Jakarta (ANTARA) - Pengeroposan tulang atau osteoporosis akan lebih rentan menyerang wanita daripada laki-laki, demikian kata dokter spesialis tulang dari RS Medistra dr. Kiki Novito, Sp.OT.
Hal tersebut, kata Kiki, disebabkan karena pengaruh hormonal saat seorang wanita mengalami menopause atau berakhirnya siklus menstruasi yang biasanya terjadi saat memasuki usia 45 hingga 55 tahun.
"Osteoporosis itu pada wanita bisa terjadi lebih cepat, karena adanya perubahan hormonal saat menopause," ujar Kiki dalam sebuah webinar kesehatan pada Jumat.
Baca juga: Cegah osteoporosis dengan menabung kalsium mulai usia 20-30 tahun
Diketahui, osteoporosis merupakan suatu kondisi tulang yang melemah, rapuh, dan berisiko tinggi untuk patah. Biasanya, patah tulang karena osteoporosis paling sering terjadi pada tulang belakang, pergelangan tangan, pangkal lengan, dan panggul.
Kiki menjelaskan bahwa sebenarnya, tulang manusia mengalami remodeling atau pergantian tulang yang sudah tua menjadi tulang yang baru. Proses yang terjadi seumur hidup itu, kata Kiki, sangat dipengaruhi oleh hormon seks yakni estrogen pada perempuan dan testosteron pada laki-laki.
"Pada wanita, proses remodeling tulang itu sangat dipengaruhi oleh hormon estrogen. Sedangkan kalau pria kan hormon seksnya bertahan lebih lama, bisa sampai umur di atas 65 atau 70. Sehingga pada wanita, osteoporosis itu lebih cepat (menyerang)," jelas Kiki.
Namun, Kiki juga mengingatkan bahwa hormon seks bukan satu-satunya yang dapat mempengaruhi seseorang untuk mengalami osteoporosis.
Dia mengatakan, osteoporosis juga dapat dipengaruhi oleh gaya hidup tidak sehat seperti kurang bergerak, memiliki kebiasaan merokok, minum alkohol, dan kurang mengonsumsi kalsium dan vitamin D. Selain itu, lanjut dia, ada pula faktor penyebab osteoporosis yang tak bisa dihindari yaitu pengaruh genetik.
Kiki pun menjelaskan ada beberapa terapi osteoporosis yang dapat dilakukan. Di antaranya, latihan beban untuk memicu kerja sel yang berfungsi membentuk tulang sehingga dapat mencegah tulang menjadi lemah.
"Belum ataupun sudah didiagnosa osteoporosis, mesti lakukan latihan beban. Jadi enggak boleh hanya cukup berenang saja atau main sepeda statis saja, tapi harus ada unsur jalan, ada unsur main beban," ujar Kiki.
Selain itu, juga mengonsumsi bifosfonat atau kelompok obat yang dapat mengobati penyakit osteoporosis. Obat-obatan ini, kata Kiki, berfungsi menambah massa tulang. Namun, dia menyarankan, jika Anda ingin mengonsumsi bifosfonat, maka Anda harus melakukan kontrol rutin dengan dokter.
“Karena kalau kebanyakan bifosfonat, tulang itu bisa lebih fragile, sehingga dia bisa patah sendiri,” imbuh Kiki.
"Kemudian ada hormonal replacement therapy (HRT) yang cukup baik untuk osteoporosis terutama untuk wanita yang baru mengalami menopause, tapi tentunya juga harus dikonsultasikan dengan dokter, untuk mengetahui apakah ada risiko terjadi kanker," pungkasnya.
Baca juga: Proses osteoporosis bisa terjadi di usia berapa?
Baca juga: Perubahan gaya hidup selama pandemi pengaruhi osteoporosis
Baca juga: Osteoporosis jadi penyakit tersembunyi yang tidak disadari
Hal tersebut, kata Kiki, disebabkan karena pengaruh hormonal saat seorang wanita mengalami menopause atau berakhirnya siklus menstruasi yang biasanya terjadi saat memasuki usia 45 hingga 55 tahun.
"Osteoporosis itu pada wanita bisa terjadi lebih cepat, karena adanya perubahan hormonal saat menopause," ujar Kiki dalam sebuah webinar kesehatan pada Jumat.
Baca juga: Cegah osteoporosis dengan menabung kalsium mulai usia 20-30 tahun
Diketahui, osteoporosis merupakan suatu kondisi tulang yang melemah, rapuh, dan berisiko tinggi untuk patah. Biasanya, patah tulang karena osteoporosis paling sering terjadi pada tulang belakang, pergelangan tangan, pangkal lengan, dan panggul.
Kiki menjelaskan bahwa sebenarnya, tulang manusia mengalami remodeling atau pergantian tulang yang sudah tua menjadi tulang yang baru. Proses yang terjadi seumur hidup itu, kata Kiki, sangat dipengaruhi oleh hormon seks yakni estrogen pada perempuan dan testosteron pada laki-laki.
"Pada wanita, proses remodeling tulang itu sangat dipengaruhi oleh hormon estrogen. Sedangkan kalau pria kan hormon seksnya bertahan lebih lama, bisa sampai umur di atas 65 atau 70. Sehingga pada wanita, osteoporosis itu lebih cepat (menyerang)," jelas Kiki.
Namun, Kiki juga mengingatkan bahwa hormon seks bukan satu-satunya yang dapat mempengaruhi seseorang untuk mengalami osteoporosis.
Dia mengatakan, osteoporosis juga dapat dipengaruhi oleh gaya hidup tidak sehat seperti kurang bergerak, memiliki kebiasaan merokok, minum alkohol, dan kurang mengonsumsi kalsium dan vitamin D. Selain itu, lanjut dia, ada pula faktor penyebab osteoporosis yang tak bisa dihindari yaitu pengaruh genetik.
Kiki pun menjelaskan ada beberapa terapi osteoporosis yang dapat dilakukan. Di antaranya, latihan beban untuk memicu kerja sel yang berfungsi membentuk tulang sehingga dapat mencegah tulang menjadi lemah.
"Belum ataupun sudah didiagnosa osteoporosis, mesti lakukan latihan beban. Jadi enggak boleh hanya cukup berenang saja atau main sepeda statis saja, tapi harus ada unsur jalan, ada unsur main beban," ujar Kiki.
Selain itu, juga mengonsumsi bifosfonat atau kelompok obat yang dapat mengobati penyakit osteoporosis. Obat-obatan ini, kata Kiki, berfungsi menambah massa tulang. Namun, dia menyarankan, jika Anda ingin mengonsumsi bifosfonat, maka Anda harus melakukan kontrol rutin dengan dokter.
“Karena kalau kebanyakan bifosfonat, tulang itu bisa lebih fragile, sehingga dia bisa patah sendiri,” imbuh Kiki.
"Kemudian ada hormonal replacement therapy (HRT) yang cukup baik untuk osteoporosis terutama untuk wanita yang baru mengalami menopause, tapi tentunya juga harus dikonsultasikan dengan dokter, untuk mengetahui apakah ada risiko terjadi kanker," pungkasnya.
Baca juga: Proses osteoporosis bisa terjadi di usia berapa?
Baca juga: Perubahan gaya hidup selama pandemi pengaruhi osteoporosis
Baca juga: Osteoporosis jadi penyakit tersembunyi yang tidak disadari