Sampit (ANTARA) - Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah menggelar pelatihan bagi pemangku adat, baik itu damang, mantir dan pengurus DAD guna menyamakan persepsi dan pemahaman untuk menghindari perselisihan.
“Harapan saya dengan pelatihan ini, selain untuk menambah pengetahuan para pemangku adat, juga agar mereka bisa lebih memahami adat istiadat di Kalteng,” kata Ketua DAD Kotim Halikinnor di Sampit, Sabtu.
Pelatihan dipusatkan di aula sebuah hotel di Jalan Tjilik Riwut, Sampit. Acara tersebut turut dihadiri Wakil Bupati Irawati, Sekretaris Daerah Fajrurrahman, perwakilan DAD Kalteng, Ketua MDAHK Kotim, dan FKPD Kotim.
Halikinnor menuturkan, ini pertama kali pihaknya melaksanakan pelatihan tentang adat Dayak yang ditujukan kepada damang, mantir dan anggota DAD kecamatan se-Kotim.
Kegiatan ini dinilai penting karena bertujuan menambah wawasan dan pengetahuan dalam melaksanakan tugas dan fungsi bagi pemangku adat, sehingga mampu mengembangkan dan melestarikan adat dan budaya di Kotim.
Disamping itu, kegiatan ini bertujuan agar pemangku adat mampu melaksanakan peradilan adat pada sidang adat sesuai hukum adat yang berlaku pada masyarakat adat Dayak. Pemangku adat harus bisa membedakan antara hukum nasional atau positif dengan hukum adat.
Hal ini ia sampaikan sehubungan dengan perselisihan tentang adat yang beberapa kali terjadi. Meskipun, ia tidak sepenuhnya menyalahkan pemangku adat, karena biasanya setiap wilayah punya pemahaman masing-masing. Untuk itu, melalui pelatihan ini diharapkan dapat menyamakan pemahaman tersebut agar tidak lagi terjadi selisih paham.
“Seperti yang sering terjadi adalah kesalahpahaman tentang hinting, harus bisa dibedakan mana yang hinting adat dan hinting pali, makanya harapan saya dengan pelatihan dan diberikannya pemahaman di sini, maka kedepannya tidak ada lagi pro kontra terkait hinting,” tegas pria yang juga menjabat sebagai Bupati Kotim ini.
Halikinnor juga menyinggung tentang aksi damai yang dilakukan sekelompok massa yang mengaku perwakilan umat Hindu Kaharingan pada Kamis (1/8) lalu. Lantaran, mereka tidak terima penggunaan hinting pali yang dipasang pada salah satu perusahaan perkebunan yang ada di wilayah Kotim, berhubungan dengan sengketa lahan.
Baca juga: Pengusaha perkebunan berharap kemudahan perizinan
Disebutkan, bahwa hinting pali tersebut merupakan bagian ritual keagamaan sakral bagi umat Hindu Kaharingan, sehingga mereka tidak terima jika ritual tersebut digunakan tidak pada tempat dan peruntukannya.
“Saya selaku Ketua DAD Kotim sangat prihatin dan sedih, bagaimana kita bisa maju dan mempertahankan adat istiadat kita kalau sesama kita sendiri saling berbeda," ujarnya.
Terkait hinting pali tersebut, Halikinnor menyampaikan akan segera menggelar rapat DAD untuk mengambil keputusan. Ia berharap apapun keputusannya dapat diterima dengan kerendahan hati oleh semua pihak.
Halikinnor pun menegaskan, sesama masyarakat Dayak seharusnya saling kompak karena dengan begitu masyarakat lain tentu akan menghargai. Jika semua kompak, apapun keputusan yang dibuat maka bisa dilaksanakan dan dikawal bersama-sama.
Ketika membuka pelatihan itu, ia juga secara khusus meminta Ketua MDAHK Kotim, Rena untuk menjadi salah satu narasumber agar para pemangku adat memiliki pemahaman yang jelas antara ritual adat dan ritual agama.
Agama Hindu Kaharingan merupakan agama asli suku Dayak di Pulau Kalimantan. Mayoritas penatua masyarakat adat Dayak merupakan penganut agama Hindu Kaharingan, sehingga memungkinkan terjadinya salah pemahaman terkait ritual adat dan ritual agama. Oleh sebab itu, hal ini perlu diluruskan oleh orang yang betul-betul paham
Dalam kesempatan itu Halikinnor juga mengingatkan kepada seluruh damang dan mantir untuk selalu berkoordinasi dengan DAD, agar keputusan yang dikeluarkan tidak sampai menyalahi ketentuan, apalagi hingga sampai harus dianulir. Sebab, itulah tujuan pembentukan Dewan Pakar di DAD.
“Satu hal lagi yang saya minta jadi perhatian, agar pelatihan ini diikuti dengan sungguh-sungguh. Jangan sekedar melaksanakan anggaran saja. Kalau perlu kegiatan seperti ini diperbanyak supaya kita semua mempunyai pemahaman yang sama sehingga permasalahan perbedaan pandangan tidak terjadi lagi,” demikian Halikinnor.
Baca juga: Lapas Sampit cegah penularan HIV/AIDS
Baca juga: Potensi karhutla di Kotim menurun pasca hujan lebat
Baca juga: Gapki Kalteng minta dukungan pemerintah pertahankan industri kelapa sawit
“Harapan saya dengan pelatihan ini, selain untuk menambah pengetahuan para pemangku adat, juga agar mereka bisa lebih memahami adat istiadat di Kalteng,” kata Ketua DAD Kotim Halikinnor di Sampit, Sabtu.
Pelatihan dipusatkan di aula sebuah hotel di Jalan Tjilik Riwut, Sampit. Acara tersebut turut dihadiri Wakil Bupati Irawati, Sekretaris Daerah Fajrurrahman, perwakilan DAD Kalteng, Ketua MDAHK Kotim, dan FKPD Kotim.
Halikinnor menuturkan, ini pertama kali pihaknya melaksanakan pelatihan tentang adat Dayak yang ditujukan kepada damang, mantir dan anggota DAD kecamatan se-Kotim.
Kegiatan ini dinilai penting karena bertujuan menambah wawasan dan pengetahuan dalam melaksanakan tugas dan fungsi bagi pemangku adat, sehingga mampu mengembangkan dan melestarikan adat dan budaya di Kotim.
Disamping itu, kegiatan ini bertujuan agar pemangku adat mampu melaksanakan peradilan adat pada sidang adat sesuai hukum adat yang berlaku pada masyarakat adat Dayak. Pemangku adat harus bisa membedakan antara hukum nasional atau positif dengan hukum adat.
Hal ini ia sampaikan sehubungan dengan perselisihan tentang adat yang beberapa kali terjadi. Meskipun, ia tidak sepenuhnya menyalahkan pemangku adat, karena biasanya setiap wilayah punya pemahaman masing-masing. Untuk itu, melalui pelatihan ini diharapkan dapat menyamakan pemahaman tersebut agar tidak lagi terjadi selisih paham.
“Seperti yang sering terjadi adalah kesalahpahaman tentang hinting, harus bisa dibedakan mana yang hinting adat dan hinting pali, makanya harapan saya dengan pelatihan dan diberikannya pemahaman di sini, maka kedepannya tidak ada lagi pro kontra terkait hinting,” tegas pria yang juga menjabat sebagai Bupati Kotim ini.
Halikinnor juga menyinggung tentang aksi damai yang dilakukan sekelompok massa yang mengaku perwakilan umat Hindu Kaharingan pada Kamis (1/8) lalu. Lantaran, mereka tidak terima penggunaan hinting pali yang dipasang pada salah satu perusahaan perkebunan yang ada di wilayah Kotim, berhubungan dengan sengketa lahan.
Baca juga: Pengusaha perkebunan berharap kemudahan perizinan
Disebutkan, bahwa hinting pali tersebut merupakan bagian ritual keagamaan sakral bagi umat Hindu Kaharingan, sehingga mereka tidak terima jika ritual tersebut digunakan tidak pada tempat dan peruntukannya.
“Saya selaku Ketua DAD Kotim sangat prihatin dan sedih, bagaimana kita bisa maju dan mempertahankan adat istiadat kita kalau sesama kita sendiri saling berbeda," ujarnya.
Terkait hinting pali tersebut, Halikinnor menyampaikan akan segera menggelar rapat DAD untuk mengambil keputusan. Ia berharap apapun keputusannya dapat diterima dengan kerendahan hati oleh semua pihak.
Halikinnor pun menegaskan, sesama masyarakat Dayak seharusnya saling kompak karena dengan begitu masyarakat lain tentu akan menghargai. Jika semua kompak, apapun keputusan yang dibuat maka bisa dilaksanakan dan dikawal bersama-sama.
Ketika membuka pelatihan itu, ia juga secara khusus meminta Ketua MDAHK Kotim, Rena untuk menjadi salah satu narasumber agar para pemangku adat memiliki pemahaman yang jelas antara ritual adat dan ritual agama.
Agama Hindu Kaharingan merupakan agama asli suku Dayak di Pulau Kalimantan. Mayoritas penatua masyarakat adat Dayak merupakan penganut agama Hindu Kaharingan, sehingga memungkinkan terjadinya salah pemahaman terkait ritual adat dan ritual agama. Oleh sebab itu, hal ini perlu diluruskan oleh orang yang betul-betul paham
Dalam kesempatan itu Halikinnor juga mengingatkan kepada seluruh damang dan mantir untuk selalu berkoordinasi dengan DAD, agar keputusan yang dikeluarkan tidak sampai menyalahi ketentuan, apalagi hingga sampai harus dianulir. Sebab, itulah tujuan pembentukan Dewan Pakar di DAD.
“Satu hal lagi yang saya minta jadi perhatian, agar pelatihan ini diikuti dengan sungguh-sungguh. Jangan sekedar melaksanakan anggaran saja. Kalau perlu kegiatan seperti ini diperbanyak supaya kita semua mempunyai pemahaman yang sama sehingga permasalahan perbedaan pandangan tidak terjadi lagi,” demikian Halikinnor.
Baca juga: Lapas Sampit cegah penularan HIV/AIDS
Baca juga: Potensi karhutla di Kotim menurun pasca hujan lebat
Baca juga: Gapki Kalteng minta dukungan pemerintah pertahankan industri kelapa sawit