Sampit (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah mulai melirik potensi perdagangan karbon (carbon trading) karena dinilai menjadi peluang baru bagi daerah, mengingat besarnya sumber daya alam yang dimiliki daerah ini, termasuk kehadiran sektor perkebunan. 

"Kita membentuk perusahaan daerah agar bisa bekerja sama untuk penjualan karbon. Saat ini sedang kita susun dengan konsultan karena ternyata kebun sawit itu bisa dimanfaatkan untuk emisi jual karbon. Nanti kita kerja sama dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit," kata Bupati Halikinnor di Sampit, Selasa. 

Berdasarkan rapat evaluasi Rencana Aksi Daerah Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAD-KSB) Kotawaringin Timur 2020-2024 pada Januari lalu, dipaparkan terkait perkembangan sektor perkebunan kelapa sawit di daerah ini. 

Perkebunan kelapa sawit merupakan komoditas unggulan di Kotawaringin Timur dengan luas tutupan kebun kelapa sawit mencapai 566.000 hektare. Dari luas tersebut, sekitar 23 persen di antaranya merupakan kebun yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat. 

Halikinnor menyebut, Kotawaringin Timur merupakan kabupaten dengan kebun kelapa sawit terbesar atau terluas di Indonesia. Tidak berlebihan jika daerah ini menjadi salah satu daerah penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia. 

Dia belum menyebut secara rinci rencana kerja sama perdagangan karbon tersebut karena masih dibahas bersama konsultan. Meski demikian, pemerintah daerah mulai menjajaki rencana terobosan yang diharapkan akan membawa dampak positif bagi Kotawaringin Timur tersebut.

Baca juga: DLH Kotim programkan gerakan peduli dan berbudaya lingkungan hidup di sekolah

"Juni nanti saya akan ada pertemuan dengan Gapki (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) di Jakarta. Nanti kita akan buat peraturan bupati. Selanjutnya saya minta mereka (perusahaan sawit) berpartisipasi," demikian Halikinnor. 

Sementara itu, perkebunan sawit memang juga memiliki potensi untuk berpartisipasi dalam perdagangan karbon. Ada tiga skema yakni konservasi karbon stok, peningkatan karbon stok, dan penurunan emisi dalam produksi minyak sawit.

Mengutip siaran pers di laman resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yaitu www.menlhk.go.id pada 6 Mei 2024, Menteri LHK Siti Nurbaya memberi atensi terkait potens perdagangan karbon. 

Ditegaskannya, tuntunan teknis, aturan dan ketentuan tentang perdagangan karbon, yang juga adalah sumber daya alam, sudah ada prinsip-prinsipnya dalam pakem mandat UUD 1945, demikian pula dalam hasil-hasil keputusan atas decission CMA di berbagai COP UNFCCC. 

Bila diikuti dengan cermat, sangat jelas arah implementasinya sejak COP UNFCCC Polandia dengan tema "Climate Rule Book". Indonesia termasuk negara dengan kemajuan yang cukup berarti dalam aksi iklim, terutama dengan Agenda Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030, dimana sebanyak 60 persen dari emisi GRK Indonesia berasal dari sektor kehutanan.

Menyinggung tentang insentif perdagangan karbon, Menteri Siti Nurbaya menyatakan, adalah mutlak gambaran bahwa langkah aksi iklim untuk penurunan emisi gas rumah kaca, serta untuk kelestarian alam harus tertanam dengan upaya-upaya membangun kesejahteraan masyarakat. 

Baca juga: BNK Kotim deteksi dini penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar

Artinya dari setiap kerja masyarakat, harus ada penghasilan yang didapat sebagai reward. Dalam pengaturan secara administratif seperti ini dikenal dengan istilah Distribusi Pendapatan. 

Dari hasil reward atau perdagangan karbon harus diatur jelas, mana yang menjadi pendapatan negara (pendapatan pemerintah pusat dan pemerintah daerah), pendapatan bagi pelaksana operasional, seperti dunia usaha dan kelompok masyarakat, termasuk pendapatan bagi masyarakat sebagai upah atau sebagai penghargaan. 

"Semua ini harus diatur dengan baik. Pengaturan seperti ini harus sistematis, komprehensif dan berkaitan satu sama lain antar kebijakan (dalam hubungan kausalitas antar kebijakan). Hal-hal seperti itu, hanya bisa dilakukan oleh Pemerintah," demikian Siti Nurbaya. 

Di sisi lain, terkait perdagangan karbon ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya telah menerbitkan peraturan teknis atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon (POJK 14/2023) dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/SEOJK.04/2023 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon (SEOJK 12/2023).

POJK dan SE ini merupakan bagian dari upaya OJK untuk mendukung pemerintah dalam melaksanakan program pengendalian perubahan iklim melalui pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK), sejalan dengan komitmen Paris Agreeement, serta mempersiapkan perangkat hukum domestik dalam pencapaian target emisi GRK tersebut.

Dalam konteks ini tugas OJK adalah melakukan pengawasan terhadap perdagangan karbon melalui Bursa Karbon yang antara lain meliputi penyelenggara bursa karbon, infrastruktur pasar pendukung perdagangan karbon, pengguna jasa bursa karbon, transaksi dan penyelesaian transaksi unit karbon, tata kelola perdagangan karbon, manajemen risiko. 

Selain itu, perlindungan konsumen pihak, produk, dan atau kegiatan yang berkaitan dengan perdagangan karbon melalui bursa karbon.

Baca juga: Harga sayur di Sampit melonjak akibat petani gagal panen

Baca juga: Tidak ada calon perseorangan di Pilkada Kotim

Baca juga: Tingkatkan kualitas pembelajaran, KKG di Mentaya Hilir Selatan gelar workshop

Pewarta : Norjani
Uploader : Admin 3
Copyright © ANTARA 2024