Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira menilai Pemerintah Indonesia perlu menyampaikan nota protes kepada Pemerintah Malaysia terkait dugaan penjiplakan lagu Halo-Halo Bandung.
Menurut Andreas, penjiplakan lagu tersebut tidak hanya sekadar pelanggaran hak cipta, melainkan juga mencederai rasa persaudaraan antarnegara.
“Dirjen (Direktorat Jenderal) Kebudayaan bisa berkoordinasi dengan Kemenlu (Kementerian Luar Negeri) untuk membuat nota protes kepada Pemerintah Malaysia,” kata Andreas dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Dia menilai Indonesia pantas protes karena Halo-Halo Bandung merupakan salah satu lagu yang menjadi identitas negara, mengingat liriknya tentang sejarah perjuangan kebangsaan bangsa ini.
“Karena itu menyangkut lagu perjuangan yang berkaitan dengan sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Penjiplakan lagu Halo-Halo Bandung oleh Malaysia telah menodai harga diri negara kita,” katanya.
Andreas mengatakan bahwa karya seni termasuk aset berharga, dan lagu Halo-Halo Bandung adalah karya seni legendaris Indonesia yang telah menjadi bagian integral dari budaya dan sejarah musik Tanah Air.
“Lagu ini menggambarkan keindahan dan kenangan tentang Kota Bandung serta perjuangan pahlawan dengan cara yang unik dan indah,” ucapnya.
Karya seni yang diplagiat atau disalahgunakan, kata Andreas, mencederai penghargaan terhadap budaya dan kekayaan suatu negara, sehingga dia menilai diperlukan tindakan tegas untuk melindungi karya-karya asli dan hak cipta Indonesia.
“Lagu, musik, dan seni budaya adalah ungkapan kreativitas yang merefleksikan identitas dan warisan suatu negara. Jadi, penting sekali untuk kita menjaga hak cipta hasil seni budaya bangsa,” imbuh dia.
Sebagai anggota dari komisi yang membidangi urusan pendidikan, seni, dan budaya, Andreas menilai pemerintah harus lebih proaktif dalam menjaga warisan budaya.
Dia berharap ada diskusi lebih lanjut terkait masalah penjiplakan seni budaya Indonesia dengan pihak Malaysia untuk mengklarifikasi dan meluruskan mengenai dugaan pelanggaran ini.
“Ini demi memastikan keadilan untuk kedua negara. Dan jika pelanggaran terbukti benar, Malaysia harus bersedia mengakui dan memulihkan seni budaya yang diklaimnya kepada Indonesia,” ujarnya.
Andreas menyebut plagiat yang dilakukan Malaysia tidak hanya merugikan pencipta karya asli, tetapi juga merampas kekayaan budaya Indonesia.
Ia pun mendorong masyarakat untuk melaporkan apabila menemukan pelanggaran-pelanggaran serupa demi harga diri bangsa.
“Kita sebagai bangsa harus bersatu untuk menjaga warisan budaya dan karya-karya seni kita. Ini adalah tanggung jawab kita untuk melindungi apa yang kita miliki dan memastikan bahwa dunia tahu betapa beragam dan kayanya budaya Indonesia,” pesan Andreas.
Lagu Halo-Halo Bandung ciptaan Ismail Marzuki diduga diplagiat menjadi lagu berjudul Helo Kuala Lumpur. Lagu yang muncul di salah satu kanal YouTube Malaysia tersebut dibuat dengan instrumen dan lirik yang mirip dengan lagu Halo-Halo Bandung.
Dugaan penjiplakan tersebut lantas membuat geram masyarakat Indonesia, termasuk di jagat maya setelah video lagu Helo Kuala Lumpur menjadi viral.
Lebih lanjut, Andreas mengatakan Indonesia harus tegas dalam menghadapi Malaysia karena bukan kali pertama negeri jiran tersebut mengeklaim kebudayaan Indonesia.
Dia pun memerinci, Malaysia pernah menggunakan lagu Rasa Sayange asal Maluku ciptaan putra daerah, Paulus Pea, untuk promosi pariwisata bertajuk Malaysia Truly Asia pada 2017.
Malaysia kembali menggunakan lagu Rasa Sayange dalam pembukaan SEA Games 2017 saat negara tersebut menjadi tuan rumah gelaran olahraga se-Asia Tenggara itu.
Malaysia, kata Andreas, juga mengklaim setidaknya 12 warisan budaya Indonesia sebagai bagian budaya negaranya. Ke-12 warisan budaya tersebut, yakni pencak silat, wayang kulit, tari piring, tari Tor-Tor, angklung, batik, Lunpia/Lumpia Semarang, alat musik Gordang Sambilan, beras Adan, hingga kuda lumping.
Kendati Malaysia memiliki kemiripan dalam hal budaya dengan Indonesia, Andreas menilai kepemilikan budaya asli tidak boleh asal diakui.
“Ini adalah tindakan yang tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga menciptakan ketegangan antara dua negara tetangga, termasuk masyarakat kedua bangsa. Padahal sebagai saudara satu rumpun, Indonesia dan Malaysia seharusnya bekerja sama dalam menjaga perdamaian dan harmoni di kawasan,” kata dia.
Andreas mendorong pemerintah untuk lebih tegas dalam melindungi karya seni dan budaya Indonesia agar tidak ada lagi negara lain yang mengklaim kebudayaan nasional.
“Negara tidak boleh tinggal diam saat harga diri bangsa diinjak-injak dengan pengakuan sepihak budaya milik kita oleh negara lain. Harus ada ketegasan dari pemerintah agar hal seperti ini tidak terjadi berulang-ulang oleh negara yang sama,” kata dia.
Menurut Andreas, penjiplakan lagu tersebut tidak hanya sekadar pelanggaran hak cipta, melainkan juga mencederai rasa persaudaraan antarnegara.
“Dirjen (Direktorat Jenderal) Kebudayaan bisa berkoordinasi dengan Kemenlu (Kementerian Luar Negeri) untuk membuat nota protes kepada Pemerintah Malaysia,” kata Andreas dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Dia menilai Indonesia pantas protes karena Halo-Halo Bandung merupakan salah satu lagu yang menjadi identitas negara, mengingat liriknya tentang sejarah perjuangan kebangsaan bangsa ini.
“Karena itu menyangkut lagu perjuangan yang berkaitan dengan sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Penjiplakan lagu Halo-Halo Bandung oleh Malaysia telah menodai harga diri negara kita,” katanya.
Andreas mengatakan bahwa karya seni termasuk aset berharga, dan lagu Halo-Halo Bandung adalah karya seni legendaris Indonesia yang telah menjadi bagian integral dari budaya dan sejarah musik Tanah Air.
“Lagu ini menggambarkan keindahan dan kenangan tentang Kota Bandung serta perjuangan pahlawan dengan cara yang unik dan indah,” ucapnya.
Karya seni yang diplagiat atau disalahgunakan, kata Andreas, mencederai penghargaan terhadap budaya dan kekayaan suatu negara, sehingga dia menilai diperlukan tindakan tegas untuk melindungi karya-karya asli dan hak cipta Indonesia.
“Lagu, musik, dan seni budaya adalah ungkapan kreativitas yang merefleksikan identitas dan warisan suatu negara. Jadi, penting sekali untuk kita menjaga hak cipta hasil seni budaya bangsa,” imbuh dia.
Sebagai anggota dari komisi yang membidangi urusan pendidikan, seni, dan budaya, Andreas menilai pemerintah harus lebih proaktif dalam menjaga warisan budaya.
Dia berharap ada diskusi lebih lanjut terkait masalah penjiplakan seni budaya Indonesia dengan pihak Malaysia untuk mengklarifikasi dan meluruskan mengenai dugaan pelanggaran ini.
“Ini demi memastikan keadilan untuk kedua negara. Dan jika pelanggaran terbukti benar, Malaysia harus bersedia mengakui dan memulihkan seni budaya yang diklaimnya kepada Indonesia,” ujarnya.
Andreas menyebut plagiat yang dilakukan Malaysia tidak hanya merugikan pencipta karya asli, tetapi juga merampas kekayaan budaya Indonesia.
Ia pun mendorong masyarakat untuk melaporkan apabila menemukan pelanggaran-pelanggaran serupa demi harga diri bangsa.
“Kita sebagai bangsa harus bersatu untuk menjaga warisan budaya dan karya-karya seni kita. Ini adalah tanggung jawab kita untuk melindungi apa yang kita miliki dan memastikan bahwa dunia tahu betapa beragam dan kayanya budaya Indonesia,” pesan Andreas.
Lagu Halo-Halo Bandung ciptaan Ismail Marzuki diduga diplagiat menjadi lagu berjudul Helo Kuala Lumpur. Lagu yang muncul di salah satu kanal YouTube Malaysia tersebut dibuat dengan instrumen dan lirik yang mirip dengan lagu Halo-Halo Bandung.
Dugaan penjiplakan tersebut lantas membuat geram masyarakat Indonesia, termasuk di jagat maya setelah video lagu Helo Kuala Lumpur menjadi viral.
Lebih lanjut, Andreas mengatakan Indonesia harus tegas dalam menghadapi Malaysia karena bukan kali pertama negeri jiran tersebut mengeklaim kebudayaan Indonesia.
Dia pun memerinci, Malaysia pernah menggunakan lagu Rasa Sayange asal Maluku ciptaan putra daerah, Paulus Pea, untuk promosi pariwisata bertajuk Malaysia Truly Asia pada 2017.
Malaysia kembali menggunakan lagu Rasa Sayange dalam pembukaan SEA Games 2017 saat negara tersebut menjadi tuan rumah gelaran olahraga se-Asia Tenggara itu.
Malaysia, kata Andreas, juga mengklaim setidaknya 12 warisan budaya Indonesia sebagai bagian budaya negaranya. Ke-12 warisan budaya tersebut, yakni pencak silat, wayang kulit, tari piring, tari Tor-Tor, angklung, batik, Lunpia/Lumpia Semarang, alat musik Gordang Sambilan, beras Adan, hingga kuda lumping.
Kendati Malaysia memiliki kemiripan dalam hal budaya dengan Indonesia, Andreas menilai kepemilikan budaya asli tidak boleh asal diakui.
“Ini adalah tindakan yang tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga menciptakan ketegangan antara dua negara tetangga, termasuk masyarakat kedua bangsa. Padahal sebagai saudara satu rumpun, Indonesia dan Malaysia seharusnya bekerja sama dalam menjaga perdamaian dan harmoni di kawasan,” kata dia.
Andreas mendorong pemerintah untuk lebih tegas dalam melindungi karya seni dan budaya Indonesia agar tidak ada lagi negara lain yang mengklaim kebudayaan nasional.
“Negara tidak boleh tinggal diam saat harga diri bangsa diinjak-injak dengan pengakuan sepihak budaya milik kita oleh negara lain. Harus ada ketegasan dari pemerintah agar hal seperti ini tidak terjadi berulang-ulang oleh negara yang sama,” kata dia.