Kasus suap hakim agung bukan karena tekanan dan ancaman

id Ketua Komisi Yudisial ,Amzulian Rifai,Kalteng,suap hakim agung

Kasus suap hakim agung bukan karena tekanan dan ancaman

Ilustrasi suap. (Arsip Antaranews)

Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Yudisial Amzulian Rifai mengatakan kasus suap yang menjerat sejumlah hakim agung bukan karena tekanan maupun ancaman dari pihak-pihak yang terlibat dalam jeratan kasus tertentu, melainkan goyahnya integritas ketika berhadapan dengan uang.

"Kalau pengalaman saya sejauh ini, saya yakin mereka (hakim agung) tidak mempan ditekan, tidak mempan ditakut-takuti. Kalau mereka tidak menyerah dengan integritasnya, artinya tekanan apa pun bisa diatasi, saya yakin hakim sanggup menolak suap itu," kata Amzulian di Jakarta, Senin.

Amzulian mengatakan bahwa hakim agung sudah sangat terlatih dalam menghadapi tekanan maupun ancaman yang datang dari sejumlah pihak untuk memuluskan jalannya persidangan dan meringankan hukuman melalui putusan hakim.

"Mereka sudah terlatih untuk ditekan, seseorang yang sampai jabatan hakim agung, ya, mereka enggak mempan ditekan," jelasnya.

Hakim agung, kata Amzulian, adalah posisi prestasi puncak atau yang paling tinggi membawahi lingkungan peradilan umum, agama, militer, dan tata usaha negara. Jabatan tersebut juga sudah mendapatkan penghasilan yang tinggi sehingga tidak ada alasan bagi mereka untuk menerima suap.

"Semuanya mengaku ini adalah prestasi puncak yang diidam-idamkan. Kalau sudah tercapai, dari sisi penghasilan saya pikir sudah luar biasa. Negara sekarang memperhatikan penghasilan para hakim agung. Jadi, tidak ada alasan lagi menerima suap," ucapnya.

Sebelumnya, di akhir Mei 2023, majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, menjatuhkan hukuman pidana 8 tahun penjara kepada Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati yang menjadi terdakwa kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung.

Hakim Ketua Yoserizal mengatakan bahwa Sudrajad terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Sudrajad menerima suap sebesar 80.000 dolar Singapura dalam kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar. Dengan ketentuan, apabila denda itu tidak dibayar, diganti dengan kurungan selama 3 bulan," kata Yoserizal di PN Bandung, Selasa (30/5).

Penerimaan suap dalam kasus pidana suap KSP Intidana tersebut turut melibatkan Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh, yang hingga saat ini proses hukumnya masih belum selesai.

KPK mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Tipikor Bandung yang memvonis bebas Gazalba Saleh. Tim jaksa KPK telah menerima salinan putusan lengkap dan sedang dalam penyusunan memori kasasi.

"Saya harus sampaikan bahwa proses saudara Gazalba Saleh itu belum selesai. Kami masih ada upaya hukum yang luar biasa," kata Firli ditemui usai penandatanganan nota kesepahaman Komisi Yudisial (KY) dengan KPK di Auditorium Gedung KY, Jakarta, Kamis (24/8).