Sampit (ANTARA) - Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah mencatat ada sembilan satuan pendidikan jenjang Taman Kanak-Kanak (TK) sederajat yang berhenti operasional tahun ini dikarenakan tidak adanya peserta didik.
“Tahun ini kami mencatat ada sembilan TK yang berhenti operasional karena tidak ada lagi siswanya. Hal ini sudah kami laporkan ke pusat,” kata Kepala Disdik Kotim Muhammad Irfansyah di Sampit, Selasa.
Ia menceritakan, awal mula diketahuinya sejumlah sekolah yang berhenti operasional tersebut ketika Disdik mendata sekolah-sekolah yang status akreditasinya mati dan meminta pihak sekolah untuk melakukan re-akreditasi.
Kemudian diketahui bahwa sekolah yang akreditasinya mati tersebut sudah tidak beroperasi atau tidak ada lagi kegiatan belajar mengajar. Sembilan sekolah tersebut semuanya merupakan sekolah swasta yang sebagian besar berada di pinggiran kota.
Kesembilan sekolah tersebut antara lain TK Jannatul Firdaus, TK Tunas Rimba, TK Aisyiyah Terpadu PDA Kotim, TK Dewi Jupiter, TK Pelangi, TPA Pembimbing, TK Pelita, SPS An Nur dan KB Al Huda.
“Hal ini sudah kami laporkan ke pusat agar statusnya di data pokok pendidikan (Dapodik) menjadi tidak operasional, karena kami Disdik tidak berwenang untuk menutup sekolah,” sebutnya.
Baca juga: Sebanyak 20 SD Baamang ikuti gebyar merdeka pameran hasil karya
Irfansyah menyebutkan, selama ini memang kebanyakan sekolah yang menyerah atau memutuskan berhenti operasional tersebut merupakan sekolah swasta yang mengandalkan dana dari Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP), meski ada pula yang mengandalkan yayasan.
Sementara, besaran dana BOSP dari pemerintah pusat berdasarkan jumlah peserta didik. Apabila jumlah peserta didik sedikit maka dana BOSP yang diterima juga semakin kecil yang kemungkinan tidak mencukupi untuk operasional sekolah.
Kondisi seperti ini memang cukup memprihatinkan, namun hal ini juga harus menjadi pelajaran bagi sekolah yang lain. Kini untuk menarik minat masyarakat tak cukup dari infrastruktur atau bangunan sekolah yang bagus, tapi juga peningkatan sumber daya manusia (SDM) dan prestasi yang diraih.
“Makanya sekolah harus berlomba-lomba untuk meraih prestasi, makanya tak heran kalau ada murid yang juara dalam perlombaan, contohnya O2SN dan FLS2N, itu akan menjadi bahan promosi sekolah,” sebutnya.
Ia menambahkan, pola pembelajaran di sekolah harus bisa mengikuti perkembangan zaman. Karena meskipun ada sistem zonasi namun sekolah tetap merupakan pilihan masyarakat.
Disdik maupun pemerintah daerah tidak bisa memaksa masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di sekolah tertentu, sekalipun sekolah itu ada di sebelah rumah. Sebab, masyarakat punya pertimbangan masing-masing dalam memilih sekolah yang biasanya berdasarkan citra dan mutu sekolah.
Baca juga: Disdik Kotim telusuri isu pungli biaya meja kursi sekolah
Baca juga: Disdik Kotim ingatkan sekolah kelola dana BOSP sesuai aturan
Baca juga: Kadisdik: Jumlah guru di Kotim cukup tapi belum merata
“Tahun ini kami mencatat ada sembilan TK yang berhenti operasional karena tidak ada lagi siswanya. Hal ini sudah kami laporkan ke pusat,” kata Kepala Disdik Kotim Muhammad Irfansyah di Sampit, Selasa.
Ia menceritakan, awal mula diketahuinya sejumlah sekolah yang berhenti operasional tersebut ketika Disdik mendata sekolah-sekolah yang status akreditasinya mati dan meminta pihak sekolah untuk melakukan re-akreditasi.
Kemudian diketahui bahwa sekolah yang akreditasinya mati tersebut sudah tidak beroperasi atau tidak ada lagi kegiatan belajar mengajar. Sembilan sekolah tersebut semuanya merupakan sekolah swasta yang sebagian besar berada di pinggiran kota.
Kesembilan sekolah tersebut antara lain TK Jannatul Firdaus, TK Tunas Rimba, TK Aisyiyah Terpadu PDA Kotim, TK Dewi Jupiter, TK Pelangi, TPA Pembimbing, TK Pelita, SPS An Nur dan KB Al Huda.
“Hal ini sudah kami laporkan ke pusat agar statusnya di data pokok pendidikan (Dapodik) menjadi tidak operasional, karena kami Disdik tidak berwenang untuk menutup sekolah,” sebutnya.
Baca juga: Sebanyak 20 SD Baamang ikuti gebyar merdeka pameran hasil karya
Irfansyah menyebutkan, selama ini memang kebanyakan sekolah yang menyerah atau memutuskan berhenti operasional tersebut merupakan sekolah swasta yang mengandalkan dana dari Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP), meski ada pula yang mengandalkan yayasan.
Sementara, besaran dana BOSP dari pemerintah pusat berdasarkan jumlah peserta didik. Apabila jumlah peserta didik sedikit maka dana BOSP yang diterima juga semakin kecil yang kemungkinan tidak mencukupi untuk operasional sekolah.
Kondisi seperti ini memang cukup memprihatinkan, namun hal ini juga harus menjadi pelajaran bagi sekolah yang lain. Kini untuk menarik minat masyarakat tak cukup dari infrastruktur atau bangunan sekolah yang bagus, tapi juga peningkatan sumber daya manusia (SDM) dan prestasi yang diraih.
“Makanya sekolah harus berlomba-lomba untuk meraih prestasi, makanya tak heran kalau ada murid yang juara dalam perlombaan, contohnya O2SN dan FLS2N, itu akan menjadi bahan promosi sekolah,” sebutnya.
Ia menambahkan, pola pembelajaran di sekolah harus bisa mengikuti perkembangan zaman. Karena meskipun ada sistem zonasi namun sekolah tetap merupakan pilihan masyarakat.
Disdik maupun pemerintah daerah tidak bisa memaksa masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di sekolah tertentu, sekalipun sekolah itu ada di sebelah rumah. Sebab, masyarakat punya pertimbangan masing-masing dalam memilih sekolah yang biasanya berdasarkan citra dan mutu sekolah.
Baca juga: Disdik Kotim telusuri isu pungli biaya meja kursi sekolah
Baca juga: Disdik Kotim ingatkan sekolah kelola dana BOSP sesuai aturan
Baca juga: Kadisdik: Jumlah guru di Kotim cukup tapi belum merata