Ia mengatakan selama ini dirinya hanya berniat untuk bekerja memberikan pengabdian terbaik bagi bangsa dan negara serta seluruh rakyat Indonesia, baik sebagai aparatur maupun anggota masyarakat.
"Pembentukan opini tersebut seakan menjadi vonis yang mendahului putusan hakim," kata SYL saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.
Dia menyebutkan pembentukan opini yang mengarah pada cacian itu diterima SYL serta keluarganya, baik di tingkat pemeriksaan maupun selama proses persidangan.
Baca juga: SYL berencana laporkan uang korupsi Kementan mengalir ke 'green house'
Pembentukan opini itu, kata dia, berbentuk mulai dari berita bohong (hoaks) bahwa SYL menghilang dan melarikan diri pada saat melaksanakan tugas negara di luar negeri sampai berbagai hal yang melampaui batas keadaban masyarakat Indonesia.
SYL menilai pembentukan opini tersebut diproduksi dengan hebat, di mana isu liar dan tuduhan sesat terus terkapitalisasi, seolah-olah dirinya merupakan manusia yang rakus dan maruk.
Dirinya pun meyakini berbagai opini tersebut dirangkai untuk mempengaruhi publik dan membunuh karakter SYL.
"Bahkan kemungkinan juga berniat untuk mempengaruhi Majelis Hakim dalam memutuskan perkara ini dan kelihatan ada yang ingin mencari popularitas pada kasus ini," tuturnya.
Dengan pembingkaian opini yang beredar selama kasusnya, SYL pun menilai terdapat pembentukan psikologi yang membuat kepanikan dan ketakutan bagi orang-orang yang sebenarnya mau memberikan dukungan, baik fakta maupun morel.
Baca juga: Syahrul Yasin Limpo dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta
"Seakan tuduhan kepada saya ini bisa menyeret semua orang yang pernah berkenalan dan menjalin silaturahim dengan saya, baik dalam kedinasan maupun secara pergaulan," ungkap SYL menambahkan.
Maka dari itu, Mantan Gubernur Sulawesi Selatan tersebut berharap asas praduga tak bersalah harus dijunjung tinggi oleh semua orang serta memberikan hak jaminan perlindungan dan kesetaraan bagi warga negara Indonesia.
Sebelumnya, SYL dituntut pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) pada rentang waktu 2020-2023.
Baca juga: SYL dipersilahkan laporkan "green house" milik pimpinan partai
Selain itu, SYL dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp44,27 miliar dan ditambah 30 ribu dolar Amerika Serikat (AS), dikurangi dengan jumlah uang yang telah disita dan dirampas.
Jaksa menuntut agar SYL dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasus tersebut, SYL menjadi terdakwa lantaran diduga melakukan pemerasan atau menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar.
Pemerasan dilakukan Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.
Baca juga: Syahrul Yasin Limpo dkk akan dituntut hari ini
Baca juga: Takut dimutasi, Mantan Sekjen Kementan akui ikut perintah SYL
Baca juga: Para pejabat Kementan disebut kumpulkan uang Rp450 juta untuk beli mobil anak SYL