Palangka Raya (ANTARA) - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum melalui Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (Oharda) Agnes Triyanti, menyetujui permohonan penghentian penuntutan satu perkara pidana penggelapan dari Kejaksaan Negeri Barito Selatan, Kalimantan Tengah, berdasarkan keadilan restoratif atau restoratif justice (RJ).

"Tersangka berinisial G, disangkakan melanggar Pasal 374 KUHPidana jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana Subsider Pasal 372 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana," kata Kajati Kalimantan Tengah Pathor Rahman melalui Kepala Seksie Penerangan dan hukum, Dodik Mahendra di Palangka Raya, Kamis.

Dodik menjelaskan, peristiwa tersebut terjadi bermula pada Minggu (4/12/2022) sekira pukul 17.30 WIB. Tersangka G selaku penjaga cafe dan pengelola pemasukan keuangan biaya sewa outlet di Cafe Tepian Danau Malawen menanyakan pembayaran sewa outlet cafe tersebut kepada saksi F melalui chat whatsapp.

Satu jam kemudian, saksi F mentransfer uang pembayaran sewa outlet cafe sebesar Rp1,5 juta ke rekening tersangka. Bukannya dibayarkan, justru dana itu digunakan tersangka untuk kepentingan pribadi.

"Selanjutnya pada Selasa (6/12/2022) sekira pukul 12.00 WIB, tersangka menemui saksi L untuk menagih uang sewa outlet cafe sebanyak Rp2,5 juta. Saksi L pun memberikannya," ucapnya.

Dengan sepengetahuan saksi korban M, tersangka menggunakan uang sebesar Rp1 juta untuk membayar gaji pegawai atas nama J dan uang sebesar Rp500 ribu untuk membayar uang listrik. Sedangkan sisanya Rp1 juta digunakan untuk kepentingan pribadi tersangka tanpa sepengetahuan saksi korban M.

Baca juga: Kejati tahan tersangka korupsi pengelolaan aset PDAM

Pada hari yang sama, sekira pukul 21.00 WIB, saksi  korban M mengecek buku kas. Hasilnya terdapat ketidaksingkronan pemakaian dana yang dilakukan tersangka. Ternyata tersangka tidak bisa mempertanggungjawabkan uang hasil pembayaran sewa Outlet Cafe Tepian Danau Malawen dari saksi F dan saksi L .

"Akibat perbuatan tersangka, saksi korban M mengalami kerugian sebesar Rp2,5 juta," ucap pria yang pernah menjabat sebagai Kacabjari Tanjung Emas Semarang ini.

Lebih lanjut, dia membeberkan, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif diberikan dengan pertimbangan antara lain tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.

Tindak pidana yang dilakukan tersangka diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari lima tahun dan barang bukti atau nilai kerugian perkara tidak lebih dari Rp2,5 juta.

"Perkara itu juga telah memenuhi kerangka pikir keadilan restoratif antara lain dengan memperhatikan atau mempertimbangkan keadaan yakni kepentingan korban dan kepentingan hukum lain yang dilindungi, di mana saksi korban telah memaafkan dan melakukan perdamaian dengan tersangka serta tersangka telah memulihkan kerugian saksi korban atas perbuatannya," demikian Dodik Mahendra.

Baca juga: Kejati selidiki dugaan korupsi biaya pendidikan siswa kurang mampu

Baca juga: Kajati Kalteng resmikan rumah Keadilan Restoratif di Gumas

Baca juga: Wakajati dan empat Kajari di Kalteng berganti

Pewarta : Fernando Rajagukguk
Uploader : Admin 3
Copyright © ANTARA 2024