Muara Teweh (Antaranews Kalteng) - Kantor Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Barito Tengah Unit VI dan VIII Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah menggali situs sejarah sebagai potensi wisata di wilayah Desa Tongka Kecamatan Gunung Timang.
"Potensi wisata situs sejarah perlawanan rakyat setempat melawan penjajah Belanda tempo dulu ini kita berada di kawasan hutan adat setempat," kata Kepala Kantor Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Barito Tengah Unit VI dan VIII Kabupaten Barito Utara, Bahrudinsyah di Muara Teweh, Senin.
Menurut Bahrudinsyah, kawasan hutan di Desa Tongka yang berada di pedalaman Sungai Montallat (anak Sungai Barito) terdapat situs yang diyakini warga peninggalan nenek moyang suku Dayak diantaranya benteng di kawasan Bungut Inai.
Karena di benteng pertahanan ini warga saat perang melawan Belanda atau dikenal dengan sebutan perang Tongka yang terjadi pada 27 Mei - 1 Juni 1861 dan 8 Nopember 1861.
"Sisa lokasi benteng Belanda itu kini hanya tinggal tonggak kayu ulin atau sisa tiang kayu ulin yang berjejer di wilayah Bungut Inai tersebut.Memang kita juga pernah mendengar ada peperangan besar didalam sungai di wilayah desa ini.Tapi kita belum pernah menemukan bekasnya dan sekarang kita sudah tahu tempatnya,"katanya.
Bahrudinsyah menjelaskan selain benteng juga ditemukan Liang Tanyir Nyeloi, dimana tempat ini ditemukan beberapa tengkorak manusia diletakkan diatas batu atau mirip dengan pemakaman di Tanah Toraja.
Di wilayah Gunung Oke juga ditemukan tujuh peti mati. Dimana ini diyakini adalah kuburan warga sekitar. Namun peti matinya berada di atas batu.
Kemudian di Liang Daong ditemukan juga orang menjadi batu dan peninggalan nenek moyang Suku Dayak setempat disebut Batu Gadur.
"Dengan ditemukannya beberapa peninggalan situs,? maka bisa dipastikan Desa Tongka, dimana dari dulu telah dialiri anak sungai telah terdapat kehidupan.Hal ini sangat nampak adanya sisa peninggalan masa lalu," jelas dia.
Dia mengatakan selain situs sejarah juga Desa Tongka kaya akan potensi wisata alam berupa hutan seperti meranti dan kayu ulin dengan ukuran berdiameter besar serta bunga anggrek dari berbagai jenis.
Untuk kawasan hutan lebat ini terjaga dengan baik yang dipelihara oleh masyarakat adat sehingga ini bisa dijadikan potensi untuk kedepan sebagai kawasan wisata alam di daerah setempat.
"Oleh karena itu sangat wajar bila masyarakat ingin hutan di wilayah tersebut menjadi hutan adat, sebab disana juga tumbuh pohon ulin yang diyakini berumur ratusan tahun dan situs sejarah," katanya.
Bahrudinsyah mengatakan untuk menjadikan wilayah desa tersebut menjadi hutan adat,? tentu saja harus mendapat dukungan dari pemerintah daerah,? diantaranya aspek legalitas dan peraturan daerah harus dibuat.
Bila ini dapat dijadikan hutan adat dan didalamnya terdapat situs sejarah,? maka bisa dipastikan wilayah itu akan meningkat perekonomiannya. Karena saat ini akses ke Desa Tongka bisa ditempuh dengan kendaraan roda empat.
Namun untuk sampai di lokasi situs yang telah ditemukan,? hanya ada jalan setapak. Dan itu dapat ditempuh satu jam perjalanan dengan mengitari hutan lebat dan perbukitan.
"Pihaknya berharap dengan dijadikannya hutan ada serta adanya penemuan yang dianggap warga sakral, maka kedepannya banyak wisatawan berkunjung," ujar Bahrudinsyah.
KPHP Barito Tengah dengan wilayah kerja sebagian Kecamatan Teweh Tengah, Teweh Timur, Teweh Baru, Gunung Purei, Gunung Timang dan Kecamatan Montallat.
"Potensi wisata situs sejarah perlawanan rakyat setempat melawan penjajah Belanda tempo dulu ini kita berada di kawasan hutan adat setempat," kata Kepala Kantor Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Barito Tengah Unit VI dan VIII Kabupaten Barito Utara, Bahrudinsyah di Muara Teweh, Senin.
Menurut Bahrudinsyah, kawasan hutan di Desa Tongka yang berada di pedalaman Sungai Montallat (anak Sungai Barito) terdapat situs yang diyakini warga peninggalan nenek moyang suku Dayak diantaranya benteng di kawasan Bungut Inai.
Karena di benteng pertahanan ini warga saat perang melawan Belanda atau dikenal dengan sebutan perang Tongka yang terjadi pada 27 Mei - 1 Juni 1861 dan 8 Nopember 1861.
"Sisa lokasi benteng Belanda itu kini hanya tinggal tonggak kayu ulin atau sisa tiang kayu ulin yang berjejer di wilayah Bungut Inai tersebut.Memang kita juga pernah mendengar ada peperangan besar didalam sungai di wilayah desa ini.Tapi kita belum pernah menemukan bekasnya dan sekarang kita sudah tahu tempatnya,"katanya.
Bahrudinsyah menjelaskan selain benteng juga ditemukan Liang Tanyir Nyeloi, dimana tempat ini ditemukan beberapa tengkorak manusia diletakkan diatas batu atau mirip dengan pemakaman di Tanah Toraja.
Di wilayah Gunung Oke juga ditemukan tujuh peti mati. Dimana ini diyakini adalah kuburan warga sekitar. Namun peti matinya berada di atas batu.
Kemudian di Liang Daong ditemukan juga orang menjadi batu dan peninggalan nenek moyang Suku Dayak setempat disebut Batu Gadur.
"Dengan ditemukannya beberapa peninggalan situs,? maka bisa dipastikan Desa Tongka, dimana dari dulu telah dialiri anak sungai telah terdapat kehidupan.Hal ini sangat nampak adanya sisa peninggalan masa lalu," jelas dia.
Dia mengatakan selain situs sejarah juga Desa Tongka kaya akan potensi wisata alam berupa hutan seperti meranti dan kayu ulin dengan ukuran berdiameter besar serta bunga anggrek dari berbagai jenis.
Untuk kawasan hutan lebat ini terjaga dengan baik yang dipelihara oleh masyarakat adat sehingga ini bisa dijadikan potensi untuk kedepan sebagai kawasan wisata alam di daerah setempat.
"Oleh karena itu sangat wajar bila masyarakat ingin hutan di wilayah tersebut menjadi hutan adat, sebab disana juga tumbuh pohon ulin yang diyakini berumur ratusan tahun dan situs sejarah," katanya.
Bahrudinsyah mengatakan untuk menjadikan wilayah desa tersebut menjadi hutan adat,? tentu saja harus mendapat dukungan dari pemerintah daerah,? diantaranya aspek legalitas dan peraturan daerah harus dibuat.
Bila ini dapat dijadikan hutan adat dan didalamnya terdapat situs sejarah,? maka bisa dipastikan wilayah itu akan meningkat perekonomiannya. Karena saat ini akses ke Desa Tongka bisa ditempuh dengan kendaraan roda empat.
Namun untuk sampai di lokasi situs yang telah ditemukan,? hanya ada jalan setapak. Dan itu dapat ditempuh satu jam perjalanan dengan mengitari hutan lebat dan perbukitan.
"Pihaknya berharap dengan dijadikannya hutan ada serta adanya penemuan yang dianggap warga sakral, maka kedepannya banyak wisatawan berkunjung," ujar Bahrudinsyah.
KPHP Barito Tengah dengan wilayah kerja sebagian Kecamatan Teweh Tengah, Teweh Timur, Teweh Baru, Gunung Purei, Gunung Timang dan Kecamatan Montallat.