Sampit (ANTARA) -
Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah mencatat sepanjang 2024 ada 54 sekolah mendapat bantuan dana rehabilitasi ruang kelas, mulai jenjang pendidikan TK/PAUD, SD hingga SMP.
“Tahun ini cukup banyak sekolah yang direhabilitasi. Alhamdulillah, dengan Dana Alokasi Umum Spesific Grant (DAU-SG) ada beberapa yang bisa kita rehabilitasi, baik TK/PAUD, SD maupun SMP,” kata Kepala Disdik Kotim Muhammad Irfansyah di Sampit, Selasa.
Ia menyampaikan, setiap tahun Disdik Kotim melaksanakan program rehabilitasi sekolah, meskipun dari segi anggaran masih kekurangan, baik itu yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Namun, untuk tahun ini pihaknya cukup terbantu dengan adanya bantuan dari DAU-SG, sehingga jumlah sekolah yang direhabilitasi lebih banyak dari yang sebelumnya kisaran 20-30 sekolah, tapi tahun ini mencapai 54 sekolah yang terdiri atas satu TK/PAUD, 50 SD dan tiga SMP.
Kendati demikian, ia tidak menyebutkan besaran dana bantuan yang disalurkan untuk rehabilitasi 54 sekolah tersebut.
Irfansyah melanjutkan, sebenarnya sekolah yang mengusulkan rehabilitasi lebih banyak, namun dipilih adalah yang sifatnya mendesak sesuai dengan informasi yang diinput pada data pokok pendidikan (Dapodik). Disamping itu, pihaknya juga menerima laporan dari sekolah dan hasil reses DPRD setempat.
“Sekolah yang dipilih ini berdasarkan tingkat kerusakannya, selain itu kami memprioritaskan sekolah yang jumlah muridnya banyak dan daya tampung sekolah terbatas. Kebanyakan yang seperti itu berada di daerah pinggiran kota,” ujarnya.
Baca juga: Disdik Kotim catat sembilan TK berhenti operasional tahun ini
Ada tiga kriteria kerusakan sekolah dalam Dapodik. Pertama rusak berat, yakni kondisi ruang kelas yang tidak bisa lagi digunakan karena rusak. Kedua rusak sedang, yaitu kondisi ruang kelas yang rusak dan apabila tidak diperbaiki akan menjadi rusak berat. Ketiga rusak ringan.
Sementara, berdasarkan Dapodik sekolah di Kotim yang mengalami rusak berat tidak ada, karena rata-rata masih bisa digunakan, yang banyak adalah rusak sedang.
Sebagian besar sekolah yang mengalami kerusakan tersebut adalah SD Inpres, yakni sekolah yang dibangun berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 1977 tentang program pembangunan sekolah dasar. Sehingga, dari segi usia sekolah-sekolah tersebut sudah cukup tua dan mulai lapuk seiring berjalannya waktu.
“Rata-rata SD kita dibangun zaman Inpres itu, kurang lebih 80 persen. Sedangkan, sekolah yang baru hanya 20 persen. Makanya, cukup banyak sekolah yang mengajukan rehabilitasi,” sebutnya.
Sehubungan dengan program rehabilitasi sekolah ini, Irfansyah meminta kepada pihak sekolah agar betul-betul dalam mengisi Dapodik. Sebab, bantuan dana dari pusat untuk rehabilitasi sekolah mengacu pada Dapodik, adapun tugas Disdik hanya memverifikasi laporan tersebut.
Memang benar ada anggaran dari APBD untuk program rehabilitasi sekolah, namun jumlahnya sangat terbatas. Oleh sebab itu, Disdik Kotim lebih mengandalkan dana yang bersumber dari APBN.
Namun, perlu diingat bahwa yang menginginkan bantuan dari APBN ini bukan hanya Kotim tapi seluruh wilayah di Indonesia. Dalam hal ini pemerintah pusat juga akan menyeleksi sekolah-sekolah yang diprioritaskan untuk mendapat bantuan lebih dulu.
“Kadang-kadang sekolah mengisi di Dapodik itu rusak berat, tapi ketika dicek masih ada muridnya artinya bukan rusak berat. Makanya, kami selalu mengingatkan agar sekolah harus mengisi Dapodik itu dengan benar, jangan asal isi,” demikian Irfansyah.
Baca juga: Sebanyak 20 SD Baamang ikuti gebyar merdeka pameran hasil karya
Baca juga: Disdik Kotim telusuri isu pungli biaya meja kursi sekolah
Baca juga: Disdik Kotim ingatkan sekolah kelola dana BOSP sesuai aturan
“Tahun ini cukup banyak sekolah yang direhabilitasi. Alhamdulillah, dengan Dana Alokasi Umum Spesific Grant (DAU-SG) ada beberapa yang bisa kita rehabilitasi, baik TK/PAUD, SD maupun SMP,” kata Kepala Disdik Kotim Muhammad Irfansyah di Sampit, Selasa.
Ia menyampaikan, setiap tahun Disdik Kotim melaksanakan program rehabilitasi sekolah, meskipun dari segi anggaran masih kekurangan, baik itu yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Namun, untuk tahun ini pihaknya cukup terbantu dengan adanya bantuan dari DAU-SG, sehingga jumlah sekolah yang direhabilitasi lebih banyak dari yang sebelumnya kisaran 20-30 sekolah, tapi tahun ini mencapai 54 sekolah yang terdiri atas satu TK/PAUD, 50 SD dan tiga SMP.
Kendati demikian, ia tidak menyebutkan besaran dana bantuan yang disalurkan untuk rehabilitasi 54 sekolah tersebut.
Irfansyah melanjutkan, sebenarnya sekolah yang mengusulkan rehabilitasi lebih banyak, namun dipilih adalah yang sifatnya mendesak sesuai dengan informasi yang diinput pada data pokok pendidikan (Dapodik). Disamping itu, pihaknya juga menerima laporan dari sekolah dan hasil reses DPRD setempat.
“Sekolah yang dipilih ini berdasarkan tingkat kerusakannya, selain itu kami memprioritaskan sekolah yang jumlah muridnya banyak dan daya tampung sekolah terbatas. Kebanyakan yang seperti itu berada di daerah pinggiran kota,” ujarnya.
Baca juga: Disdik Kotim catat sembilan TK berhenti operasional tahun ini
Ada tiga kriteria kerusakan sekolah dalam Dapodik. Pertama rusak berat, yakni kondisi ruang kelas yang tidak bisa lagi digunakan karena rusak. Kedua rusak sedang, yaitu kondisi ruang kelas yang rusak dan apabila tidak diperbaiki akan menjadi rusak berat. Ketiga rusak ringan.
Sementara, berdasarkan Dapodik sekolah di Kotim yang mengalami rusak berat tidak ada, karena rata-rata masih bisa digunakan, yang banyak adalah rusak sedang.
Sebagian besar sekolah yang mengalami kerusakan tersebut adalah SD Inpres, yakni sekolah yang dibangun berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 1977 tentang program pembangunan sekolah dasar. Sehingga, dari segi usia sekolah-sekolah tersebut sudah cukup tua dan mulai lapuk seiring berjalannya waktu.
“Rata-rata SD kita dibangun zaman Inpres itu, kurang lebih 80 persen. Sedangkan, sekolah yang baru hanya 20 persen. Makanya, cukup banyak sekolah yang mengajukan rehabilitasi,” sebutnya.
Sehubungan dengan program rehabilitasi sekolah ini, Irfansyah meminta kepada pihak sekolah agar betul-betul dalam mengisi Dapodik. Sebab, bantuan dana dari pusat untuk rehabilitasi sekolah mengacu pada Dapodik, adapun tugas Disdik hanya memverifikasi laporan tersebut.
Memang benar ada anggaran dari APBD untuk program rehabilitasi sekolah, namun jumlahnya sangat terbatas. Oleh sebab itu, Disdik Kotim lebih mengandalkan dana yang bersumber dari APBN.
Namun, perlu diingat bahwa yang menginginkan bantuan dari APBN ini bukan hanya Kotim tapi seluruh wilayah di Indonesia. Dalam hal ini pemerintah pusat juga akan menyeleksi sekolah-sekolah yang diprioritaskan untuk mendapat bantuan lebih dulu.
“Kadang-kadang sekolah mengisi di Dapodik itu rusak berat, tapi ketika dicek masih ada muridnya artinya bukan rusak berat. Makanya, kami selalu mengingatkan agar sekolah harus mengisi Dapodik itu dengan benar, jangan asal isi,” demikian Irfansyah.
Baca juga: Sebanyak 20 SD Baamang ikuti gebyar merdeka pameran hasil karya
Baca juga: Disdik Kotim telusuri isu pungli biaya meja kursi sekolah
Baca juga: Disdik Kotim ingatkan sekolah kelola dana BOSP sesuai aturan