Palangka Raya (ANTARA) - Anggota DPD RI Agustin Teras Narang menyatakan bahwa mahasiswa bukan hanya sekedar agen perubahan, namun juga harus menjadi pelaku perubahan itu sendiri, terkhusus dalam hal mendorong pengakuan, penghormatan, perlindungan dan pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat (MHA).
Pernyataan itu disampaikan Teras Narang saat menjadi pembicara di Webinar Nasional yang diselenggarakan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Palangka Raya 'Sanctus Dionisius' melalui virtual, Selasa malam.
"Walau konstitusi Indonesia dalam Pasal 18B ayat 2 UUD 1945 mengakui keberadaan masyarakat hukum adat, faktanya sudah sekitar 17 tahun diperjuangkan, tetapi Rancangan Undang-undang MHA (RUU MHA) belum juga disahkan," ucapnya.
Bahkan, lanjut Senator asal Kalimantan Tengah itu, DPD RI sampai membuat draf RUU Perlindungan MHA demi mendorong kepentingan MHA ini. Namun sayangnya, sampai saat ini belum ada pembahasan tripartit (DPR RI, DPD RI dan Pemerintah Pusat), untuk mendorong pengesahan RUU yang ada tersebut.
"Itulah kenapa saya mendorong sekaligus mengajak para mahasiswa, terkhusus anggota PMKRI di seluruh Indonesia, dapat menjadi pelaku terhadap pengakuan dan pemberdayaan MHA. Terkhusus lagi, mendorong segera dibahas dan disahkannya RUU MHA menjadi UU," kata Teras Narang.
Dia mengaku pada saat dirinya menjabat Gubernur Kalteng periode 2005 hingga 2015, didukung oleh DPRD Kalteng dan sejumlah elemen masyarakat, telah berhasil menerbitkan Peraturan Daerah (perda) Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak. Perda itu kemudian disesuaikan lewat terbitnya Perda Nomor 1 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Perda Nomor 16 Tahun 2008 Tentang Kelembagaan Adat Dayak.
Perda ini lalu disusul dengan terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 13 Tahun 2009 tentang Tanah Adat Dan Hak-Hak Adat Di Atas Tanah Kalteng. Apalagi, dalam sejarah kebijakan pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemberdayaan MHA, seluruh elemen masyarakat Kalteng boleh berbangga karena menjadi pionir.
"Dengan segala keterbatasan dalam kebijakan tersebut, Ini adalah salah satu capaian besar yang bisa jadi rujukan bagi pemerintah nasional," ungkap Teras Narang.
Menurut dirinya, keberpihakan dan kepedulian pada MHA mesti ditunjukkan dengan kebijakan yang sejalan dengan kepentingan kita dalam melestarikan kebudayaan dan hutan yang umumnya menjadi ekosistem masyarakat adat. Ini adalah itikad kita dalam menjaga Pancasila yang berakar pada kearifan lokal masyarakat adat kita. Ini juga itikad menjaga semangat pembangunan berkelanjutan yang sejatinya kita perlu pelajari justru dari MHA.
Baca juga: Proyek food estate di Kalteng harus tetap berlanjut, kata Teras Narang
Untuk itu, Anggota DPD RI ini pun mendorong semua pihak, termasuk pemerintah daerah, dan elemen masyarakat seperti PMKRI, untuk menjadi pelaku perubahan dan mengawal pengesahan RUU MHA ini.
"Dengan begitu, RUU MHA kembali masuk prolegnas prioritas dan dapat disahkan untuk menjaga keseimbangan kepentingan pembangunan ekonomi dan pelestarian ekologi," demikian Teras Narang.
Sebelumnya, Ketua PMKRI Palangka Raya Rahel Dewi menyatakan bahwa webinar yang diselenggarakan pihaknya, merupakan salah satu upaya mendorong generasi muda lebih memahami MHA. Sebab, sampai sekarang ini landasan hukum untuk mengakui keberadaan MHA di Indonesia tidak kunjung ada.
"Informasinya hampir 15 persen penyumbang kemiskinan datang atau berada di masyarakat adat. Kondisi ini yang mendorong kami bahwa perlu menjadi refleksi bagi semua elemen memberikan perhatian terhadap masyarakat adat," demikian Rahel.
Baca juga: Pokok Haluan Negara lebih penting diprioritaskan dalam Amandemen UUD 45
Baca juga: Esensi kemerdekaan bukan bertindak sebebas-bebasnya, kata Teras Narang
Baca juga: Senator Kalteng beri catatan terkait pidato kenegaraan Jokowi
Pernyataan itu disampaikan Teras Narang saat menjadi pembicara di Webinar Nasional yang diselenggarakan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Palangka Raya 'Sanctus Dionisius' melalui virtual, Selasa malam.
"Walau konstitusi Indonesia dalam Pasal 18B ayat 2 UUD 1945 mengakui keberadaan masyarakat hukum adat, faktanya sudah sekitar 17 tahun diperjuangkan, tetapi Rancangan Undang-undang MHA (RUU MHA) belum juga disahkan," ucapnya.
Bahkan, lanjut Senator asal Kalimantan Tengah itu, DPD RI sampai membuat draf RUU Perlindungan MHA demi mendorong kepentingan MHA ini. Namun sayangnya, sampai saat ini belum ada pembahasan tripartit (DPR RI, DPD RI dan Pemerintah Pusat), untuk mendorong pengesahan RUU yang ada tersebut.
"Itulah kenapa saya mendorong sekaligus mengajak para mahasiswa, terkhusus anggota PMKRI di seluruh Indonesia, dapat menjadi pelaku terhadap pengakuan dan pemberdayaan MHA. Terkhusus lagi, mendorong segera dibahas dan disahkannya RUU MHA menjadi UU," kata Teras Narang.
Dia mengaku pada saat dirinya menjabat Gubernur Kalteng periode 2005 hingga 2015, didukung oleh DPRD Kalteng dan sejumlah elemen masyarakat, telah berhasil menerbitkan Peraturan Daerah (perda) Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak. Perda itu kemudian disesuaikan lewat terbitnya Perda Nomor 1 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Perda Nomor 16 Tahun 2008 Tentang Kelembagaan Adat Dayak.
Perda ini lalu disusul dengan terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 13 Tahun 2009 tentang Tanah Adat Dan Hak-Hak Adat Di Atas Tanah Kalteng. Apalagi, dalam sejarah kebijakan pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemberdayaan MHA, seluruh elemen masyarakat Kalteng boleh berbangga karena menjadi pionir.
"Dengan segala keterbatasan dalam kebijakan tersebut, Ini adalah salah satu capaian besar yang bisa jadi rujukan bagi pemerintah nasional," ungkap Teras Narang.
Menurut dirinya, keberpihakan dan kepedulian pada MHA mesti ditunjukkan dengan kebijakan yang sejalan dengan kepentingan kita dalam melestarikan kebudayaan dan hutan yang umumnya menjadi ekosistem masyarakat adat. Ini adalah itikad kita dalam menjaga Pancasila yang berakar pada kearifan lokal masyarakat adat kita. Ini juga itikad menjaga semangat pembangunan berkelanjutan yang sejatinya kita perlu pelajari justru dari MHA.
Baca juga: Proyek food estate di Kalteng harus tetap berlanjut, kata Teras Narang
Untuk itu, Anggota DPD RI ini pun mendorong semua pihak, termasuk pemerintah daerah, dan elemen masyarakat seperti PMKRI, untuk menjadi pelaku perubahan dan mengawal pengesahan RUU MHA ini.
"Dengan begitu, RUU MHA kembali masuk prolegnas prioritas dan dapat disahkan untuk menjaga keseimbangan kepentingan pembangunan ekonomi dan pelestarian ekologi," demikian Teras Narang.
Sebelumnya, Ketua PMKRI Palangka Raya Rahel Dewi menyatakan bahwa webinar yang diselenggarakan pihaknya, merupakan salah satu upaya mendorong generasi muda lebih memahami MHA. Sebab, sampai sekarang ini landasan hukum untuk mengakui keberadaan MHA di Indonesia tidak kunjung ada.
"Informasinya hampir 15 persen penyumbang kemiskinan datang atau berada di masyarakat adat. Kondisi ini yang mendorong kami bahwa perlu menjadi refleksi bagi semua elemen memberikan perhatian terhadap masyarakat adat," demikian Rahel.
Baca juga: Pokok Haluan Negara lebih penting diprioritaskan dalam Amandemen UUD 45
Baca juga: Esensi kemerdekaan bukan bertindak sebebas-bebasnya, kata Teras Narang
Baca juga: Senator Kalteng beri catatan terkait pidato kenegaraan Jokowi