Sampit (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah (Kalteng) merilis data persentase penduduk miskin (P0) per kabupaten/kota yang di provinsi setempat.
“Persentase penduduk miskin di Kotim berada di angka 5,66 persen dan menempati peringkat keenam di Kalteng, sedangkan yang paling tinggi itu di Kabupaten Seruyan,” kata Kepala BPS Kotim Eddy Surahman di Sampit, Rabu.
Eddy menyampaikan data terakhir terkait persentase penduduk miskin di Kalteng telah dirilis pada Juli 2024 dan bebas diakses oleh masyarakat melalui laman resmi BPS Kalteng atau melalui link berikut, https://kalteng.bps.go.id/id/
Secara keseluruhan persentase penduduk miskin di Kalteng adalah 5,17 persen, adapun untuk urutan per kabupaten/kota mulai dari yang tertinggi adalah Seruyan 7,08 persen, Barito Timur 6,66 persen, Murung Raya 6,58 persen, Gunung Mas 5,68 persen, Barito Utara 5,67 persen
Selanjutnya, Kotawaringin Timur 5,66 persen, Katingan 5,26 persen, Kapuas 5,25 persen, Barito Selatan 4,83 persen, Pulang Pisau 4,56 persen, Sukamara 4,14 persen, Kotawaringin Barat 4,11 persen, Palangka Raya 3,52 persen dan Lamandau 3,25 persen.
“Data ini berdasarkan survei sosial ekonomi nasional persentase penduduk miskin menurut kabupaten/kota di Kalteng,” imbuhnya.
Data ini disampaikan sekaligus untuk meluruskan informasi yang beredar melalui media online yang menempatkan Kotim di posisi pertama kabupaten termiskin di Kalteng.
Dalam berita online itu memuat data yang diklaim bersumber dari BPS, tanpa ada keterangan dari narasumber atau pihak manapun yang menguatkan data tersebut.
Sebagai lembaga yang namanya dicatut dalam pemberitaan tersebut, Eddy justru mempertanyakan data itu, karena pihaknya merasa tidak pernah merilis data demikian.
“Sebenarnya data itu juga jadi pertanyaan kami, karena disitu disebutkan sumbernya dari BPS, sedangkan data BPS sendiri tidak seperti itu,” ujarnya.
Baca juga: DLH Kotim minta masyarakat bantu penanganan sampah
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa untuk mengukur angka kemiskinan antar wilayah tidak bisa dengan cara membandingkan jumlah jiwa atau agregat data kemiskinan, melainkan secara persentase.
Jika perbandingan dilakukan berdasarkan agregat data kemiskinan, maka Kotim yang notabene memiliki jumlah penduduk terbesar di Kalteng tentu akan menempati posisi pertama kabupaten dengan angka kemiskinan tertinggi.
Namun, cara itu tidak dibenarkan. Sebab, untuk mengukur keberhasilan pemerintah dalam pengentasan kemiskinan, maka yang menjadi acuan adalah persentase antar wilayah.
Eddy pun mengambil contoh Kota Jakarta dengan jumlah penduduk mencapai 10 juta jiwa, apabila 1 persen saja penduduknya masuk kategori miskin maka jumlahnya sekitar 100.000 jiwa.
Jumlah itu sangat besar jika dibandingkan jumlah penduduk miskin di kota besar lainnya di Indonesia, padahal secara persentase terbilang kecil.
“Begitu juga di Kotim yang 5.66 persen atau sekitar 20.000 jiwa, angka itu kecil sekali. Jadi tidak adil kalau membandingkan jumlah agregat antar wilayah, harusnya yang dilihat adalah persentasenya,” tegas Eddy.
Ia menambahkan, kesalahan informasi seperti ini dapat merugikan banyak pihak. Masyarakat awam yang tidak paham akan mengira kesalahan informasi itu sebagai kebenaran.
Kemudian, pemerintah daerah yang melaksanakan program pengentasan kemiskinan, tapi dengan adanya data yang tidak valid seperti itu tentu juga akan dirugikan dan bisa mendapat penilaian negatif.
“Terakhir, tentunya kami juga merasa dirugikan, karena data yang kami rilis tidak seperti itu. Untuk itu, kami mengimbau kepada pihak manapun agar berkonsultasi ke kami jika ingin membaca data, supaya tidak salah persepsi dan pakailah sumber yang jelas,” demikian Eddy.
Baca juga: Pemkab Kotim siapkan Rp280 juta pemeliharaan jalan kawasan PPM
Baca juga: Wabup Kotim soroti tumpukan sampah di PIM Sampit
Baca juga: Pemkab Kotim periksa stok pangan ke distributor hingga pasar