Sampit (ANTARA) - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah Muhammad Rifqi mengatakan, kapasitas pemilih per TPS pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 naik dua kali lipat jika dibandingkan saat Pemilu Legislatif 2024.

“Kalau pada Pemilu Legislatif lalu satu TPS maksimal menangani 300 pemilih, sedangkan pada pilkada nanti satu TPS maksimal untuk 600 pemilih. Hal ini sudah ketentuan dari KPU RI,” kata Rifqi di Sampit, Selasa.

Ia menjelaskan, ketentuan ini berdasarkan beberapa pertimbangan demi efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemilihan. Pilkada dinilai lebih sederhana dibanding pemilu. Sebab, pada Pilkada kali ini hanya meliputi dua jenis pemilihan, yakni pemilihan gubernur dan wakil gubernur serta bupati dan wakil bupati.

Sementara pada Pemilu Legislatif 2024 yang dilaksanakan 14 Februari lalu meliputi lima jenis pemilihan, yaitu pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi dan pemilihan DPRD kabupaten.

“Karena jenis pemilihan pada pilkada lebih sedikit, maka waktu yang dibutuhkan lebih singkat, lebih banyak orang yang bisa ditangani dalam satu TPS,” jelasnya.

Lanjutnya, dengan kondisi demikian maka jumlah TPS yang disiapkan untuk Pilkada 2024 pun lebih sedikit dibandingkan Pemilu Legislatif 2024. Sebab, sebagian pemilih akan digabung atau diatur ulang lokasi TPS untuk penyaluran hak suaranya.

Baca juga: BPBD Kotim bersiap hadapi potensi dua bencana secara bersamaan

“Hasil pemetaan sementara jumlah TPS untuk Pilkada sebanyak 661 titik, berkurang hampir setengahnya dari jumlah TPS pada Pemilu lalu yang sebanyak 1.169 titik. Tapi jumlah TPS pilkada masih bisa berubah setelah dilakukan pemutakhiran data pemilih,” ujarnya.

Terkait hal ini, KPU Kotim melakukan pemetaan ulang jumlah TPS yang diperlukan disesuaikan dengan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang diterima dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan di dalamnya telah dilengkapi dengan alamat dan nama pemilih.

Namun, dalam pemetaan TPS ini ada beberapa aturan yang harus diperhatikan. Pertama, tidak memisahkan pemilih dalam satu Kartu Keluarga (KK) ke TPS yang berbeda, sebab biasanya pemilih yang tergabung dalam satu KK tempat tinggalnya sama dan ke TPS secara bersama-sama.

Kedua, tidak menggabungkan dua desa atau lebih walaupun jarak desa berdekatan. Satu desa setidaknya harus punya satu TPS untuk mengakomodir warga masing-masing.  Selain itu, pemilih yang terdaftar di desa A tidak boleh menjadi pemilih di desa D.

Ketiga, pemetaan TPS harus memperhatikan kondisi geografis setempat. Misalkan di sebuah desa hanya memiliki 200-300 pemilih namun jarak dari ujung ke ujung desa sangat jauh, maka tidak dianjurkan untuk menggabung jumlah pemilih dalam satu TPS. Tetap disediakan TPS di titik yang mudah dijangkau warga, meskipun jumlah pemilihnya sedikit.

“Kapasitas 600 itu adalah jumlah maksimal, kalau di bawah itu tidak masalah. Kalau di perkotaan mungkin mudah memaksimalkan 600 pemilih per TPS, tapi kalau di pedesaan dengan tantangan geografis yang berbeda-beda akan sulit,” demikian Rifqi.

Baca juga: Bupati Kotim kunjungi korban banjir dan berikan bantuan

Baca juga: DPRD Kotim bahas keluhan terkait perusahaan ikut gunakan jalan warga

Baca juga: Kotim turut gencar bergerak mengakhiri TBC di Indonesia


Pewarta : Devita Maulina
Uploader : Admin 2
Copyright © ANTARA 2024