Pulang Pisau (ANTARA) - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Oo Suharto mengungkapkan bahwa angka kemiskinan sangat dominan dipengaruhi seberapa besar inflasi yang terjadi di daerah, serta beberapa faktor lain.

“BPS Kalimantan Tengah telah mengeluarkan rilis persentase penduduk miskin pada Maret 2024 sebesar 5,17 persen, naik sebesar 0,06 persen poin terhadap terhadap Maret 2023. Data tersebut secara keseluruhan untuk di Kalimantan Tengah, sedangkan angka kemiskinan khusus di Kabupaten Pulang Pisau dan kabupaten lain masih belum dikeluarkan rilisnya,” kata Suharto di Pulang Pisau, Selasa.

Dikatakan Suharto, angka kemiskinan yang dirilis BPS secara makro ini berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang telah dilaksanakan pada bulan Maret 2024 lalu yang hanya menampilkan persentase dan jumlah.

“Surveinya telah selesai dan sekarang tinggal finalisasi data. Apabila data masing-masing provinsi sudah dirilis kemungkinan untuk kabupaten dirilis bulan depan dan kita masih menunggu data dari pusat,” ucapnya.

Dijelaskannya, bahwa angka kemiskinan tersebut hanya sebagian kecil data dari hasil Susenas yang di dalamnya memuat beberapa indikator lain.

Prosesnya perhitungan beberapa indikator dalam Susenas sendiri cukup rumit karena survei dilakukan menggunakan aplikasi dan menggunakan kuisinoner secara manual kepada rumah tangga yang menjadi sampel ini diberikan pertanyaan secara detail, seperti nilai pendapatan hingga biaya yang dikeluarkan untuk membeli berbagai kebutuhan pokok sehari-hari.    
 
Menurut Suharto, data hasil survei yang dilakukan dalam satu tahun sekali tersebut selanjutnya diolah dan divalidasi kembali agar kualitas data-data tersebut sesuai dengan fakta di lapangan sebelum ditetapkan dan dirilis oleh BPS pusat sehingga memakan waktu lama sebelum dirilis kepada publik.

Baca juga: Polres Pulang Pisau periksa ponsel personel pastikan tidak ada aplikasi judol

Suharto mengungkapkan untuk pengambilan data angka kemiskinan ini juga banyak aspek yang cukup detail menjadi indikator.

Indikator itu di antaranya menyangkut perhitungan pemenuhan kebutuhan dasar makanan dan bahan makanan sehingga ada dua garis kemiskinan yang diperoleh yaitu komposisi garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan bukan makanan dan juga berhubungan dengan rupiah pendapatan setiap individu yang diperlukan untuk membeli kebutuhan dasar tersebut.

Besarnya inflasi yang terjadi di setiap daerah, terang Suharto, sangat mempengaruhi angka kemiskinan. Apabila inflasi cukup tinggi, dipastikan kemiskinan mengalami kenaikan yang signifikan.

Seperti  terjadinya kenaikan harga-harga kebutuhan pokok akan membuat daya beli menurun khususnya terhadap masyarakat berpenghasilan rendah sehingga kelompok masyarakat ini rentan masuk di bawah ambang batas garis kemiskinan.  

Suharto juga mengatakan perpindahan penduduk dari luar daerah juga bisa menjadi salah satu  penyumbang naiknya angka kemiskinan. BPS memiliki istilah penduduk de facto, yaitu penduduk yang datang dari luar daerah, namun tinggal lebih selama dari satu tahun, tetap dimasukkan dalam pendataan survei.  

“Apabila penduduk ini dari pendataan masuk dalam kategori di bawah garis kemiskinan, otomatis tercatat dalam angka kemiskinan di daerah yang bersangkutan meski KTP yang dimiliki tidak tercatat di daerah tersebut,” paparnya.

Penduduk de facto ini, kata Suharto, biasanya terdapat pada perusahaan-perusahaan perkebunan yang merekrut atau mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah. Secara administrasi penduduk ini tidak memiliki legalitas kependudukan di daerah setempat.   

Baca juga: Umat Islam di Pulang Pisau diajak mengawali tahun baru dengan hati bersih

Baca juga: Mahasiswa KKN UPR diminta ikut berinovasi majukan desa di Pulang Pisau

Baca juga: Palangka Raya juara umum Pesparawi XVII Kalteng

Pewarta : Adi Waskito
Uploader : Admin 2
Copyright © ANTARA 2024