"Ketika konsumen sudah berniat membeli tiket, mereka sudah berpikir persiapan yang lain," kata Anton saat dihubungi ANTARA, Selasa.
Persiapan lainnya meliputi biaya tes antigen atau PCR yang masuk ke dalam syarat perjalanan transportasi yang dipilih oleh konsumen hingga biaya untuk karantina mandiri bila bepergian dari luar negeri. Kini konsumen telah terbiasa dengan gaya wisata baru yang mau tidak mau memakan biaya lebih besar dibandingkan sebelum pandemi.
"Mindset wisatawan sekarang juga berubah, orang-orang sudah tahu kalau mau traveling pasti ada cost lebih," kata dia.
Baca juga: China berlakukan tes usap anal bagi wisatawan
Ini berbeda dari masa sebelum pandemi COVID-19 dimana wisatawan bisa memutuskan untuk bepergian secara mendadak jelang akhir pekan asalkan mendapatkan tiket ke destinasi yang diinginkan. Kali ini, pelancong telah terbiasa punya persiapan lebih matang untuk memenuhi syarat-syarat perjalanan selama pandemi.
Setelah melewati level-level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang berbeda sepanjang pandemi, dia menilai penerapan PPKM level 3 pada libur panjang Natal dan tahun baru tidak akan berdampak terlalu besar karena masyarakat sudah terbiasa. Namun akan beda halnya jika yang diterapkan ternyata pembatasan yang lebih ketat.
Adaptasi wisatawan di era kenormalan baru juga terbantu oleh peran vaksinasi COVID-19 yang masih terus digalakkan serta biaya tes usap PCR yang sudah lebih murah dibandingkan awal pandemi.
"Itu juga saya rasa boleh dikatakan cukup membantu, sesuai harapan dan 'tidak menghalangi' untuk bepergian karena mereka sudah tahu ada cost untuk bepergian, yang harus dikeluarkan seperti kewajiban PCR dan antigen."
Baca juga: Wisatawan ke Bali meningkat hingga tembus 8.000 per hari
Baca juga: Tips liburan ke luar negeri saat pandemi ala Raffi Ahmad
Baca juga: Ini panduan terbaru CDC guna cegah penyebaran COVID-19 selama liburan