Sampit (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah melakukan evaluasi terhadap peraturan daerah (perda) Kotim Nomor 5 Tahun 2004 tentang Penanganan Penduduk Dampak Konflik Etnik untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

"Perda ini sudah cukup lama, sudah 20 tahun dan hanya mengatur suku tertentu. Sedangkan kita ketahui, Kotim adalah wadah untuk banyak suku dan etnis," kata Kepala Badan Kesbangpol Kotim Sanggul Lumban Gaol di Sampit, Rabu.

Rapat evaluasi Perda Kotim Nomor 5 Tahun 2004 yang digelar Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kotim melibatkan Bapemperda DPRD Kotim, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, Disdukcapil dan Bagian Hukum Setda Kotim.

Sanggul menuturkan, Kotim saat ini ditempati oleh beragam suku, etnis maupun kelompok masyarakat dan hal tersebut dianggap sebagai kekuatan untuk bisa bersama-sama membangun daerah.

"Namun, seiring dengan itu mobilitas masyarakat semakin tinggi, sentuhan dan gesekan antar masyarakat juga tinggi. Hal-hal yang dapat mengganggu kondusifitas daerah," ucapnya.

Badan Kesbangpol terus berupaya menjaga keberagaman dan kebersamaan serta menciptakan situasi kondusif guna mendukung kelancaran pembangunan daerah. Salah satunya melalui evaluasi perda agar diberlakukan secara menyeluruh.

Sekaligus, sebagai warisan bagi generasi yang akan datang agar mengetahui latar belakang disusunnya perda tersebut dan diharapkan perda ini dapat menjembatani ketika terjadi permasalahan di lapangan, baik terkait dunia usaha, pekerjaan, kenakalan remaja dan lainnya.

"Mudah-mudahan ini bisa disambut dengan baik oleh seluruh warga Kotim dan menjadi suatu karya terindah kami dalam membina kebhinekaan di Kotim," harapnya.

Ia melanjutkan, dalam rapat evaluasi ini pihaknya akan membentuk tim teknis dari tokoh masyarakat yang tentunya mengutamakan masyarakat asli setempat, yakni Dewan Adat Daya (DAD) dan Lembaga Musyawarah Dayak Daerah Kalimantan Tengah (LMDDKT) Kotim.

Hal ini sejalan dengan peribahasa yang dipegang masyarakat setempat, yakni dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. DAD dan LMDDKT diharapkan bisa mengakomodir seluruh keinginan dan kepentingan masyarakat suku yang ada di Kotim.

Baca juga: Pemkab Kotim lirik potensi perdagangan karbon

DAD dan LMDDKT juga berperan besar dalam membuat program ke masyarakat luas, contohnya memberikan pemahaman terkait Belum Bahadat, filosofi masyarakat Dayak kepada masyarakat dari suku lain yang datang ke Kotim.

"Kalau kita berhasil dan perda ini diterima serta diterapkan seluruh masyarakat, maka nantinya Kotim bisa menjadi Bali kedua, dimana peran tokoh adat dan tokoh masyarakat sangat penting," pungkasnya.

Sementara itu, Ketua LMDDKT Kotim, Burhanuddin menyebutkan Perda Kotim Nomor 5 Tahun 2004 ini dibuat berdasarkan konflik antar etnis yang pernah terjadi di Sampit pada 2001 silam.

Perda yang sudah cukup tua ini perlu dievaluasi untuk menentukan masih sesuai atau tidak dengan kondisi saat ini. Oleh sebab itu, dengan mengumpulkan seluruh tokoh adat dan tokoh masyarakat diharapkan bisa mendapat masukan dan menyamakan pandangan.

"Kami ingin mendengar pendapat saudara-saudara kita dari seberang, supaya perda yang tadinya hanya untuk satu etnik nantinya bisa diberlakukan secara keseluruhan supaya daerah kita damai, nyaman dan berkembang," ucap pensiunan ASN ini.

Ia menambahkan, dari LMDDKT ada satu saran yang diharapkan menjadi pertimbangan dalam evaluasi perda tersebut, yakni tentang penataan aset dan lainnya yang telah ditata oleh pemerintah daerah.

Penataan tersebut diharapkan tidak hanya berlaku bagi masyarakat suku Dayak, tetapi semua suku yang ada di Kotim. Disamping itu, pihaknya juga mengutamakan pencegahan konflik agar Kotim selalu damai.

Baca juga: DLH Kotim programkan gerakan peduli dan berbudaya lingkungan hidup di sekolah

Baca juga: Kotim andalkan Tim Penanganan Konflik Sosial tangani permasalahan di sektor perkebunan

Baca juga: Diskominfo Kotim verifikasi lapangan 31 usulan peningkatan jangkauan internet

Pewarta : Devita Maulina
Uploader : Admin 3
Copyright © ANTARA 2024