Sampit (ANTARA) - Rokok ilegal ternyata masih banyak beredar di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah sehingga Bea Cukai setempat terus gencar melakukan penindakan.
"Kalau kami di Bea Cukai Sampit ini hampir rata-rata tiap pekan melakukan penindakan," kata Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Sampit, Agus Dwi Setia Kuncoro di Sampit, Rabu.
Menurutnya, wilayah Kalimantan Tengah ini merupakan salah satu daerah distribusi rokok ilegal, sedangkan daerah produksinya mayoritas di Pulau Jawa seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat.
Ada beberapa jalur yang biasa digunakan para pelaku untuk memasok rokok ilegal yakni melalui jalur darat dan laut atau sungai. Deteksi ini memerlukan dukungan semua pihak, terutama pengelola angkutan.
Rokok polos atau ilegal yang ditemukan selama ini berasal dari dua sumber, yakni pabrik rokok dalam negeri dan impor rokok. Untuk impor yang pernah dideteksi itu berasal dari perbatasan Kalimantan Barat karena berbatasan langsung dengan luar negeri. Sering ditemukan rokok ilegal diangkut bersamaan dengan produk ekspor.
"Kami perlu bekerja sama dengan teman-teman pengangkut. Makanya jadi mitra kami juga untuk bersinergi. Makanya apa yang menjadi tugas mereka, mereka juga bisa lebih patuh lagi dengan ketentuan-ketentuan yang ada," harapnya.
Seperti diketahui bahwa di Kalimantan Tengah ini banyak perusahaan perkebunan kelapa sawit. Lokasi-lokasi ini rawan menjadi tempat penjualan rokok ilegal, selain lokasi lainnya seperti sentra-sentra ekonomi dan pusat perdagangan.
Baca juga: Gubernur kukuhkan Shalahudin sebagai Pjs Bupati Kotim
Menurut Agus, rokok dikatakan ilegal karena tidak dilengkapi pita cukai atau polos. Ada juga yang dilengkapi pita cukai tetapi pita cukai palsu. Untuk itulah sesuai kewenangan dan tanggung jawab, pihaknya dibekali kemampuan atau keahlian untuk mendeteksi apakah pita cukai itu asli atau palsu.
"Ada juga yang biasanya salah peruntukan atau personifikasi. Jadi, ada pita cukai yang seharusnya dibayarkan untuk rokok mahal tetapi digunakan untuk rokok murah. Ada pula yang seharusnya untuk pabrik besar, tapi digunakan pabrik kecil," tambahnya.
Untuk menekan peredaran rokok ilegal, Bea Cukai Sampit menjalankan dua kegiatan bersamaan yaitu sosialisasi tentang cara bagi masyarakat untuk mengidentifikasi rokok yang legal dan ilegal. Di saat bersamaan, Bea Cukai Sampit juga melaksanakan operasi penindakan.
Agus menyebutkan, Bea Cukai Sampit sebelumnya melakukan pemusnahan barang bukti rokok ilegal pada Desember 2023 lalu dengan nilai kerugian negara sekitar Rp600 juta. Untuk pemusnahan barang bukti hasil penindakan 2024 rencananya akan dilakukan pada Januari 2025, setelah dihitung berapa nilai barang dan nilai kerugian negaranya.
Terkait sanksi hukum, Agus menyebutkan bahwa ada pelanggaran yang sifatnya pidana dan ada pelanggaran yang sifatnya administratif. Saat ini penyelesaian perkara lebih banyak pada administratif dengan pemberlakuan denda.
"Omnibuslaw memang mendorong itu. Jadi sebisa mungkin penindakan pidana itu menjadi pilihan terakhir. Jadi lebih banyak pada sanksi administrasi. Pemulihan kerugian negara yakni tiga kali lebih besar dari cukai yang harus dibayar," demikian Agus.
Baca juga: Netralitas ASN jadi fokus utama Bawaslu Kotim dalam pengawasan kampanye
Baca juga: Diskominfo siapkan internet gratis di Taman Kota Sampit
Baca juga: Tingkatkan aksesibilitas dan konektivitas, Diskominfo Kotim bagikan perangkat internet
"Kalau kami di Bea Cukai Sampit ini hampir rata-rata tiap pekan melakukan penindakan," kata Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Sampit, Agus Dwi Setia Kuncoro di Sampit, Rabu.
Menurutnya, wilayah Kalimantan Tengah ini merupakan salah satu daerah distribusi rokok ilegal, sedangkan daerah produksinya mayoritas di Pulau Jawa seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat.
Ada beberapa jalur yang biasa digunakan para pelaku untuk memasok rokok ilegal yakni melalui jalur darat dan laut atau sungai. Deteksi ini memerlukan dukungan semua pihak, terutama pengelola angkutan.
Rokok polos atau ilegal yang ditemukan selama ini berasal dari dua sumber, yakni pabrik rokok dalam negeri dan impor rokok. Untuk impor yang pernah dideteksi itu berasal dari perbatasan Kalimantan Barat karena berbatasan langsung dengan luar negeri. Sering ditemukan rokok ilegal diangkut bersamaan dengan produk ekspor.
"Kami perlu bekerja sama dengan teman-teman pengangkut. Makanya jadi mitra kami juga untuk bersinergi. Makanya apa yang menjadi tugas mereka, mereka juga bisa lebih patuh lagi dengan ketentuan-ketentuan yang ada," harapnya.
Seperti diketahui bahwa di Kalimantan Tengah ini banyak perusahaan perkebunan kelapa sawit. Lokasi-lokasi ini rawan menjadi tempat penjualan rokok ilegal, selain lokasi lainnya seperti sentra-sentra ekonomi dan pusat perdagangan.
Baca juga: Gubernur kukuhkan Shalahudin sebagai Pjs Bupati Kotim
Menurut Agus, rokok dikatakan ilegal karena tidak dilengkapi pita cukai atau polos. Ada juga yang dilengkapi pita cukai tetapi pita cukai palsu. Untuk itulah sesuai kewenangan dan tanggung jawab, pihaknya dibekali kemampuan atau keahlian untuk mendeteksi apakah pita cukai itu asli atau palsu.
"Ada juga yang biasanya salah peruntukan atau personifikasi. Jadi, ada pita cukai yang seharusnya dibayarkan untuk rokok mahal tetapi digunakan untuk rokok murah. Ada pula yang seharusnya untuk pabrik besar, tapi digunakan pabrik kecil," tambahnya.
Untuk menekan peredaran rokok ilegal, Bea Cukai Sampit menjalankan dua kegiatan bersamaan yaitu sosialisasi tentang cara bagi masyarakat untuk mengidentifikasi rokok yang legal dan ilegal. Di saat bersamaan, Bea Cukai Sampit juga melaksanakan operasi penindakan.
Agus menyebutkan, Bea Cukai Sampit sebelumnya melakukan pemusnahan barang bukti rokok ilegal pada Desember 2023 lalu dengan nilai kerugian negara sekitar Rp600 juta. Untuk pemusnahan barang bukti hasil penindakan 2024 rencananya akan dilakukan pada Januari 2025, setelah dihitung berapa nilai barang dan nilai kerugian negaranya.
Terkait sanksi hukum, Agus menyebutkan bahwa ada pelanggaran yang sifatnya pidana dan ada pelanggaran yang sifatnya administratif. Saat ini penyelesaian perkara lebih banyak pada administratif dengan pemberlakuan denda.
"Omnibuslaw memang mendorong itu. Jadi sebisa mungkin penindakan pidana itu menjadi pilihan terakhir. Jadi lebih banyak pada sanksi administrasi. Pemulihan kerugian negara yakni tiga kali lebih besar dari cukai yang harus dibayar," demikian Agus.
Baca juga: Netralitas ASN jadi fokus utama Bawaslu Kotim dalam pengawasan kampanye
Baca juga: Diskominfo siapkan internet gratis di Taman Kota Sampit
Baca juga: Tingkatkan aksesibilitas dan konektivitas, Diskominfo Kotim bagikan perangkat internet