Sampit (ANTARA) - Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DMPD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah Raihansyah mengaku prihatin akan maraknya kasus yang melibatkan aparatur desa dan berharap hal ini menjadi pelajaran bagi aparatur desa lainnya.
“Kami turut prihatin atas kondisi tersebut, ini perlu menjadi perhatian bersama khususnya bagi aparatur desa agar lebih berhati-hati, terbuka dan transparan dalam pengelolaan keuangan desa sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku,” kata Raihansyah di Sampit, Senin.
Belakangan terkuak sejumlah kasus melibatkan aparatur desa, khususnya kepala desa (kades) di Kotim, mulai dari dugaan korupsi anggaran desa, pemalsuan ijazah, penggelapan SHK hingga perselingkuhan.
Berdasarkan pengamatan pihaknya, kebanyakan kasus terutama yang berhubungan dengan pengelolaan keuangan desa terjadi pada rentang waktu 2017-2020. Tak sedikit pejabat yang bertanggungjawab kala itu sudah pensiun bahkan meninggal dunia.
Kasus seperti ini bukan hanya menyebabkan kerugian negara, tapi juga menyulitkan ketika dilakukan pemeriksaan. DPMD sebagai ujung tombak dari pemerintahan desa kerap diminta menjadi saksi dalam proses pemeriksaan tersebut.
“Untuk melengkapi kesaksian tersebut kami harus menggali kembali bahan atau laporan dari tahun yang telah lewat, sedangkan pada rentang tahun itu belum menggunakan arsip digital dan semacamnya, jadi cukup sulit untuk mencarinya,” ujarnya.
Kendati demikian, pihaknya berupaya semaksimal mungkin untuk membantu aparat berwenang dalam menindaklanjuti kasus tersebut dengan tetap berpedoman pada tugas dan fungsinya.
Namun, hal ini hendaknya menjadi pelajaran pula bagi aparatur desa saat ini agar lebih berhati-hati, teliti dan transparan dalam pengelolaan keuangan maupun administrasi desa, sehingga ketika terjadi dugaan pelanggaran yang bersangkutan bisa membuktikan.
Baca juga: Disdik Kotim usut dugaan kepsek bolos kerja lebih dari sebulan
Maraknya kasus melibatkan aparatur desa ini pun menjadi sorotan banyak pihak, termasuk legislator setempat yang kemudian mendorong pemerintah daerah melalui DPMD meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap aparatur desa.
Terkait hal ini, Raihansyah menjelaskan tugas DPMD adalah untuk memfasilitasi dan melakukan pembinaan terhadap aparatur desa. Hal ini pun telah dilaksanakan selama ini.
“Bukan hanya terkait pengelolaan anggaran desa tapi kami juga memberikan pembinaan atau imbauan agar kades dan jajaran tidak melakukan hal-hal yang meresahkan masyarakat,” ucapnya.
DPMD Kotim juga telah melaksanakan tindak lanjut dan tahapan-tahapan yang harus dilakukan setiap ada kades yang melanggar etika sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Namun, terkadang ada keinginan dari masyarakat tidak bisa serta merta dipenuhi. Contohnya, ketika terjadi kasus yang melibatkan kades lalu masyarakat meminta agar kades tersebut segera mundur dari jabatan atau bupati segera mencopot jabatan kades itu.
Raihansyah menyebut kades merupakan jabatan politik yang ada di desa. Setiap kades dipilih melalui proses yang sangat panjang dan ketika ingin melakukan pemberhentian pun ada tahapan-tahapan dan kajiannya.
Ada tiga landasan yang bisa menyebabkan kades berhenti dari jabatannya, yakni pengunduran diri secara sukarela, meninggal dunia dan terlibat kasus kemudian menjadi terpidana dengan putusan tetap dari pengadilan atau inkrah.
“Kami juga melakukan pembinaan dari segi etika dan moral seperti yang diminta oleh DPRD. Kedepannya, kami juga akan melibatkan Apdesi untuk turut melakukan pembinaan terhadap kades-kades sehingga diharapkan tidak ada lagi kades kita yang berurusan dengan hukum,” demikian Raihansyah.
Baca juga: Efisiensi anggaran jadi tantangan kepemimpinan Harati di periode kedua
Baca juga: Disnakertrans Kotim bantu pulangkan belasan pekerja asal Karawang
Baca juga: Potensi industri hilir Kotim dilirik investor luar negeri