Sampit (ANTARA) - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Provinsi Kalimantan Tengah menyayangkan pencabutan Hak Guna Usaha (HGU) oleh pemerintah yang seharusnya tidak dilakukan dengan serta-merta. 

“Saya hanya menyayangkan keputusan dari Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan. Jangan sampai malah bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang telah mengubah kewenangan Menteri Kehutanan dalam Pasal 4 ayat (3) UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,” kata Ketua Bidang Komunikasi dan Publikasi Gapki Kalteng Siswanto dalam siaran persnya diterima di Sampit, Minggu. 

Pernyataan itu disampaikan Siswanto menanggapi langkah pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang mencabut 192 usaha konsesi kawasan hutan. Izin usaha ini menguasai 1.369.567 hektare namun dinilai menelantarkan lahan dan tidak mempunyai rencana kerja. Keputusan itu berlaku per 6 Januari 2022.

Baca juga: Pemerintah cabut ribuan izin tambang, kehutanan, dan perkebunan

Baca juga: HGU perkebunan punya kewenangan konstitusional

Pria yang juga Ketua Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia (GPPI) Wilayah Kotawaringin Timur, Katingan, dan Seruyan ini menilai pencabutan HGU tidak bisa serta-merta begitu saja karena untuk mendapatkan izin HGU banyak tahapan dan syarat yang harus dipenuhi. Sehingga dalam pencabutan seharusnya juga melalui sejumlah proses tahapan dan tidak bisa secara kolektif. 

Ditegaskannya, untuk mendapatkan izin tersebut sejak awal perusahaan sudah menjalani sesuai dengan prosedur yang berlaku. Hal itu membuat Kementerian LHK seharusnya tidak bisa mencabut izin perusahaan pemegang HGU dengan serta-merta. 

Investor, termasuk perusahaan perkebunan kelapa sawit dilindungi Undang Undang No 27 tahun 2006 tentang Investasi. Justru, seharusnya pemerintah berupaya mempermudah investasi dan pembangunan ekonomi, serta menciptakan lapangan pekerjaan dan menjamin pekerja tetap dapat bekerja.
 jelasnya. 

Baca juga: Potensi pengembangan Unmuh Sampit sangat besar

Siswanto mengaku khawatir pencabutan konsesi kawasan itu hanya akan menimbulkan konflik baru di sektor perkebunan kelapa sawit. Masalah ini berkaitan dengan nasib ratusan ribu karyawan dan keluarganya yang menggantungkan hidupnya di perkebunan tersebut. 

"Dikhawatirkan akan terjadi pemutusan hubungan kerja massal. Belum lagi perkebunan kelapa sawit yang masih memiliki tanggungan di bank, maka akan terjadi kredit macet skala besar," timpal Siswanto. 

Menurutnya, setelah terbitnya HGU, maka KLHK tidak memiliki kewenangan menarik kembali izin yang telah dikeluarkan, setidaknya ada proses seandainya memang terpaksa mencabut izin tersebut. Pencabutan izin itu dikhawatirkan akan menimbulkan dampak sangat luas, tidak hanya bagi masyarakat melainkan bagi sejumlah kalangan. 

Saat ini di Kalimantan Tengah terdapat sekitar 355.740 tenaga kerja perkebunan kelapa sawit. Ini merupakan bagian dari jutaan orang pekerja yang menggantungkan hidup di sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Dampaknya akan sangat luas jika sampai banyak perusahaan yang terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal imbas pencabutan HGU tersebut. Padahal, saat ini ekonomi baru mulai bangkit di tengah pandemi COVID-19 yang masih terjadi. 
 
“Seharusnya ini menjadi salah satu pertimbangan juga, nasib ratusan ribu tenaga kerja ini mau diapakan. Selama ini mereka bergantung hidup dari usaha perkebunan kelapa sawit. Apabila perkebunan kelapa sawit tempat mereka bekerja ditutup, lantas mau kemana lagi? Semua mengetahui bahwa saat ini ekonomi sedang sulit akibat dampak COVID-19,” demikian Siswanto.

Baca juga: Bupati Kotim dukung penuh berdirinya Universitas Muhammadiyah Sampit

Seperti dilansir, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan bahwa pemerintah telah mencabut ribuan izin usaha di sektor pertambangan, kehutanan, dan perkebunan karena tidak sesuai dengan peruntukan awal, Kamis (6/1). 

"Izin-izin pertambangan, kehutanan, dan penggunaan lahan negara terus dievaluasi secara menyeluruh. Izin-izin yang tidak dijalankan, yang tidak produktif, yang dialihkan ke pihak lain, serta yang tidak sesuai dengan peruntukan dan peraturan kita cabut," kata Presiden Jokowi, di Istana Kepresidenan Bogor seperti dalam video di kanal Sekretariat Presiden Jakarta. 

Saat menyampaikan hal tersebut, Presiden Jokowi didampingi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, dan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia.

"Pertama, hari ini sebanyak 2.078 izin perusahaan penambangan minerba kita cabut, karena tidak pernah menyampaikan rencana kerja, izin yang sudah bertahun-tahun telah diberikan tetapi tidak dikerjakan," ujar Presiden.

Hal tersebut menurut Presiden menyebabkan tersanderanya pemanfaatan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

"Kedua, hari ini juga kita cabut sebanyak 192 izin sektor kehutanan seluas 3.126.439 hektare," kata Presiden.

Izin-izin tersebut dicabut karena tidak aktif, tidak membuat rencana kerja dan ditelantarkan.

"Ketiga, untuk hak guna usaha (HGU) perkebunan yang ditelantarkan seluas 34.448 hektare hari ini juga dicabut. 25.128 hektare adalah milik 12 badan hukum, sisanya 9.320 hektare merupakan bagian dari HGU yang telantar milik 24 badan hukum," ujar Presiden pula.

Menurut Presiden, pembenahan dan penertiban izin usaha tersebut adalah perbaikan integral dari perbaikan tata kelola izin pertambangan, kehutanan, dan perizinan lainnya.

Baca juga: MUI Kalteng serukan waspadai paham berbahaya

Baca juga: Universitas Muhammadiyah Sampit disepakati segera didirikan

Baca juga: Generasi muda Muhammadiyah Kalteng didorong tingkatkan peran membantu masyarakat

Pewarta : Norjani
Uploader : Admin 2
Copyright © ANTARA 2024