Sampit (ANTARA) - Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah ikut menyoroti maraknya kasus cuci darah pada usia muda, khususnya anak-anak, dan berharap hal ini menjadi perhatian setiap pihak untuk menjaga asupan makanan dan minuman anak.
“Kita melihat di media sosial maupun kanal berita bahwa kasus anak yang harus cuci darah itu cukup tinggi, yang mana ini diakibatkan makanan atau minuman yang mengandung gula terlalu tinggi,” kata Kepala Disdik Kotim Muhammad Irfansyah di Sampit, Jumat.
Kasus gagal ginjal pada anak memang tengah menjadi sorotan banyak pihak. Hal ini sungguh memprihatinkan, terlebih menyangkut generasi muda yang akan menjadi penerus bangsa.
Beberapa wilayah di Indonesia diketahui memiliki angka kasus cuci darah pada anak yang cukup tinggi. Antara lain, Provinsi DKI Jakarta atau tepatnya di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) ada 60 anak yang menjalani terapi penyakit gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah secara rutin.
Kemudian, di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Provinsi Jawa Barat mencatat ada peningkatan angka kasus anak dengan penyakit ginjal kronik. Meski tak signifikan, namun setidaknya ada 10-20 anak per bulan yang memerlukan cuci darah rutin.
Sementara untuk Kotim, Irfansyah mengaku pihaknya belum menerima laporan adanya anak atau pelajar yang mengalami gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Namun, bukan berarti tidak ada dan bukan berarti pula anak di Kotim aman dari ancaman serupa.
Baca juga: Disdik Kotim sebut keaktifan di PMM berimbas pada TPP
“Maka dari itu, kami sudah mengimbau kepada sekolah, khususnya kantin-kantin di sekolah agar menyajikan makanan yang sehat untuk anak-anak,” ujarnya.
Sebenarnya, pihaknya lebih menyarankan anak-anak untuk membawa bekal dari rumah. Sebab, bekal yang dibawa dan disiapkan oleh orang tua atau wali tentu akan lebih memperhatikan nutrisi.
Namun, di sisi lain pihaknya juga tidak bisa melarang adanya kantin di sekolah. Apalagi, selama pandemi COVID-19 dan diberlakukannya pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau belajar online kantin-kantin sekolah tidak beroperasi dan baru mulai bangkit setelah pandemi.
Oleh sebab itu, alih-alih melarang adanya kantin di sekolah, pihaknya mengimbau agar pemilik atau pengelola kantin agar bekerja sama dalam menjaga asupan makanan dan minuman yang aman bagi kesehatan anak-anak.
Disamping itu, Irfansyah menyampaikan bahwa Disdik memiliki program bersama Dinas Kesehatan, melalui puskesmas untuk melakukan inspeksi ke kantin-kantin sekolah setiap bulan. Meski ia mengakui bahwa selama pandemi program tersebut sempat ditiadakan, namun rencananya program tersebut akan lebih digalakkan.
Kalau sebelumnya program ini lebih fokus pada halal atau tidak dan kadar lemak pada makanan, tapi kedepannya kandungan gula dan zat-zat yang dapat mempengaruhi kesehatan juga akan lebih diperhatikan.
Baca juga: Disdik Kotim lakukan sinkronisasi data pendidik dan kependidikan
Baca juga: Disdik Kotim imbau orang tua larang anak ke sekolah mengendarai sepeda listrik
Baca juga: Telusuri dugaan pungli di sekolah, DPRD Kotim gelar RDP dengan Disdik
“Kita melihat di media sosial maupun kanal berita bahwa kasus anak yang harus cuci darah itu cukup tinggi, yang mana ini diakibatkan makanan atau minuman yang mengandung gula terlalu tinggi,” kata Kepala Disdik Kotim Muhammad Irfansyah di Sampit, Jumat.
Kasus gagal ginjal pada anak memang tengah menjadi sorotan banyak pihak. Hal ini sungguh memprihatinkan, terlebih menyangkut generasi muda yang akan menjadi penerus bangsa.
Beberapa wilayah di Indonesia diketahui memiliki angka kasus cuci darah pada anak yang cukup tinggi. Antara lain, Provinsi DKI Jakarta atau tepatnya di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) ada 60 anak yang menjalani terapi penyakit gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah secara rutin.
Kemudian, di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Provinsi Jawa Barat mencatat ada peningkatan angka kasus anak dengan penyakit ginjal kronik. Meski tak signifikan, namun setidaknya ada 10-20 anak per bulan yang memerlukan cuci darah rutin.
Sementara untuk Kotim, Irfansyah mengaku pihaknya belum menerima laporan adanya anak atau pelajar yang mengalami gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Namun, bukan berarti tidak ada dan bukan berarti pula anak di Kotim aman dari ancaman serupa.
Baca juga: Disdik Kotim sebut keaktifan di PMM berimbas pada TPP
“Maka dari itu, kami sudah mengimbau kepada sekolah, khususnya kantin-kantin di sekolah agar menyajikan makanan yang sehat untuk anak-anak,” ujarnya.
Sebenarnya, pihaknya lebih menyarankan anak-anak untuk membawa bekal dari rumah. Sebab, bekal yang dibawa dan disiapkan oleh orang tua atau wali tentu akan lebih memperhatikan nutrisi.
Namun, di sisi lain pihaknya juga tidak bisa melarang adanya kantin di sekolah. Apalagi, selama pandemi COVID-19 dan diberlakukannya pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau belajar online kantin-kantin sekolah tidak beroperasi dan baru mulai bangkit setelah pandemi.
Oleh sebab itu, alih-alih melarang adanya kantin di sekolah, pihaknya mengimbau agar pemilik atau pengelola kantin agar bekerja sama dalam menjaga asupan makanan dan minuman yang aman bagi kesehatan anak-anak.
Disamping itu, Irfansyah menyampaikan bahwa Disdik memiliki program bersama Dinas Kesehatan, melalui puskesmas untuk melakukan inspeksi ke kantin-kantin sekolah setiap bulan. Meski ia mengakui bahwa selama pandemi program tersebut sempat ditiadakan, namun rencananya program tersebut akan lebih digalakkan.
Kalau sebelumnya program ini lebih fokus pada halal atau tidak dan kadar lemak pada makanan, tapi kedepannya kandungan gula dan zat-zat yang dapat mempengaruhi kesehatan juga akan lebih diperhatikan.
Baca juga: Disdik Kotim lakukan sinkronisasi data pendidik dan kependidikan
Baca juga: Disdik Kotim imbau orang tua larang anak ke sekolah mengendarai sepeda listrik
Baca juga: Telusuri dugaan pungli di sekolah, DPRD Kotim gelar RDP dengan Disdik