Sampit (ANTARA) - Pabrik pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) medis di Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur yang merupakan pertama di Kalimantan Tengah, mulai dibangun dan ditargetkan mampu melayani hingga daerah-daerah lain di Kalimantan.
"Pengolahan limbah medis ini saat ini kapasitasnya 2 unit dikali 3 ton, jadi 6 ton per hari. Ini disesuaikan dengan kapasitas limbah B3 yang ada di Kalimantan Tengah. Kemungkinan kita juga akan mengambil limbah-limbah dari sekitar Kalimantan Tengah seperti Kalsel dan Kaltim sehingga selanjutnya kita akan menuju sekitar 12 ton per hari," kata Direktur PT Bumi Resik Nusantara Raya Djaka Winarso di Sampit, Rabu.
Hal itu disampaikan Djaka saat peletakan batu pertama pembangunan pabrik pengolahan limbah B3 medis. Pabrik ini berlokasi di kawasan tempat pembuangan akhir sampah di Jalan Jenderal Sudirman km 14 Sampit.
Peletakan batu pertama ini dimulai oleh Bupati Halikinnor, kemudian diikuti Ketua DPRD Rinie, Sekretaris Daerah Fajrurrahman dan pejabat lainnya. Turut hadir Ketua Kadin Kotawaringin Timur Susilo, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Barito Selatan Agus In'yulius dan sejumlah pejabat Kotim.
Pembangunan pabrik pengolahan limbah B3 medis merupakan kerja sama antara PT Bumi Resik Nusantara Raya dengan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur yang dalam hal ini melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Hapakat Betang Mandiri.
Kerja sama ini digagas pada 4 September 2021 lalu dan baru mulai direalisasikan pembangunannya saat ini lantaran perizinan yang cukup panjang, khususnya di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Djaka mengakui, membangun pabrik pengolahan limbah B3 medis memang bukan perkara mudah. Saat ini di Indonesia baru ada 10 perusahaan pengelolaan limbah B3 medis, terdiri 6 berskala besar dan 4 medium. Pabrik yang dibangun di Sampit ini masuk kategori kecil jika dibandingkan di lokasi lainnya.
"Untuk mendapatkan izin pengolahan limbah B3 medis itu susahnya minta ampun. Sangat susah. Mudah-mudahan kita diberikan kemudahan dengan bantuan semua pihak," ujarnya.
Dengan pengalaman mengelola pabrik pengolahan limbah B3 medis di daerah lain selama ini, Djaka optimistis pabrik pengolahan limbah B3 medis di Sampit akan meraih sukses dan mampu berkontribusi bagi bidang kesehatan, sekaligus bagi pendapatan asli daerah Kotawaringin Timur.
Pabrik pengolahan limbah B3 medis di Sampit menempati lahan 3,6 hektare milik Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur. Total bangunan yang akan dibangun seluas 3000 meter persegi dengan bangunan kantor sekitar 1000 hingga 1400 meter persegi, sisanya bangunan fasilitas pendukung.
Jika izin di Kementerian LHK tuntas maka pembangunan pabrik juga bisa dipercepat. Pihaknya menargetkan setidaknya pabrik pengolahan limbah B3 medis di Sampit ini sudah operasional paling lambat 2025 nanti.
Analisa awal, limbah B3 medis yang dihasilkan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di Kalteng setiap harinya mencapai enam ton. Untuk itu tahap awal ini pabrik pengolahan limbah B3 medis di Sampit sebanyak dua unit dengan kapasitas masing-masing tiga ton per hari.
Hasil akhir pembakaran limbah B3 medis ini nantinya berupa abu. Rencananya, abu tersebut juga akan dimanfaatkan untuk menghasilkan nilai tambah yakni dibuat menjadi bahan lantai atau paving block.
Selanjutnya pabrik akan ditambah sehingga kapasitasnya meningkat hingga lebih dari 12 ton perhari. Dengan kapasitas tersebut maka pabrik ini nantinya tidak hanya bisa melayani pengolahan limbah B3 medis di Kalteng, tetapi juga mampu melayani dari daerah provinsi lain, khususnya di Pulau Kalimantan ini.
Bupati Halikinnor bersama pimpinan PT Bumi Resik Nusantara Raya dan BUMD PT Hapakat Betang Mandiri diwawancarai usai peletakan batu pertama pembangunan pabrik pengolahan limbah B3 medis di Sampit yang merupakan pertama dimiliki Kalteng, Rabu (15/5/2024). ANTARA/Norjani
"Ini pilihan investasi industri yang strategis. Ini belum dimiliki Kalimantan Tengah dan sekarang kita mulai dari Sampit. Mudah-mudahan semua lancar dan cepat selesai," harap Djaka.
Direktur PT Hapakat Betang Mandiri Dina Fariza Tryani Syarif menambahkan, sejak dimulainya nota kesepakatan pada 2021 lalu antara Pemkab Kotim dengan PT Bumi Resik Nusantara Raya, kemudian dilanjutkan perjanjian kerja sama antara PT Hapakat Betang Mandiri dengan PT Bumi Resik Nusantara Raya, telah banyak kegiatan dilakukan seperti survei identifikasi limbah B3 medis ke seluruh Kalimantan Tengah.
Selain itu, sudah dilalukan feasibility study (FS) atau studi kelayakan, pembersihan lahan, pengecekan topografi dan uji sondir lahan, pembuatan rancang bangun rinci atau DED pabrik, serta penyelesaian sertifikasi lahan atas nama Pemkab Kotim sehingga sudah bisa diserahkan pinjam pakai kepada PT Hapakat Betang Mandiri.
Dina menyebut, pendirian bangunan pabrik menjadi salah satu prasyarat dalam perizinan. Untuk itu dia berharap semua berjalan lancar dan proses perizinan di Kementerian LHK juga diharapkan segera selesai.
"Ini merupakan yang pertama di Kalteng. Apalagi kita bangun di Sampit, ini posisinya sangat strategis karena mudah untuk melayani semua daerah di Kalteng, bahkan di luar Kalteng," ucap Dina.
Sementara itu, Bupati Halikinnor berterima kasih dan sangat mengapresiasi kegigihan jajaran PT Bumi Resik Nusantara Raya dan PT Hapakat Betang Mandiri dengan PT Bumi Resik Nusantara Raya bersama pihak lainnya dalam mengupayakan pembangunan pabrik pengolahan limbah B3 medis ini.
"Saya tahu mengurus perizinannya bukan perkara mudah. Makanya saya sangat mengapresiasi karena walaupun terseok-seok, kita bisa terus berupaya mewujudkan ini. Mudah-mudahan ini membawa manfaat besar bagi Kotim dan Kalimantan Tengah," ujar Halikinnor.
Menurut Halikinnor, limbah B3 medis menjadi perhatian karena berkaitan dengan masalah lingkungan dan keamanan kesehatan. Pengelolaannya tidak bisa sembarangan karena ada prosedur dan standar yang harus ditempuh.
Dia mencontohkan, selama ini RSUD dr Murjani Sampit harus mengeluarkan biaya miliaran rupiah setiap tahun untuk pemusnahan limbah B3 medis yang mereka hasilkan. Hal itu lantaran limbah berbahaya tersebut harus dikirim ke pabrik pengolahan yang ada di Kalimantan Timur maupun Bogor.
Jika pabrik pengolahan limbah B3 medis di Sampit sudah beroperasi maka biaya akan bisa dihemat. Selain itu, Kotawaringin Timur juga bisa mendapat penghasilan dari pelayanan pengolahan limbah medis B3 yang dikirim dari daerah lain untuk diolah di Kotawaringin Timur.
"Manfaatnya tidak hanya supaya limbah itu menjadi aman setelah diolah, tetapi juga ini akan menjadi sumber pendapatan daerah. Yang kita sangat bersyukur, semua biaya ini ditanggung oleh PT Bumi Resik Nusantara Raya. Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur hanya memfasilitasi lahannya," ujar Halikinnor.
Untuk mengoptimalkan keberadaan pabrik pengolahan limbah B3 medis di Sampit nantinya, dirinya akan membuat peraturan bupati untuk mewajibkan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di Kotawaringin Timur, termasuk yang dimiliki perusahaan perkebunan, untuk menyerahkan pengelolaan limbah B3 medis mereka ke pabrik tersebut.
Halikinnor juga akan meminta dukungan gubernur serta berkoordinasi dengan bupati dan wali kota di Kalimantan Tengah agar limbah B3 medis di daerah mereka dikirim ke Sampit untuk pengolahannya.
Baca juga: Setelah 20 tahun, Pemkab Kotim evaluasi perda dampak konflik etnik
Baca juga: Bawaslu Kotim gelar tes CAT untuk 77 calon Panwaslu Kecamatan
Baca juga: Pemkab Kotim lirik potensi perdagangan karbon
"Pengolahan limbah medis ini saat ini kapasitasnya 2 unit dikali 3 ton, jadi 6 ton per hari. Ini disesuaikan dengan kapasitas limbah B3 yang ada di Kalimantan Tengah. Kemungkinan kita juga akan mengambil limbah-limbah dari sekitar Kalimantan Tengah seperti Kalsel dan Kaltim sehingga selanjutnya kita akan menuju sekitar 12 ton per hari," kata Direktur PT Bumi Resik Nusantara Raya Djaka Winarso di Sampit, Rabu.
Hal itu disampaikan Djaka saat peletakan batu pertama pembangunan pabrik pengolahan limbah B3 medis. Pabrik ini berlokasi di kawasan tempat pembuangan akhir sampah di Jalan Jenderal Sudirman km 14 Sampit.
Peletakan batu pertama ini dimulai oleh Bupati Halikinnor, kemudian diikuti Ketua DPRD Rinie, Sekretaris Daerah Fajrurrahman dan pejabat lainnya. Turut hadir Ketua Kadin Kotawaringin Timur Susilo, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Barito Selatan Agus In'yulius dan sejumlah pejabat Kotim.
Pembangunan pabrik pengolahan limbah B3 medis merupakan kerja sama antara PT Bumi Resik Nusantara Raya dengan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur yang dalam hal ini melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Hapakat Betang Mandiri.
Kerja sama ini digagas pada 4 September 2021 lalu dan baru mulai direalisasikan pembangunannya saat ini lantaran perizinan yang cukup panjang, khususnya di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Djaka mengakui, membangun pabrik pengolahan limbah B3 medis memang bukan perkara mudah. Saat ini di Indonesia baru ada 10 perusahaan pengelolaan limbah B3 medis, terdiri 6 berskala besar dan 4 medium. Pabrik yang dibangun di Sampit ini masuk kategori kecil jika dibandingkan di lokasi lainnya.
"Untuk mendapatkan izin pengolahan limbah B3 medis itu susahnya minta ampun. Sangat susah. Mudah-mudahan kita diberikan kemudahan dengan bantuan semua pihak," ujarnya.
Dengan pengalaman mengelola pabrik pengolahan limbah B3 medis di daerah lain selama ini, Djaka optimistis pabrik pengolahan limbah B3 medis di Sampit akan meraih sukses dan mampu berkontribusi bagi bidang kesehatan, sekaligus bagi pendapatan asli daerah Kotawaringin Timur.
Pabrik pengolahan limbah B3 medis di Sampit menempati lahan 3,6 hektare milik Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur. Total bangunan yang akan dibangun seluas 3000 meter persegi dengan bangunan kantor sekitar 1000 hingga 1400 meter persegi, sisanya bangunan fasilitas pendukung.
Jika izin di Kementerian LHK tuntas maka pembangunan pabrik juga bisa dipercepat. Pihaknya menargetkan setidaknya pabrik pengolahan limbah B3 medis di Sampit ini sudah operasional paling lambat 2025 nanti.
Analisa awal, limbah B3 medis yang dihasilkan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di Kalteng setiap harinya mencapai enam ton. Untuk itu tahap awal ini pabrik pengolahan limbah B3 medis di Sampit sebanyak dua unit dengan kapasitas masing-masing tiga ton per hari.
Hasil akhir pembakaran limbah B3 medis ini nantinya berupa abu. Rencananya, abu tersebut juga akan dimanfaatkan untuk menghasilkan nilai tambah yakni dibuat menjadi bahan lantai atau paving block.
Selanjutnya pabrik akan ditambah sehingga kapasitasnya meningkat hingga lebih dari 12 ton perhari. Dengan kapasitas tersebut maka pabrik ini nantinya tidak hanya bisa melayani pengolahan limbah B3 medis di Kalteng, tetapi juga mampu melayani dari daerah provinsi lain, khususnya di Pulau Kalimantan ini.
Direktur PT Hapakat Betang Mandiri Dina Fariza Tryani Syarif menambahkan, sejak dimulainya nota kesepakatan pada 2021 lalu antara Pemkab Kotim dengan PT Bumi Resik Nusantara Raya, kemudian dilanjutkan perjanjian kerja sama antara PT Hapakat Betang Mandiri dengan PT Bumi Resik Nusantara Raya, telah banyak kegiatan dilakukan seperti survei identifikasi limbah B3 medis ke seluruh Kalimantan Tengah.
Selain itu, sudah dilalukan feasibility study (FS) atau studi kelayakan, pembersihan lahan, pengecekan topografi dan uji sondir lahan, pembuatan rancang bangun rinci atau DED pabrik, serta penyelesaian sertifikasi lahan atas nama Pemkab Kotim sehingga sudah bisa diserahkan pinjam pakai kepada PT Hapakat Betang Mandiri.
Dina menyebut, pendirian bangunan pabrik menjadi salah satu prasyarat dalam perizinan. Untuk itu dia berharap semua berjalan lancar dan proses perizinan di Kementerian LHK juga diharapkan segera selesai.
"Ini merupakan yang pertama di Kalteng. Apalagi kita bangun di Sampit, ini posisinya sangat strategis karena mudah untuk melayani semua daerah di Kalteng, bahkan di luar Kalteng," ucap Dina.
Sementara itu, Bupati Halikinnor berterima kasih dan sangat mengapresiasi kegigihan jajaran PT Bumi Resik Nusantara Raya dan PT Hapakat Betang Mandiri dengan PT Bumi Resik Nusantara Raya bersama pihak lainnya dalam mengupayakan pembangunan pabrik pengolahan limbah B3 medis ini.
"Saya tahu mengurus perizinannya bukan perkara mudah. Makanya saya sangat mengapresiasi karena walaupun terseok-seok, kita bisa terus berupaya mewujudkan ini. Mudah-mudahan ini membawa manfaat besar bagi Kotim dan Kalimantan Tengah," ujar Halikinnor.
Menurut Halikinnor, limbah B3 medis menjadi perhatian karena berkaitan dengan masalah lingkungan dan keamanan kesehatan. Pengelolaannya tidak bisa sembarangan karena ada prosedur dan standar yang harus ditempuh.
Dia mencontohkan, selama ini RSUD dr Murjani Sampit harus mengeluarkan biaya miliaran rupiah setiap tahun untuk pemusnahan limbah B3 medis yang mereka hasilkan. Hal itu lantaran limbah berbahaya tersebut harus dikirim ke pabrik pengolahan yang ada di Kalimantan Timur maupun Bogor.
Jika pabrik pengolahan limbah B3 medis di Sampit sudah beroperasi maka biaya akan bisa dihemat. Selain itu, Kotawaringin Timur juga bisa mendapat penghasilan dari pelayanan pengolahan limbah medis B3 yang dikirim dari daerah lain untuk diolah di Kotawaringin Timur.
"Manfaatnya tidak hanya supaya limbah itu menjadi aman setelah diolah, tetapi juga ini akan menjadi sumber pendapatan daerah. Yang kita sangat bersyukur, semua biaya ini ditanggung oleh PT Bumi Resik Nusantara Raya. Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur hanya memfasilitasi lahannya," ujar Halikinnor.
Untuk mengoptimalkan keberadaan pabrik pengolahan limbah B3 medis di Sampit nantinya, dirinya akan membuat peraturan bupati untuk mewajibkan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di Kotawaringin Timur, termasuk yang dimiliki perusahaan perkebunan, untuk menyerahkan pengelolaan limbah B3 medis mereka ke pabrik tersebut.
Halikinnor juga akan meminta dukungan gubernur serta berkoordinasi dengan bupati dan wali kota di Kalimantan Tengah agar limbah B3 medis di daerah mereka dikirim ke Sampit untuk pengolahannya.
Baca juga: Setelah 20 tahun, Pemkab Kotim evaluasi perda dampak konflik etnik
Baca juga: Bawaslu Kotim gelar tes CAT untuk 77 calon Panwaslu Kecamatan
Baca juga: Pemkab Kotim lirik potensi perdagangan karbon