
Baca juga: Anak 12 tahun korban pelecehan seksual hingga terinfeksi HIV
Baca juga: Polisi tangkap pria lakukan pelecehan seksual terhadap keponakannya
Baca juga: Seorang karyawan lakukan pelecehan seksual pada 12 anak laki-laki
"Atau orangtua diedukasi untuk memberikan pendidikan seksual anak, yakni agar anak mengenal anggota privasi tubuhnya," kata dia yang menjabat sebagai Ketua Satgas Perlindungan Anak IDAI itu kepada awak media secara daring, Kamis.
Orangtua, sambung dia, perlu juga mengedukasi anak tentang bagian tubuh mana yang tidak boleh dilihat orang lain, mana yang boleh dipegang orang lain dan apa yang harus dilakukan ketika ada orang yang ingin melihat atau memegang area privasi tersebut.
Baca juga: Pelaku pelecehan anak di Palangka Raya terancam 15 tahun penjara
Anak harus diajarkan bahwa tidak boleh ada sembarang orang yang mencium bibirnya, memegang dadanya, kemaluannya, bokongnya. Menurut Eva, hanya ibunya kemudian dokternya yang boleh melihat.
Kemudian, apabila ada orang yang ingin memegang, memotret, menyuruh anak melepaskan pakaian, maka anak harus diedukasi untuk lari berteriak dan melapor pada orang dewasa terdekat.
"Jadi orang dewasa di sekitar anak harus memiliki kepekaan terhadap kekerasan seksual yang mungkin terjadi di lingkungan sekitarnya sehingga bisa memberikan perlindungan yang dibutuhkan anak," kata dia.
Lebih lanjut, Eva juga memberikan kiat melindungi anak di dunia maya, antara lain dengan mengevaluasi aturan pemakaian internet yang aman dan menyiapkan perangkat keamanan untuk komputer, laptop, smartphone dan lainnya.
Baca juga: 10 anak korban pelecehan jalani sekolah secara online
Orangtua juga bisa membuat pengaturan pengawasan pada semua alat yang terhubung dengan internet misalnya age-appropriate filters dan monitoring tools, sehingga mereka bisa mengawasi kegiatan anak saat berselancar di dunia maya.
Selain itu, bangun kepercayaan dan komunikasi dengan anak, misalnya dengan menyediakan waktu online bersama anak, atau secara teratur berdialog tentang apa yang dilakukan online.
Hal lain yang bisa orangtua lakukan yakni mengajarkan anak menghindari membagi informasi pribadi. Ajari anak berpikir sebelum mengunggah, menggunakan setting privacy pada semua media sosial dan platform permainan dan hindari berkomunikasi dengan orang yang tak dikenal.
"Buat kesepakatan aturan penggunaan internet, misalnya boleh dari jam sekian sampai jam sekian. Ajarkan juga anak bertangung jawab terhadap apa yang diaksesnya dan mereka harus tahu konsekuensi, bahayanya kalau misalnya membuka informasi pribadi," demikian kiat Eva.
Baca juga: Anak 12 tahun korban pelecehan seksual hingga terinfeksi HIV
Baca juga: Polisi tangkap pria lakukan pelecehan seksual terhadap keponakannya
Baca juga: Seorang karyawan lakukan pelecehan seksual pada 12 anak laki-laki