Sampit (ANTARA) - Bupati Kotawaringin Timur, Halikinnor berharap pembangunan pabrik pengolahan limbah medis pertama di Kalimantan Tengah yang dibangun di Sampit berjalan sesuai rencana sehingga rampung pada akhir tahun ini.
"Harapan kita, akhir 2023 pabrik limbah medis ini sudah operasional sehingga bisa mengatasi permasalahan limbah medis di provinsi ini, serta membawa pemasukan bagi pendapatan asli daerah bagi Kabupaten Kotawaringin Timur," kata Halikinnor di Sampit, Senin.
Harapan itu disampaikannya saat penandatanganan perjanjian kerja sama fasilitasi pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) medis di Kotawaringin Timur antara BUMD PT Hapakat Betang Mandiri dengan PT Bumiresik Nusantara Raya.
Limbah medis B3 seperti masker bekas, sarung tangan bekas, perban bekas, plastik bekas minuman dan makanan, cotton bud swab, alat suntik bekas, set infus bekas, alat pelindung diri bekas, sisa makanan pasien dan lain-lain, yang dihasilkan dari kegiatan medis, harus dikelola dengan benar agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat.
Penandatanganan kerja sama Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur dengan PT Bumiresik untuk pengelolaan limbah medis dan nonmedis di Kabupaten Kotawaringin Timur yang bertujuan untuk mengurangi beban keuangan pembiayaan limbah medis di rumah sakit.
Selain itu ini juga menjadi upaya menambah pendapatan daerah dari limbah medis dan B3 yang ada di Kotawaringin Timur maupun dari daerah lain di Provinsi Kalimantan Tengah.
Halikinnor menyebutkan, selama ini Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur mengeluarkan biaya sekitar Rp2 miliar untuk penanganan limbah medis di rumah sakit dan puskesmas yang ada di daerah ini. Kehadiran pabrik tersebut nantinya dapat menekan anggaran pengolahan limbah medis, sekaligus dapat menambah pendapatan daerah.
Baca juga: KNPI Kotim ditantang tangkap peluang wujudkan kemandirian
Pembangunan pabrik pengolahan limbah medis dan B3 nantinya diharapkan dapat menjangkau seluruh limbah medis di Provinsi Kalteng mengingat potensi bahan baku pabrik didapatkan dari limbah rumah sakit dan lainnya.
Untuk itu segala hal yang berkaitan dengan pembangunan pabrik baik itu anggaran, perizinan dan yang lainnya dapat dikelola dengan baik antara PT Hapakat Betang Mandiri dan organisasi perangkat daerah terkait, sehingga percepatan pembangunan pabrik dapat dilakukan sesuai dengan rencana waktu yang tertuang dalam perjanjian yang ditanda tangani.
Pabrik ini nantinya diharapkan bukan hanya mengolah limbah medis dan B3, tetapi juga mengolah limbah nonmedis. Ini diharapkan menjadi solusi kondisi menumpuknya sampah di tempat pembuangan akhir yang lokasinya juga sama dengan lokasi pabrik tersebut.
"Semoga PT Hapakat Betang Mandiri dan PT Bumiresik dapat mewujudkan pengolahan limbah non medis di Kabupaten Kotawaringin Timur yang kita cintai ini, sehingga masalah limbah di daerah dapat tertangani dengan baik, sekaligus berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan asli daerah," demikian Halikinnor.
Sementara itu Direktur PT Bumi Resik Nusantara Raya Djaka Winarso mengatakan, selama ini pengolahan limbah medis di Kalimantan Tengah, termasuk di Kotawaringin Timur harus dikirim ke luar Kalimantan Tengah sehingga jauh dan biayanya mahal.
"Potensinya limbah medis rumah sakit dan puskesmas milik pemerintah daerah saja minimal 6 sampai 12 ton dalam satu hari, belum termasuk yang swasta dan potensi lainnya. Makanya tahap awal kita bangun dengan kapasitas tiga sampai enam ton. Tahap kedua 12 ton per hari. Sambil kita melihat perkembangan," demikian Djaka Winarso.
Baca juga: Pendapatan daerah Kotim 2024 diasumsikan Rp1,7 triliun
Baca juga: Wabup Kotim ingatkan pentingnya MPLS bagi peserta didik baru
Baca juga: Dukung Guru Penggerak, Bupati dan Wabup Kotim kompak hadiri lokakarya 7
"Harapan kita, akhir 2023 pabrik limbah medis ini sudah operasional sehingga bisa mengatasi permasalahan limbah medis di provinsi ini, serta membawa pemasukan bagi pendapatan asli daerah bagi Kabupaten Kotawaringin Timur," kata Halikinnor di Sampit, Senin.
Harapan itu disampaikannya saat penandatanganan perjanjian kerja sama fasilitasi pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) medis di Kotawaringin Timur antara BUMD PT Hapakat Betang Mandiri dengan PT Bumiresik Nusantara Raya.
Limbah medis B3 seperti masker bekas, sarung tangan bekas, perban bekas, plastik bekas minuman dan makanan, cotton bud swab, alat suntik bekas, set infus bekas, alat pelindung diri bekas, sisa makanan pasien dan lain-lain, yang dihasilkan dari kegiatan medis, harus dikelola dengan benar agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat.
Penandatanganan kerja sama Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur dengan PT Bumiresik untuk pengelolaan limbah medis dan nonmedis di Kabupaten Kotawaringin Timur yang bertujuan untuk mengurangi beban keuangan pembiayaan limbah medis di rumah sakit.
Selain itu ini juga menjadi upaya menambah pendapatan daerah dari limbah medis dan B3 yang ada di Kotawaringin Timur maupun dari daerah lain di Provinsi Kalimantan Tengah.
Halikinnor menyebutkan, selama ini Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur mengeluarkan biaya sekitar Rp2 miliar untuk penanganan limbah medis di rumah sakit dan puskesmas yang ada di daerah ini. Kehadiran pabrik tersebut nantinya dapat menekan anggaran pengolahan limbah medis, sekaligus dapat menambah pendapatan daerah.
Baca juga: KNPI Kotim ditantang tangkap peluang wujudkan kemandirian
Pembangunan pabrik pengolahan limbah medis dan B3 nantinya diharapkan dapat menjangkau seluruh limbah medis di Provinsi Kalteng mengingat potensi bahan baku pabrik didapatkan dari limbah rumah sakit dan lainnya.
Untuk itu segala hal yang berkaitan dengan pembangunan pabrik baik itu anggaran, perizinan dan yang lainnya dapat dikelola dengan baik antara PT Hapakat Betang Mandiri dan organisasi perangkat daerah terkait, sehingga percepatan pembangunan pabrik dapat dilakukan sesuai dengan rencana waktu yang tertuang dalam perjanjian yang ditanda tangani.
Pabrik ini nantinya diharapkan bukan hanya mengolah limbah medis dan B3, tetapi juga mengolah limbah nonmedis. Ini diharapkan menjadi solusi kondisi menumpuknya sampah di tempat pembuangan akhir yang lokasinya juga sama dengan lokasi pabrik tersebut.
"Semoga PT Hapakat Betang Mandiri dan PT Bumiresik dapat mewujudkan pengolahan limbah non medis di Kabupaten Kotawaringin Timur yang kita cintai ini, sehingga masalah limbah di daerah dapat tertangani dengan baik, sekaligus berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan asli daerah," demikian Halikinnor.
Sementara itu Direktur PT Bumi Resik Nusantara Raya Djaka Winarso mengatakan, selama ini pengolahan limbah medis di Kalimantan Tengah, termasuk di Kotawaringin Timur harus dikirim ke luar Kalimantan Tengah sehingga jauh dan biayanya mahal.
"Potensinya limbah medis rumah sakit dan puskesmas milik pemerintah daerah saja minimal 6 sampai 12 ton dalam satu hari, belum termasuk yang swasta dan potensi lainnya. Makanya tahap awal kita bangun dengan kapasitas tiga sampai enam ton. Tahap kedua 12 ton per hari. Sambil kita melihat perkembangan," demikian Djaka Winarso.
Baca juga: Pendapatan daerah Kotim 2024 diasumsikan Rp1,7 triliun
Baca juga: Wabup Kotim ingatkan pentingnya MPLS bagi peserta didik baru
Baca juga: Dukung Guru Penggerak, Bupati dan Wabup Kotim kompak hadiri lokakarya 7