Santri di Kotim hadapi risiko serangan buaya hanya untuk mandi

id BKSDA, Kalteng, Sampit, kotim, Kotawaringin Timur, Muriansyah, buaya, sungai mentaya

Santri di Kotim hadapi risiko serangan buaya hanya untuk mandi

Komandan BKSDA Resort Sampit Muriansyah saat memberikan sosialisasi terkait risiko dan potensi serangan buaya di Kecamatan Pulau Hanaut, Kamis (24/4/2025). ANTARA/HO

Sampit (ANTARA) - Para santri di Pondok Pesantren Tahfdizul Qur’an Darul Iman Kecamatan Pulau Hanaut, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah mau tidak mau tetap turun ke sungai untuk kegiatan mandi, mencuci dan buang air meski terdapat ancaman serangan buaya.

“Kami mendapati situasi yang cukup memprihatinkan saat kami melakukan sosialisasi ke pondok pesantren setempat, karena santrinya tetap mandi ke sungai lantaran bak mandinya tidak cukup dan sudah rusak,” kata Komandan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resort Sampit Muriansyah di Sampit, Jumat.

Ia menyampaikan, pada Kamis (24/4) pihaknya melakukan pemasangan 10 spanduk imbauan waspada buaya di Kecamatan Pulau Hanaut. Kecamatan yang berada di dekat muara Sungai Mentaya yang diketahui merupakan habitat bagi buaya muara.

Dalam sepuluh tahun terakhir setidaknya ada lima kasus serangan buaya di Kecamatan Pulau Hanaut, dua diantaranya menyebabkan korban meninggal dunia. Selain itu, laporan kemunculan buaya di wilayah kecamatan itu cukup sering diterima BKSDA Resort Sampit.

Disamping melakukan pemasangan spanduk, pihaknya juga memberikan sosialisasi kepada warga setempat agar lebih berhati-hati dan sebisa mungkin menghindari aktivitas di Sungai Mentaya dan anak sungainya.

Namun, saat memberikan sosialisasi di sebuah pondok pesantren di Desa Babaung Kecamatan Pulau Hanaut, ia mendapati kondisi yang cukup memprihatinkan, sebab para santri setempat mengaku terpaksa tetap mandi ke sungai meski tahu ada ancaman buaya.

Hal itu karena fasilitas yang dimiliki pondok pesantren itu belum memadai, hanya ada satu bak mandi berukuran lebar 5x5 meter dan tinggi 1 meter yang tidak cukup untuk seluruh santri yang berjumlah puluhan, ditambah lagi kondisi bak yang sudah rusak.

“Yang paling membuat kami miris adalah lokasi pondok pesantren itu termasuk yang paling rawan. Bahkan, keterangan kepala desa setempat di sekitar lokasi santri mandi sudah beberapa kali terlihat buaya berukuran besar, tapi santri tetap mandi di lanting,” ujarnya.

Ia melanjutkan, letak Pondok Pesantren Tahfdizul Qur’an Darul Iman hanya sekitar 10-15 meter dari Sungai Babaung, anak Sungai Mentaya. Sungai Babaung inilah yang menjadi tempat MCK para santri.

Jarak Sungai Babaung dengan muara Sungai Mentaya terbilang cukup dekat, yakni 400-500 meter. Sedangkan, di muara sungai sering terlihat buaya berukuran besar yang bisa saja masuk ke Sungai Babaung ketika sedang pasang.

Baca juga: Fraksi Golkar DPRD Kotim sebut Kota Sampit perlu ditata ulang

Terlebih, dengan karakter anak-anak pada umumnya kemungkinan besar para santri itu mandi dengan menceburkan diri ke sungai dan hal ini sangat berisiko.

Oleh karena itu, Muriansyah berharap kondisi ini bisa menjadi perhatian pemerintah daerah dengan memberikan solusi agar para santri tidak lagi mandi, mencuci maupun kakus ke sungai.

“Otomatis itu perlu penambahan bak mandi, karena kita tidak bisa hanya melarang mereka mandi ke sungai tanpa memberikan solusi,” ujarnya.

Ia melanjutkan, saat melakukan sosialisasi para santri memang meminta bantuan penambahan bak mandi agar mereka tidak perlu lagi mandi ke sungai yang menunjukkan bahwa sebenarnya para santri itupun takut akan keberadaan buaya di sekitarnya.

Namun, Muriansyah menerangkan bahwa BKSDA tidak memiliki program atau alokasi anggaran untuk menyediakan fasilitas seperti itu. Kendati, ia mendorong pemerintah daerah melalui instansi terkait dengan program-programnya untuk membantu masyarakat.

“Kami harap pemerintah daerah melalui instansi terkait bisa memperhatikan hal ini. Misalnya perbaikan atau penambahan fasilitas MCK, supaya para santri tidak perlu lagi mandi ke sungai dan meminimalkan risiko serangan buaya,” demikian Muriansyah.

Sementara itu, Pondok Pesantren Tahfdizul Qur’an Darul Iman diketahui merupakan satuan pendidikan swasta dan karena keterbatasan anggaran belum mampu menyediakan fasilitas yang memadai.

Kepala Desa Babaung Bahrianur menyebut, selama ini tidak ada usulan dari pihak pondok pesantren terkait penambahan fasilitas MCK tersebut.

Namun, dengan adanya sosialisasi dari BKSDA terkait ancaman buaya bagi warga yang mandi ke sungai, maka hal ini pun akan menjadi perhatian pihaknya.

“Nanti akan kami usulkan untuk penambahan fasilitas MCK tersebut dengan harapan bisa mencegah terjadinya serangan buaya, karena di sekitar lokasi itu memang beberapa kali terlihat kemunculan buaya,” demikian Bahrianur.

Baca juga: Disdik Kotim anjurkan pembatasan usia pada akun medsos anak

Baca juga: Legislator Kotim: Perlu strategi mendukung lansia tetap sehat dan produktif

Baca juga: Bupati Kotim harapkan pendapatan rumah sakit lampaui target