IUP PT Billy Dan IBB Minta Ditinjau

id IUP PT Billy Dan IBB Minta Ditinjau

Melihat masih adanya aktivitas PT Billy dan PT IBB itu Komisi D langsung mengadakan rapat internal membahas permasalahan tersebut
Palangka Raya (Antara Kalteng) - Kalangan legislator Kalimantan Tengah meminta Pemerintah Kotawaringin Timur meninjau ulang pemberian izin usaha pertambangan PT Billy Indonesia dan PT Indonesia Bauksit Bajarau.

Hasil rapat dengar pendapat (RDP) beberapa waktu lalu, dua perusahaan tambang di Kota Parenggean Kabupaten Kotim itu diminta sementara menghentikan aktivitas, kata Anggota Komisi D DPRD Kalteng Artaban di Palangka Raya, Jumat.

"Melihat masih adanya aktivitas PT Billy dan PT IBB itu Komisi D langsung mengadakan rapat internal membahas permasalahan tersebut. Bupati Kotim Supian Hadi harus meninjau IUP dua perusahaan itu," tambah Artaban.

Rapat internal itu diadakan karena aktivitas PT Billy dan PT IBB berhubungan dengan tugas pokok dan fungsi Komisi D DPRD Kalteng, yakni masalah infrastruktur jalan, perkampungan dan terminal khusus (Tersus).

Artaban mengatakan, berdasarkan data dan peta yang diperoleh dari Dinas Tenaga Pertambangan dan Energi (Distamben) Kalteng, PT IBB mempunyai Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksporasi bauksit dengan No.162/2011, 14 Januari 2011 dengan luas lahan 4.826 hektare.

Sementara PT Billy Indonesia memiliki IUP eksplorasi bauksit No.421/2010, 15 Desember 2010 dengan luas 1.261 hektare. Jadi melihat peta dengan luas perizinan yang diberikan akan mengancam keberadaan kota parenggean dan seluruh penduduk setempat

"Peta tersebut dengan jelas yang tersisa nantinya hanya bagian Pasar Parengean, sementara perkampungan penduduk, bangunan sekolah seperti SMA, kompleks perkuburan dan sebagainya akan habis," kata Artaban.

Ketua Komisi D DPRD Kalteng Syahrani Umbran mengatakan, sejak Bupati Kotim dijabat Wahyudi K Anwar, perizinan untuk perusahaan yang ingin beroperasi di wilayah tersebut memang tidak pernah diberikan.

Jika melihat keluarnya tiga tongkang bauksit dari wilayah itu, ada dugaan izin berlayar dari Kemenhub juga dipaslukan. Karena dari informasi yang disampaikan, dokumen barang itu dari Desa Kenyala, bukan dari Parenggean.

"Pemerintah Pusat saja melarang menerbitkan izin pada hutan lindung, masa di pemukiman diberi izin. Parenggean masuk dalam APL, mengapa ada izin di daerah pemukiman. Apapun alasannya, yang namanya Amdal di daerah pemukiman tidak bisa diberikan," demikian Syahrani.



(T.KR-JWM/B/S019/S019)