Jakarta (ANTARA) - Sebanyak 53 keluarga korban pesawat jatuh Sriwijaya Air SJ 182 akan berangkat ke Seattle, Amerika Serikat untuk menuntut keadilan kepada The Boeing Company.
"Keluarga korban akan secara bertahap berangkat pada Kamis ini," kata Kuasa hukum keluarga korban, C. Priaardanto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.
Para keluarga korban datang ke Amerika Serikat untuk menjalani proses deposisi. Dalam istilah hukum, deposisi adalah kesaksian di luar pengadilan untuk mengumpulkan informasi yang dapat digunakan dalam persidangan.
"Tahap ini akan memberikan gambaran kepada Boeing Company bahwa ahli waris sangat dirugikan atas terjadinya cacat produk pada SJ 182," ujarnya.
Pada saat di Amerika Serikat, keluarga korban akan di dampingi tim pengacara dari Amerika Serikat yakni Charles Herrmann, Anthony Marsch dan John Herrmann.
Para ahli waris itu mengajukan tuntutan terhadap Boeing Company, perusahaan penerbangan. Pengadilan District Court For the Eastern District of Virginia Alexandria Division menjadwalkan sidang pada Juli 2024. Sebelum menjalani sidang, terlebih dahulu akan dilakukan deposisi.
Sejak tahun 2021 kasus jatuhnya pesawat Sriwijaya Air itu, dia menilai belum selesai. Hal ini, karena keterlambatan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dalam mengusut perkara.
Berdasarkan hasil investigasi jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182, KNKT mengumumkan hasil investigasi menunjukkan bahwa terjadi gangguan pada sistem mekanikal pada pesawat rute Jakarta-Pontianak tersebut.
"Ini adalah kesalahan dalam salah satu produk pesawat," ujarnya.
Atas dasar itu, pihaknya mengajukan tuntutan pertanggung-jawaban terhadap korban.
Tim kuasa hukum korban menuntut Boeing Company ke Pengadilan District Court For the Eastern District of Virginia Alexandria Division.
"Yang dituntut itu hak. Kerugian akibat anak atau keluarga korban. Yang semula (kepala keluarga) membiayai menjadi tak bisa dibiayai," katanya.
Sementara itu, Billian Purnama Oktora, kakak dari Isti Yudha Prastika, pramugari SJ 182, mengaku merasa berhak meminta ganti rugi atas meninggal adiknya tersebut.
"Harapan kami setelah berdiskusi panjang 2 tahun, masih ada hak yang bisa diterima keluarga," katanya.
Namun, masih ada hak yang bisa diterima para ahli waris.
"Ada hak bisa diambil dari Boeing. Diperjuangkan itu hak keluarga kami," ujarnya.
"Keluarga korban akan secara bertahap berangkat pada Kamis ini," kata Kuasa hukum keluarga korban, C. Priaardanto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.
Para keluarga korban datang ke Amerika Serikat untuk menjalani proses deposisi. Dalam istilah hukum, deposisi adalah kesaksian di luar pengadilan untuk mengumpulkan informasi yang dapat digunakan dalam persidangan.
"Tahap ini akan memberikan gambaran kepada Boeing Company bahwa ahli waris sangat dirugikan atas terjadinya cacat produk pada SJ 182," ujarnya.
Pada saat di Amerika Serikat, keluarga korban akan di dampingi tim pengacara dari Amerika Serikat yakni Charles Herrmann, Anthony Marsch dan John Herrmann.
Para ahli waris itu mengajukan tuntutan terhadap Boeing Company, perusahaan penerbangan. Pengadilan District Court For the Eastern District of Virginia Alexandria Division menjadwalkan sidang pada Juli 2024. Sebelum menjalani sidang, terlebih dahulu akan dilakukan deposisi.
Sejak tahun 2021 kasus jatuhnya pesawat Sriwijaya Air itu, dia menilai belum selesai. Hal ini, karena keterlambatan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dalam mengusut perkara.
Berdasarkan hasil investigasi jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182, KNKT mengumumkan hasil investigasi menunjukkan bahwa terjadi gangguan pada sistem mekanikal pada pesawat rute Jakarta-Pontianak tersebut.
"Ini adalah kesalahan dalam salah satu produk pesawat," ujarnya.
Atas dasar itu, pihaknya mengajukan tuntutan pertanggung-jawaban terhadap korban.
Tim kuasa hukum korban menuntut Boeing Company ke Pengadilan District Court For the Eastern District of Virginia Alexandria Division.
"Yang dituntut itu hak. Kerugian akibat anak atau keluarga korban. Yang semula (kepala keluarga) membiayai menjadi tak bisa dibiayai," katanya.
Sementara itu, Billian Purnama Oktora, kakak dari Isti Yudha Prastika, pramugari SJ 182, mengaku merasa berhak meminta ganti rugi atas meninggal adiknya tersebut.
"Harapan kami setelah berdiskusi panjang 2 tahun, masih ada hak yang bisa diterima keluarga," katanya.
Namun, masih ada hak yang bisa diterima para ahli waris.
"Ada hak bisa diambil dari Boeing. Diperjuangkan itu hak keluarga kami," ujarnya.