Sampit (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah melalui Stasiun Meteorologi Haji Asan Sampit mengimbau masyarakat waspada terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) seiring menurunnya intensitas curah hujan.

“Dari prakiraan kami pada dasarian II dan III Juli sampai dengan dasarian I Agustus intensitas curah hujan sudah mulai berkurang, walaupun di sela waktu itu masih ada potensi hujan,” kata Plt Kepala BMKG Kotim sekaligus Prakirawan Mulyono Leo Nardo di Sampit, Rabu.

Dasarian adalah satuan waktu meteorologi yang lamanya adalah sepuluh hari. Dalam satu bulan dibagi menjadi tiga dasarian, yakni dasarian I dari tanggal 1 sampai 10, dasarian dua dari tanggal  11 sampai 20 dan dasarian III dari tanggal 21 sampai akhir bulan.

Mulyono menyampaikan, kondisi cuaca di Kotim pada dasarian I Juli masih ada potensi hujan dengan curah hujan rata-rata 150 milimeter dan masuk kategori normal. Namun, memasuki dasarian II Juli sampai dasarian I Agustus intensitas curah hujan berangsur-angsur menurun hingga ditetapkan sebagai awal musim kemarau.

Menurunnya intensitas curah hujan ini bisa berdampak pada kekeringan dan dalam kondisi kekeringan biasanya potensi terjadinya karhutla pun meningkat. Khususnya di wilayah selatan Kotim, karena rata-rata kawasan tersebut merupakan lahan gambut yang mudah terbakar namun sulit dipadamkan.

“Berdasarkan Spartan (sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan) beberapa hari ke depan potensi karhutla meningkat, maka warga diimbau agar tidak membakar lahan sembarangan dan kepada instansi terkait agar hal ini menjadi perhatian,” ujarnya.

Masih sehubungan dengan menurunnya intensitas curah hujan, ia menyampaikan bahwa hotspot atau titik panas terdeteksi mulai bermunculan dalam beberapa hari terakhir. Contohnya, pada Selasa (16/7) hotspot terdeteksi di Desa Tangar dan Tanjung Jariangau Kecamatan Mentaya Hulu, lalu Desa Tumbang Boloi Kecamatan Telaga Antang.

Baca juga: KPU Kotim perkuat sinergi dengan media massa jelang pilkada

Hotspot adalah indikator yang mendeteksi suatu lokasi yang memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di sekitarnya. Hotspot bisa digunakan sebagai indikator awal adanya kebakaran.

Namun yang perlu dipahami hotspot ini bukanlah firespot atau titik api. Banyak hal yang kemungkinan terdeteksi sebagai hotspot di satelit. Seperti misalnya atap-atap seng dan aspal. Saat siang hari dan suhu meningkat maka satelit dapat mendeteksi sebagai hotspot.

“Kendati demikian, kemunculan hotspot diharapkan tetap menjadi perhatian pemangku kepentingan. Misalnya dengan melakukan cek lapangan atau ground check guna memastikan tidak ada kebakaran dan kalaupun ada bisa cepat ditanggulangi,” ujarnya.

Ia menambahkan, kondisi kemarau di Kotim tahun ini diprakirakan akan lebih basah dibanding tahun lalu, walaupun potensi karhutla masih ada.

Sementara itu, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) bersama BMKG pusat tengah melaksanakan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di sejumlah wilayah, salah satunya Provinsi Kalimantan Tengah yang berlangsung sejak 6 hingga 15 Juli 2024.

Efek dari OMC sudah mulai terlihat dalam beberapa hari terakhir dengan adanya hujan ringan di beberapa wilayah Kotim, termasuk Kota Sampit. Dengan adanya OMC serta upaya pemerintah daerah melalui satgas penanggulangan bencana diharapkan kasus karhutla di Kotim tahun ini dapat ditekan.

Baca juga: Optimalkan penanggulangan tuberkulosis, Dinkes Kotim lakukan tracing

Baca juga: Perusahaan siap ganti rugi lahan warga Kotim yang digunakan untuk jalan

Baca juga: PT Sukajadi Sawit Mekar raih Zero Accident Award 2024


Pewarta : Devita Maulina
Uploader : Admin 2
Copyright © ANTARA 2024