Jakarta (ANTARA) - Para ilmuwan sedang mengerjakan alternatif untuk vaksin COVID-19 yang bisa diberikan tanpa suntikan, tetapi melalui hidung.
Seperti dikutip dari DW, Sabtu, para ilmuwan di Meksiko saat ini mencoba membuat vaksin yang bisa diberikan melalui hidung yang disebut Patria - yang berarti tanah air dalam bahasa Spanyol. Mereka berharap vaksin ini bisa segera memulai uji klinis.
Ketua Departemen Mikrobiologi di Ichan School of Medicine, Mount Sinai Hospital, Amerika Serikat Peter Palese, mengembangkan bahan utama yang digunakan dalam vaksin nasal bersama tim penelitinya.
Dalam sebuah wawancara, dia mengatakan salah satu keuntungan utama dari vaksin nasal yakni kemampuannya untuk disimpan di lemari es pada suhu 2-4 derajat Celcius, ketimbang suhu sangat rendah untuk Pfizer dan Moderna.
"Jauh, jauh lebih murah untuk memproduksi vaksin ini dibandingkan dengan vaksin mRNA oleh Pfizer dan Moderna," kata Palese.
Uji coba fase satu dan dua saat ini sedang difasilitasi secara paralel karena urgensi pandemi. Orang-orang dari lima negara terlibat dalam uji coba dan data awal diharapkan pada Juli ini.
"Ini bekerja dengan baik pada hewan, kami memiliki penelitian yang fantastis dan menarik pada hamster dan tikus, tetapi jelas tikus dan hamster bukanlah manusia," tutur Palese.
Di sisi lain, para ilmuwan di Washington University di St Louis juga sedang mengerjakan vaksin nasal COVID-19.
Tim peneliti yang dipimpin pakar imunologi virus Michael Diamond dan ahli onkologi David Curial menemukan, tikus yang menerima dosis tunggal vaksin melalui hidung sepenuhnya terlindungi dari SARS-CoV-2.
Tetapi tikus yang menerima vaksin yang sama melalui suntikan hanya terlindungi sebagian.
Untuk membuat vaksin, para peneliti memasukkan spike protein SARS-CoV-2 di dalam adenovirus, yang menyebabkan flu biasa. Tetapi mereka mengubah adenovirus sehingga tidak dapat menyebabkan penyakit.
Hal ini memungkinkan tubuh untuk mengembangkan pertahanan kekebalan terhadap protein lonjakan.
"Dosis tunggal menghasilkan respons imun yang kuat. Vaksin yang membutuhkan dua dosis untuk perlindungan penuh kurang efektif karena beberapa orang, karena berbagai alasan, tidak pernah menerima dosis kedua," kata Curial.
Kemudian, karena vaksin tidak mengandung virus hidup, maka akan akan menjadi pilihan yang baik untuk orang-orang dengan sistem kekebalan terganggu seperti pasien kanker, HIV dan diabetes, demikian pendapat para ilmuwan.
Penerjemah: Lia Wanadriani Santosa
Berita Terkait
Jokowi terbitkan Perpres akhiri penanganan COVID-19 dan tugas KPCPEN
Sabtu, 5 Agustus 2023 12:11 Wib
Vaksinasi COVID-19 gratis berakhir 31 Desember 2023
Selasa, 25 Juli 2023 15:22 Wib
Penanganan COVID-19 tak lagi gratis bila sudah masuk endemi
Senin, 19 Juni 2023 20:44 Wib
Jokowi: Indonesia masuk status endemi COVID-19
Rabu, 14 Juni 2023 13:23 Wib
Kemenkes susun strategi akhiri kedaruratan COVID-19 di Indonesia
Sabtu, 6 Mei 2023 11:20 Wib
WHO umumkan COVID-19 berakhir sebagai darurat kesehatan global
Sabtu, 6 Mei 2023 11:17 Wib
Kemenkes sebut 841 orang sembuh COVID
Rabu, 26 April 2023 16:42 Wib
Jokowi beri arahan soal peniadaan buka puasa bersama
Kamis, 23 Maret 2023 11:39 Wib