KPK minta putusan MK terkait napi korupsi dituangkan di PKPU

id KPK minta putusan MK terkait napi korupsi dituangkan di PKPU,napi korupsi,Juru Bicara KPK Febri Diansyah

KPK minta putusan MK terkait napi korupsi dituangkan di PKPU

Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (11/12/2019). ANTARA/Benardy Ferdiansyah/pri.

Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar materi yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat mantan terpidana perkara korupsi maju dalam pilkada segera dituangkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).

"Sebagai tindak lanjut dan agar langsung dapat diimplementasikan, materi yang sudah ditegaskan MK tersebut perlu dituangkan secara lebih teknis di Peraturan KPU," ucap Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Ia pun menyatakan dari perspektif pemberantasan korupsi, KPK melihat putusan MK tersebut dapat mengurangi risiko koruptor kembali menjadi kepala daerah.

Sebelumnya, putusan MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada terkait syarat mantan terpidana perkara korupsi maju dalam Pilkada.

Ada pun uji materi tersebut diajukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Ketua MK Anwar Usman pada amar putusannya mengabulkan sebagian permohonan dari ICW dan Perludem tersebut.

Anwar menyatakan Pasal 7 Ayat (2) Huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai telah melewati jangka waktu lima tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Artinya, mantan terpidana baru bisa mencalonkan diri sebagai kepala daerah setelah melalui masa tunggu lima tahun usai menjalani pidana penjara.

Dengan demikian MK mengabulkan permohonan adanya masa tunggu bagi mantan terpidana selama lima tahun sebelum mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Ada pun permohonan ICW dan Perludem mengenai waktu masa tunggu selama 10 tahun, tidak dikabulkan.

Lebih lanjut, Febri pun menyatakan bahwa salah satu poin yang perlu ditegaskan adalah titik awal dihitungnya waktu 5 tahun adalah setelah pelaksanaan putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Dalam tindak pidana korupsi, kata dia, selain hukuman pidana penjara, ada hukuman denda, uang pengganti, dan juga pidana tambahan pencabutan hak politik.

"Harapan KPK tentu saja setelah semua putusan pidana tersebut dilaksanakan barulah dapat dihitung titik awal 5 tahun tersebut. Jadi, semua hukuman yang dituangkan di putusan sudah dilaksanakan, baik pidana penjara, lunas denda, lunas uang pengganti, dan telah melaksanakan pencabutan hak politik," ujar Febri.