Bupati Kotim tekankan peran pemangku adat menjaga martabat Dayak
Sampit (ANTARA) - Bupati Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah Halikinnor melakukan evaluasi dan konsolidasi tugas dan fungsi sekaligus menekankan peran pemangku adat dalam menjaga harkat dan martabat masyarakat suku Dayak.
“Ingat, peran kelembagaan adat adalah mewujudkan ketentraman dan ketertiban berbasis kearifan lokal dalam mewujudkan jati diri, harkat dan martabat masyarakat Dayak melalui Belom Bahadat berdasarkan falsafah huma betang dalam bingkai NKRI,” pesan Halikinnor di Desa Bapinang, Minggu.
Hal ini ia sampaikan saat membuka kegiatan evaluasi dan konsolidasi Dewan Adat Dayak (DAD), Damang, Mantir dan Batamad Kecamatan Pulau Hanaut.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum DAD Kotim ini menuturkan, keberadaan lembaga adat Dayak termasuk DAD, Damang, Mantir dan Batamad adalah satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan yang sudah terlahir dan dibentuk.
Hal ini berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kotim Nomor 6 Tahun 2012 tentang kelembagaan adat dayak dan didorong oleh latar belakang sejarah, terutama kesepakatan damai Tumbang Anoi pada 1894.
Inti perjanjian itu adalah untuk merintis getaran semangat juang, semangat pembaharuan, semangat tata krama perdamaian, dan semangat persatuan dan kesatuan, sehingga masyarakat adat Dayak bertekad membangun kesejahteraan dan memberdayakan masyarakat adat Dayak.
Semangat perdamaian Tumbang Anoi dimaksud untuk melepas dan membasuh adat kebiasaan lama yang terlanjur membudaya dan sudah berurat berakar, sebagai warisan negatif asang-maasang, bunu-babunu, kayau-mengayau dan jipen-manjipen.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa keberadaan lembaga adat Dayak adalah untuk menjaga, memelihara, melestarikan, dan lebih memberdayakan keberadaan masyarakat adat Dayak beserta budaya dan hukum adat-nya.
“Terlebih di era globalisasi saat ini, DAD, Damang, Mantir dan Batamad harus bersinergi satu dengan pihak pemerintah dalam menghadapi berbagai tantangan,” ujarnya.
Baca juga: Tiga okum polisi di Kalteng terlibat kasus pencurian di Pulpis
Berkat perjanjian Tumbang Anoi pula, hukum adat Dayak tetap dipertahankan dan dihormati, selayaknya pepatah di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Namun, ia mengingatkan hukum adat adalah bagian kecil dari hukum nasional.
Oleh sebab itu, hukum adat tidak boleh bertentangan atau melampaui hukum nasional. Di sisi lain, hukum nasional juga menghormati hukum adat, karena hukum adat adalah hukum yang berlaku di daerah yang bersangkutan.
Dalam hal ini para pemangku adat diminta bijak dalam menerapkan hukum adat. Hukum adat bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang masih bisa diselesaikan dengan cara damai, sehingga dapat membantu aparat kepolisian.
“Misalnya, kalau saling pukul antarwarga tidak harus dibawa ke polisi tapi bisa diselesaikan secara adat. Tapi ingat, sanksi adat yang diberikan tidak boleh membebani warga, melainkan harus disesuaikan dengan permasalahan yang terjadi,” ujarnya.
Itulah tugas yang berat namun mulia bagi DAD yang diharapkan dapat dilestarikan agar semakin dikenal, dipahami dan dihormati oleh masyarakat Dayak sendiri serta masyarakat lain yang tumbuh dan berkembang di Kalimantan Tengah.
Halikinnor menambahkan, melalui evaluasi dan konsolidasi tentang kelembagaan adat dayak ini, diharapkan dapat menghasilkan sesuatu yang baik, strategis dan komprehensif yang dapat menjadi dasar acuan bagi para pemangku adat dalam menjalankan kebijakannya sesuai dengan tugas dan fungsinya.
“Mari kita merapatkan barisan untuk bersatu padu menjalankan amanah sebaik-baiknya. Tunjukkan tanggung jawab kita dengan membangun kesadaran untuk membawa Kotim sebagai huma betang dan rumah kita bersama, agar mencapai kemajuan, kemandirian dan kesejahteraan secara material dan spiritual,” demikian Halikinnor.
Baca juga: Pemkab Kotim akhirnya mampu atasi krisis air bersih di wilayah selatan
Baca juga: Begini upaya DAD Kotim ajak generasi muda lestarikan seni dan budaya
Baca juga: Tabligh Akbar di Kotim, UAS ajak masyarakat wujudkan Pilkada damai
“Ingat, peran kelembagaan adat adalah mewujudkan ketentraman dan ketertiban berbasis kearifan lokal dalam mewujudkan jati diri, harkat dan martabat masyarakat Dayak melalui Belom Bahadat berdasarkan falsafah huma betang dalam bingkai NKRI,” pesan Halikinnor di Desa Bapinang, Minggu.
Hal ini ia sampaikan saat membuka kegiatan evaluasi dan konsolidasi Dewan Adat Dayak (DAD), Damang, Mantir dan Batamad Kecamatan Pulau Hanaut.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum DAD Kotim ini menuturkan, keberadaan lembaga adat Dayak termasuk DAD, Damang, Mantir dan Batamad adalah satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan yang sudah terlahir dan dibentuk.
Hal ini berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kotim Nomor 6 Tahun 2012 tentang kelembagaan adat dayak dan didorong oleh latar belakang sejarah, terutama kesepakatan damai Tumbang Anoi pada 1894.
Inti perjanjian itu adalah untuk merintis getaran semangat juang, semangat pembaharuan, semangat tata krama perdamaian, dan semangat persatuan dan kesatuan, sehingga masyarakat adat Dayak bertekad membangun kesejahteraan dan memberdayakan masyarakat adat Dayak.
Semangat perdamaian Tumbang Anoi dimaksud untuk melepas dan membasuh adat kebiasaan lama yang terlanjur membudaya dan sudah berurat berakar, sebagai warisan negatif asang-maasang, bunu-babunu, kayau-mengayau dan jipen-manjipen.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa keberadaan lembaga adat Dayak adalah untuk menjaga, memelihara, melestarikan, dan lebih memberdayakan keberadaan masyarakat adat Dayak beserta budaya dan hukum adat-nya.
“Terlebih di era globalisasi saat ini, DAD, Damang, Mantir dan Batamad harus bersinergi satu dengan pihak pemerintah dalam menghadapi berbagai tantangan,” ujarnya.
Baca juga: Tiga okum polisi di Kalteng terlibat kasus pencurian di Pulpis
Berkat perjanjian Tumbang Anoi pula, hukum adat Dayak tetap dipertahankan dan dihormati, selayaknya pepatah di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Namun, ia mengingatkan hukum adat adalah bagian kecil dari hukum nasional.
Oleh sebab itu, hukum adat tidak boleh bertentangan atau melampaui hukum nasional. Di sisi lain, hukum nasional juga menghormati hukum adat, karena hukum adat adalah hukum yang berlaku di daerah yang bersangkutan.
Dalam hal ini para pemangku adat diminta bijak dalam menerapkan hukum adat. Hukum adat bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang masih bisa diselesaikan dengan cara damai, sehingga dapat membantu aparat kepolisian.
“Misalnya, kalau saling pukul antarwarga tidak harus dibawa ke polisi tapi bisa diselesaikan secara adat. Tapi ingat, sanksi adat yang diberikan tidak boleh membebani warga, melainkan harus disesuaikan dengan permasalahan yang terjadi,” ujarnya.
Itulah tugas yang berat namun mulia bagi DAD yang diharapkan dapat dilestarikan agar semakin dikenal, dipahami dan dihormati oleh masyarakat Dayak sendiri serta masyarakat lain yang tumbuh dan berkembang di Kalimantan Tengah.
Halikinnor menambahkan, melalui evaluasi dan konsolidasi tentang kelembagaan adat dayak ini, diharapkan dapat menghasilkan sesuatu yang baik, strategis dan komprehensif yang dapat menjadi dasar acuan bagi para pemangku adat dalam menjalankan kebijakannya sesuai dengan tugas dan fungsinya.
“Mari kita merapatkan barisan untuk bersatu padu menjalankan amanah sebaik-baiknya. Tunjukkan tanggung jawab kita dengan membangun kesadaran untuk membawa Kotim sebagai huma betang dan rumah kita bersama, agar mencapai kemajuan, kemandirian dan kesejahteraan secara material dan spiritual,” demikian Halikinnor.
Baca juga: Pemkab Kotim akhirnya mampu atasi krisis air bersih di wilayah selatan
Baca juga: Begini upaya DAD Kotim ajak generasi muda lestarikan seni dan budaya
Baca juga: Tabligh Akbar di Kotim, UAS ajak masyarakat wujudkan Pilkada damai