Sampit (ANTARA) - Sejumlah petani dari Kecamatan Cempaga Hulu Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah mendatangi Bupati Halikinnor mengadukan perusahaan yang  mereka sebut tidak menepati kesepakatan memperbaiki jalan di Desa Bukit Batu yang saat ini rusak parah.

"Saat ini jalannya hancur. Angkutan milik petani tidak bisa lewat, sementara truk milik perusahaan masih bisa lewat karena dikawal alat berat mereka, padahal itu membuat jalan bertambah hancur. Kasihan kami masyarakat," kata Rosinel Idis, salah seorang petani yang turut mengadukan masalah itu kepada bupati di Sampit, Selasa.

Jalan rusak tersebut membentang sekitar 43 kilometer dari Jalan Tjilik Riwut ruas Trans Kalimantan sampai ke Desa Tumbang Koling. Jalan berstatus jalan kabupaten itu selama ini dimanfaatkan untuk aktivitas masyarakat Desa Tumbang Koling, Bukit Batu, Selucing dan Pundu.

Petani setempat, termasuk yang tergabung dalam Kelompok Tani Mentaya Mandiri, memanfaatkan jalan itu untuk mengangkut hasil panen kebun kelapa sawit mereka. Selain itu, ada juga tiga perusahaan besar swasta perkebunan kelapa sawit yang turut memanfaatkan jalan pemerintah itu yakni PT HSL, PT ADS dan PT BHL.

Untuk merawat jalan tersebut, Pemerintah Desa Bukit Batu mengumpulkan petani dan ketiga perusahaan itu untuk membuat kesepakatan bersama merawat agar jalan itu tetap bagus sehingga bisa dimanfaatkan maksimal bersama-sama pula.

Hasil kesepakatan mulai dijalankan pada Juli 2021 lalu yakni patungan menyumbang tanah latrit antara kelompok tani dan tiga perusahaan. Pihak perusahaan sepakat bahwa perusahaan mereka menyumbang sebanyak 30 rit tanah latrit per bulan, sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam keputusan kepala desa setempat.

"Tapi realisasinya hanya satu tahap yaitu sampai Agustus. PT HSL masih konsisten membantu sesuai kesepakatan, tapi dua perusahaan lainnya tidak sesuai kesepakatan. Selama satu tahun mereka hanya memberi 19 rit. Alasan mereka adalah ekonomi karena perusahaan hampir pailit," timpal Ahmad Suwito.

Baca juga: DPRD Kotim dorong Kemenag terus tingkatkan penguatan toleransi beragama

Petani sudah berupaya mengonfirmasi langsung masalah itu kepada pihak perusahaan namun tidak mendapatkan jawaban memuaskan. Anehnya, manajemen salah satu perusahaan malah menyatakan laporan yang mereka terima bahwa selama ini mereka tetap berkontribusi terhadap perawatan jalan tersebut, namun petani menegaskan bahwa fakta di lapangan tidak seperti itu.

"Justru kelompok tani yang banyak menyumbang tanah latrit di sana. Kami selalu bergotong royong padahal kebun kami cuma sedikit, sementara yang banyak itu kebun mereka perusahaan," kata Ketua Kelompok Tani Mentaya Mandiri, Rambe.

Kondisi ini dinilai sangat ironis karena perusahaan memanfaatkan jalan pemerintah namun tidak bertanggung jawab merawat jalan tersebut. Padahal yang harus diingat bahwa ada masyarakat empat desa yang selama ini memanfaatkan jalan tersebut, sehingga ketika rusak maka akan mengganggu aktivitas masyarakat.

Untuk itulah petani mengadukan masalah ini kepada bupati dengan harapan ada solusi. Setidaknya, bupati bisa memanggil manajemen ketiga perusahaan perkebunan kelapa sawit itu agar memenuhi kesepakatan yang telah disepakati bersama dalam merawat jalan tersebut.

"Makanya kami meminta bantuan bupati untuk mengingatkan perusahaan menjalankan kesepakatan bersama. Tuntutan kami hanya itu. Jalan itu untuk kepentingan umum. Kasihan masyarakat kalau jalan hancur seperti sekarang ini," jelas Rambe.

Sementara itu Bupati Halikinnor memerintahkan Sekretaris Daerah Fajrurrahman segera memfasilitasi penyelesaian masalah ini dengan memanggil manajemen ketiga perusahaan serta masyarakat. Halikinnor meminta perusahaan menepati janji membantu perbaikan jalan sesuai janji yang sudah disepakati bersama.

Baca juga: DPRD Kotim ingatkan pengelolaan parkir harus transparan

Baca juga: 50 bangunan ludes dan satu warga meninggal akibat kebakaran Pasar Pundu

Baca juga: Pemkab Kotim dukung Kemenag wujudkan transformasi layanan umat


Pewarta : Norjani
Uploader : Admin 2
Copyright © ANTARA 2024