Sampit (ANTARA) - Bupati Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah Halikinnor berharap daerah penghasil kelapa sawit akan mendapat porsi lebih besar dalam pembagian dana bagi hasil (DBH) sektor perkebunan kelapa sawit. 

"Sampai sekarang persentase DBH sawit belum ditentukan ditentukan. Tapi kita berharap 50 persen untuk daerah penghasil, 30 persen untuk pemerintah provinsi dan 20 persen untuk pemerintah pusat. Tapi ya kita nunggu kebijakan pusat lagi seperti apa," kata Halikinnor di Sampit, Jumat. 

Daerah penghasil kelapa sawit telah membentuk wadah yang diberi nama Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit Indonesia (AKPSI). Asosiasi yang diketuai Yulhaidir yang merupakan Bupati Serutan itu beranggotakan 160 kabupaten penghasil kelapa sawit di seluruh Indonesia. 

Halikinnor yang merupakan salah satu penggagas pembentukan AKPSI menyampaikan apresiasinya kepada pemerintah pusat, khususnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan yang sangat mendukung upaya daerah penghasil sawit memperjuangkan hak DBH sawit. 

Menurut Halikinnor, pemerintah pusat sudah menjanjikan bahwa DBH sawit akan direalisasikan mulai Januari 2023. Saat ini menteri keuangan masih menggodok aturan teknis serta menentukan berapa persentase pembagian DBH tersebut. 

Baca juga: Anak-anak di Kotim sampaikan 10 aspirasi kepada bupati

Persentase lebih besar bagi kabupaten penghasil dalam pembagian DBH sawit dinilai sangat beralasan. Selama ini kabupaten penghasil seperti Kotawaringin Timur lebih banyak mendapatkan dampak dari aktivitas perkebunan kelapa sawit seperti kerusakan jalan, dampak lingkungan, sosial dan lainnya. 

Kabupaten juga harus mengeluarkan biaya atas dampak itu seperti untuk perbaikan jalan dan lainnya. Untuk itulah, dinilai sangat wajar jika kabupaten penghasil mendapat porsi lebih besar dalam DBH sawit yang berasal dari daerah mereka sendiri. 

"Jika usulan kita itu disetujui maka pendapatan kita akan meningkat dan pembangunan di daerah kita akan lebih baik lagi," ujar Halikinnor. 

AKPSI juga menuntut agar pemerintah pusat menekan perusahaan besar swasta perkebunan kelapa sawit memenuhi kewajibannya menyediakan 20 persen kebun plasma untuk masyarakat sekitar. Sampai saat ini kewajiban tersebut belum maksimal dilaksanakan sehingga masyarakat belum bisa menikmati manfaat langsung termasuk pemerintah, karena pajak sawit langsung dikirim ke pusat. 

"Usulan ketiga, bagaimana supaya TBS (tandan buah segar) sawit itu bisa dipungut retribusi. Kemarin kita mengusulkan Rp 25 per kilogram, tetapi ini memang sedikit sulit, tetapi semoga saja tetap dikabulkan. Biasanya kalau sudah ada pajak itu, tidak ada retribusi, tetapi kami tetap mengusulkan," demikian Halikinnor. 

Baca juga: Pemkab Kotim sewa pesawat untuk kepulangan jamaah haji

Baca juga: Kotim berharap mampu meraih juara umum MTQH XXX Kalteng

Baca juga: Porprov Kalteng momen tingkatkan pariwisata Kotim

Pewarta : Norjani
Uploader : Admin 3
Copyright © ANTARA 2024