Sampit (ANTARA) - Banyaknya sampah di Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah masih sering menimbulkan masalah, namun hasil penelitian menunjukkan perilaku masyarakat kota ini dalam pengelolaan sampah rumah tangga sudah baik. 

"Hal ini dapat dilihat dari hasil indeks perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga di Kota Sampit yang mencapai angka 3,62 atau (72,42) atau termasuk dalam kategori B atau baik," kata Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Bappelitbangda Kabupaten Kotawaringin Timur, Cok Orda Putra Legawa di Sampit, Jumat. 

Cok Orda menjelaskan, sampah merupakan salah satu masalah lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, juga di Kota Sampit. 

Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Kotawaringin Timur tahun 2022 menunjukkan jumlah penduduk Kota Sampit adalah 185.603 jiwa atau mencapai 42,56 persen dari total penduduk Kabupaten Kotawaringin Timur yang berjumlah 436.079 jiwa.

Hal ini juga dibuktikan dengan banyaknya sampah rumah tangga yang dihasilkan. Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kotawaringin Timur tahun 2022 jumlah sampah yang dihasilkan di Kota Sampit mencapai 75,84 ton per hari. Sampah tersebut berasal dari berbagai sumber, seperti rumah tangga sebanyak 40,5 persen, pasar 27,7 persen dan kawasan 14,4 persen. 

Ditambahkannya, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga di Kota Sampit. Penelitian deskriptif kuantitatif menggunakan data 
primer sebagai metode pengumpulan data melalui e-survei terhadap 300 orang sebagai sampel penelitian dengan metode purposive sampling. 

Baca juga: DBD merebak, Dinkes Kotim ajak masyarakat galakkan PSN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, perilaku masyarakat memiliki hubungan atau korelasi yang signifikan terhadap pengelolaan sampah rumah tangga dengan nilai signifikansi yaitu 0,000 < 0,05. Artinya, semakin baik perilaku masyarakat, maka akan semakin baik pula pengelolaan sampah rumah tangga di Kota Sampit. 

Hal ini dapat dilihat dari hasil indeks perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga di Kota Sampit yang mencapai angka 3,62 (72,42) atau termasuk dalam kategori B (Baik). 

Menyikapi ini, pemerintah daerah membuat beberapa kesimpulan penelitian di antaranya bahwa pengetahuan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pengelolaan sampah rumah tangga di Kota Sampit.

Sikap memiliki hubungan yang signifikan dengan pengelolaan sampah rumah tangga di Kota Sampit. Tindakan memiliki hubungan yang signifikan dengan pengelolaan sampah rumah 
tangga di Kota Sampit.

Kebiasaan memiliki hubungan yang signifikan dengan pengelolaan sampah rumah tangga di Kota Sampit. Secara umum, perilaku masyarakat memiliki hubungan yang signifikan dengan pengelolaan sampah rumah tangga di Kota Sampit.

Sementara itu, disarankan perlunya kolaborasi, sinergi dan kerja sama yang baik dari pemerintah, swasta dan lembaga kemasyarakatan dalam upaya pengelolaan sampah rumah tangga yang berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat.

Baca juga: Peringati Hari Pahlawan, Pemkab Kotim berkomitmen perangi kemiskinan dan kebodohan

Sasaran lainnya yaitu menciptakan lingkungan yang mendukung pengelolaan sampah yang baik. Hal ini dapat dilakukan melalui penyediaan fasilitas dan sarana pengelolaan sampah yang memadai, seperti tempat sampah, TPS, dan TPA.

Selain itu, juga dirasa perlu memberikan reward dan punishment dalam upaya pengelolaan sampah. Pemberian insentif kepada masyarakat yang telah melakukan pengelolaan sampah dengan baik dan penegakan hukum atau sanksi yang tegas bagi siapapun yang melanggar peraturan dalam pengelolaan sampah.

Cok Orda menambahkan, hasil ideal penelitian ini adalah ketika perilaku masyarakat memiliki hubungan signifikan dengan pengelolaan sampah rumah tangga di Kota Sampit. Secara khusus variabel perilaku masyarakat yang terdiri dari pengetahuan, sikap, tindakan dan kebiasaan ada satu yg ga signifikan yaitu pengetahuan

Dari karakteristik responden dalam hal tingkat pendidikan, pekerjaan dan pendapatan, lebih dari 50 persen merupakan sarjana yang telah bekerja dan pendapatan di atas Rp2,250 juta. 

"Secara ekonomi matang, tapi ga signifikan, ada juga hasil penelitian sebelumnya yang seperti itu, artinya apa secara realita mereka tidak bisa memiliki akses yang cukup untuk menjangkau fasilitas sampah, atau sarpras sampah yang memada," tegas Cok Orda. 

Dia menambahkan, jika filosopi menganjurkan orang jangan membuang sampah sembarangan, tetapi tempat sampah susah dicari atau kurang tersedia dan jauh. Faktor ini yang mempengaruhi mengapa pengetahuan masyarakat tidak signifikan dengan pengelolaan sampah. 

Baca juga: BKSDA telusuri orang utan masuk kebun warga di Sampit

Baca juga: Raih penghargaan penghapusan kemiskinan ekstrem, Kotim dapat insentif Rp6,1 miliar

Baca juga: Kasus DBD di RSUD dr Murjani Sampit meningkat pada peralihan musim hujan

Pewarta : Norjani
Editor : Muhammad Arif Hidayat
Copyright © ANTARA 2024