Harga batu bara acuan naik 33 persen
Jakarta (ANTARA) - Kementerian ESDM mencatat harga batu bara acuan atau HBA telah menyentuh angka 215,01 dolar AS per ton pada November 2021 atau naik 33 persen dibandingkan harga bulan lalu senilai 161,63 dolar AS per ton.
"Harga ini merupakan level HBA tertinggi dalam puluhan tahun terakhir," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, Senin.
Agung menjelaskan kenaikan harga batu bara acuan itu disebabkan permintaan dari China meningkatkan menyusul mulai memasuki musim dingin serta kondisi cuaca buruk, sehingga kegiatan produksi dan transportasi di provinsi produsen batu bara terganggu.
Faktor komoditas lain, seperti kenaikan harga gas alam juga memiliki pengaruh dalam menentukan harga batu bara global.
"Supercycle masih punya pengaruh mendorong kenaikan harga komoditas dasar akibat dari adanya pertumbuhan ekonomi global baru pasca pandemi," ujar Agung.
Sepanjang tahun ini, harga batu bara acuan mengalami reli yang luar biasa.
Pada Januari, harga batu bara acuan dibuka 75,84 dolar AS per ton. Kemudian, harga emas hitam ini mengalami kenaikan 87,79 dolar AS per ton pada Februari.
Harga batu bara acuan sempat turun sedikit ke angka 84,47 dolar AS per ton pada Maret. Selanjutnya, harga meningkatkan signifikan hampir tiga kali lipat dalam empat bulan terakhir dan menyentuh puncak 215,01 dolar AS per ton pada November 2021.
Agung menjelaskan harga batu bara acuan merupakan harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6.322 per kilogram GAR, total kelembaban 8 persen, total belerang 0,8 persen, dan abu 15 persen.
Ada dua faktor turunan yang mempengaruhi pergerakan harga batu bara acuan yaitu, penawaran dan permintaan.
Pada faktor turunan penawaran dipengaruhi oleh cuaca, teknis tambang, kebijakan negara pemasok, hingga teknis di rantai pasok, seperti kereta, tongkang, maupun terminal bongkar muat.
Sementara untuk faktor turunan permintaan dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti gas alam cair, nuklir, dan hidro.
Nantinya, harga batu bara acuan November ini akan dipergunakan pada penentuan harga batu bara pada titik serah penjualan secara free on board di atas kapal pengangkut selama satu bulan ke depan.
"Harga ini merupakan level HBA tertinggi dalam puluhan tahun terakhir," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, Senin.
Agung menjelaskan kenaikan harga batu bara acuan itu disebabkan permintaan dari China meningkatkan menyusul mulai memasuki musim dingin serta kondisi cuaca buruk, sehingga kegiatan produksi dan transportasi di provinsi produsen batu bara terganggu.
Faktor komoditas lain, seperti kenaikan harga gas alam juga memiliki pengaruh dalam menentukan harga batu bara global.
"Supercycle masih punya pengaruh mendorong kenaikan harga komoditas dasar akibat dari adanya pertumbuhan ekonomi global baru pasca pandemi," ujar Agung.
Sepanjang tahun ini, harga batu bara acuan mengalami reli yang luar biasa.
Pada Januari, harga batu bara acuan dibuka 75,84 dolar AS per ton. Kemudian, harga emas hitam ini mengalami kenaikan 87,79 dolar AS per ton pada Februari.
Harga batu bara acuan sempat turun sedikit ke angka 84,47 dolar AS per ton pada Maret. Selanjutnya, harga meningkatkan signifikan hampir tiga kali lipat dalam empat bulan terakhir dan menyentuh puncak 215,01 dolar AS per ton pada November 2021.
Agung menjelaskan harga batu bara acuan merupakan harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6.322 per kilogram GAR, total kelembaban 8 persen, total belerang 0,8 persen, dan abu 15 persen.
Ada dua faktor turunan yang mempengaruhi pergerakan harga batu bara acuan yaitu, penawaran dan permintaan.
Pada faktor turunan penawaran dipengaruhi oleh cuaca, teknis tambang, kebijakan negara pemasok, hingga teknis di rantai pasok, seperti kereta, tongkang, maupun terminal bongkar muat.
Sementara untuk faktor turunan permintaan dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti gas alam cair, nuklir, dan hidro.
Nantinya, harga batu bara acuan November ini akan dipergunakan pada penentuan harga batu bara pada titik serah penjualan secara free on board di atas kapal pengangkut selama satu bulan ke depan.