Sampit (ANTARA) - Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah menyiapkan sejumlah strategi untuk menekan inflasi di wilayah setempat.

“Kami akan menggerakkan TPID untuk bisa melakukan intervensi pasar, mungkin melalui pasar penyeimbang terkait komoditas yang mengalami kenaikan harga dan berpengaruh terhadap inflasi,” kata Kepala Bagian Perekonomian Sekretariat Daerah (Setda) Kotim Bahalap di Sampit, Senin.

Hal tersebut ia sampaikan usai menghadiri rapat koordinasi pengendalian inflasi tahun 2024 via zoom meeting yang digelar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) guna membahas langkah konkrit pengendalian inflasi daerah.

Berdasarkan data yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS), Kota Sampit sebagai salah satu dari kota acuan indeks harga konsumen (IHK) di Kalimantan Tengah berada pada posisi tertinggi untuk inflasi year on year Juni 2024.

Lebih detailnya persentase inflasi di empat kota/kabupaten tersebut ialah, Kota Sampit 2,51 persen, Kota Palangka Raya 2,37 persen, Kabupaten Kapuas 1,99 persen dan Kabupaten Sukamara 1,42 persen.

Sementara berdasarkan urutan secara nasional, Kota Sampit berada di urutan 73 dari kota/kabupaten di Indonesia yang menjadi acuan IHK yang menunjukkan perkembangan inflasi maupun deflasi.

“Kita berada di urutan 73 nasional, dengan nilai di bawah 32,05. Jadi sebenarnya inflasi kita masih tidak terlalu tinggi. Namun, hal ini tetap menjadi perhatian kami dalam upaya pengendalian inflasi daerah,” tuturnya.

Bahalap melanjutkan, ada beberapa komoditas yang menjadi perhatian pihaknya karena kerap menjadi penyumbang terhadap inflasi di Kota Sampit. Antara lain cabai rawit, ayam potong, telur, beras, dan tembakau.

Baca juga: Guru di Kotim dibekali kemampuan menghadapi era digital melalui program PembaTIK

Untuk komoditas berhubungan dengan rujukan nasional seperti tembakau, maka untuk mendapatkan solusi harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Sedangkan, komoditas yang dapat ditangani di tingkat lokal atau pasar seperti cabai rawit, ayam potong dan lainnya, maka bisa ditangani melalui intervensi pasar.

Selain itu, peningkatan pertanian pada komoditas penyumbang inflasi juga diperlukan dengan cara menggandeng kelompok tani (poktan) yang diberdayakan oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kotim. 

Ia menjelaskan, salah satu penyebab inflasi di Kota Sampit lantaran sejumlah komoditas masih mengandalkan pasokan dari luar daerah, contohnya cabai rawit dan ayam potong yang kebanyakan didatangkan dari Banjarmasin.

“Hal ini pula yang menyebabkan kita berada di posisi tertinggi dari empat kabupaten/kota di Kalteng yang menjadi acuan IHK. Karena secara jarak kita yang paling jauh,” sebutnya.

Dengan mendatangkan pasokan dari luar daerah tentunya ada biaya transportasi dan sebagainya yang berpengaruh pada harga jual barang. Belum lagi, ketika hasil panen di daerah pemasok berkurang, tentu yang diutamakan adalah pemenuhan kebutuhan untuk daerah tersebut sebelum dikirim keluar daerah.

Dalam kondisi tersebut tak jarang berimbas pada minimnya pasokan yang diterima Kotim dan sudah menjadi hukum pasar ketika pasokan sedikit tapi permintaan tetap atau tinggi maka harga akan naik yang berdampak pada inflasi.

Oleh sebab itu, pengembangan sektor pertanian memang harus menjadi perhatian serius Pemkab Kotim. Dengan harapan hasil pertanian di Kotim mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, maka tak perlu lagi mendatangkan pasokan dari luar daerah dan biaya transportasi lebih ringan sehingga harga bisa lebih murah.

Baca juga: Polres Kotim bersinergi dengan awak media melawan hoaks

Baca juga: BKSDA evakuasi lutung tersengat listrik saat masuk permukiman di Sampit

Baca juga: Tidak terbukti korupsi, mantan Kadishub Kotim tegaskan keadilan masih ada


Pewarta : Devita Maulina
Uploader : Admin 2
Copyright © ANTARA 2024