Sampit (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah menggandeng Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan penelitian terkait beban pencemar di Sungai Mentaya, sungai yang menjadi urat nadi perekonomian setempat.
“Kami mengadakan FGD tentang beban pencemar air permukaan, yang dalam hal ini kami menggandeng UGM khususnya untuk melakukan penelitian di tahun ini,” kata Kepala DLH Kotim Machmoer di Sampit, Selasa.
Kerjasama antara DLH Kotim dan UGM dimulai dengan Forum Group Discussion (FGD) penyusunan dokumen alokasi beban pencemar Sungai Mentaya untuk segmen tengah hingga hilir.
Kegiatan ini melibatkan sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) maupun instansi vertikal yang turut andil dalam menjaga atau mengelola sungai guna menghindari terjadinya tumpang tindih program yang dilaksanakan di Sungai Mentaya. Adapun, pemateri dalam kegiatan ini adalah Galih Dwi Jayanto dari UGM.
Sungai Mentaya adalah sungai terpanjang di Kotim yang membentang dari utara ke selatan sepanjang kurang lebih 400 kilometer dengan banyak anak sungai, di antaranya Sungai Cempaga, Sungai Tualan, Sungai Sampit, Sungai Kuayan, Sungai Kalang dan lainnya.
Belakangan ini, peran dan fungsi sungai mentaya sebagai penyedia sumber daya air terus menurun, baik dari segi kuantitas maupun kualitas airnya akibat terjadinya pencemaran.
“Akhir-akhir ini pencemaran tidak hanya dilakukan oleh satu atau dua pihak, tapi hampir seluruh masyarakat, baik itu PBS, pertambangan, restoran, perbengkelan, lalu lintas kapal hingga rumah tangga. Makanya, perlu upaya-upaya untuk mengatasi hal tersebut,” tuturnya.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, bahwa perhitungan dan penetapan alokasi beban pencemaran air perlu dilakukan oleh menteri gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Perhitungan dan penetapan alokasi beban pencemaran air dilakukan untuk mendapatkan nilai beban pencemar air paling tinggi dari sumber pencemar yang diperbolehkan dibuang ke badan air permukaan.
Baca juga: Gencarkan pemerataan pendidikan, Pemkab Kotim resmikan empat bangunan SD
Namun karena keterbatasan waktu dan anggaran, penelitian ini dilakukan secara bertahap. Untuk tahap awal yang ditangani adalah segmen tengah hingga hilir, dengan panjang sungai kurang lebih 100 kilometer.
Dimulai dari titik Bandara Haji Asan Sampit sampai muara tengah Sungai Mentaya, meliputi Kecamatan Teluk Sampit, Mentaya Hilir Selatan, Mentaya Hilir Utara, Pulau Hanaut, Mentawa Baru Ketapang, Seranau dan Baamang.
Manfaat dari kegiatan ini disamping untuk menyelamatkan Sungai Mentaya dari pencemaran yang lebih parah, juga untuk menyelamatkan makhluk hidup yang menggantungkan hidup dari sungai tersebut, baik itu manusia, hewan, tumbuhan maupun ekosistem di air.
“Karena Sungai Mentaya adalah sumber air baku kita, makanya kita perlu melakukan penelitian. Meskipun, dengan keterbatasan waktu dan anggaran hal itu kita lakukan secara bertahap,” imbuhnya.
Ia menambahkan, secara kasat mata di Sungai Mentaya jelas terjadi pencemaran. Namun, untuk tingkat pencemaran belum bisa dipastikan, karena belum ada parameternya.
Dengan menggandeng pihak UGM pihaknya ingin menyusun parameter apa dan yang dominan mencemari Sungai Mentaya, sehingga bisa menentukan langkah lebih lanjut untuk menanganinya. FGD juga membahas cara memperbaiki kondisi air sungai setelah terjadi pencemaran. Seluruh proses ini diperkirakan memakan waktu kurang lebih tiga bulan.
Misalnya, jika parameter menunjukkan pencemaran disebabkan oleh limbah perusahaan, maka pihaknya akan menelusuri perusahaan mana yang bertanggung jawab.
Jika tingkat pencemaran tergolong ringan hingga sedang, upaya yang dilakukan adalah sosialisasi dan edukasi kepada perusahaan terkait. Namun, jika pencemaran berat dapat dikenakan sanksi hingga pencabutan izin usaha.
Namun, ia menegaskan bahwa DLH tidak memiliki kewenangan untuk mencabut izin usaha. Akan tetapi, pihaknya bisa memberikan rekomendasi kepada pemerintah sesuai kewenangan, baik itu pemerintah kabupaten, provinsi maupun pusat.
Baca juga: Halikinnor minta kontingen Kalteng tanamkan mental singa menghadapi PON XXI
Baca juga: KPU Kotim: Hasil pemeriksaan kesehatan tiga paslon dinyatakan layak
Baca juga: Legislator Kotim ingatkan pemberlakuan CFD jangan sampai rugikan UMKM
“Kami mengadakan FGD tentang beban pencemar air permukaan, yang dalam hal ini kami menggandeng UGM khususnya untuk melakukan penelitian di tahun ini,” kata Kepala DLH Kotim Machmoer di Sampit, Selasa.
Kerjasama antara DLH Kotim dan UGM dimulai dengan Forum Group Discussion (FGD) penyusunan dokumen alokasi beban pencemar Sungai Mentaya untuk segmen tengah hingga hilir.
Kegiatan ini melibatkan sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) maupun instansi vertikal yang turut andil dalam menjaga atau mengelola sungai guna menghindari terjadinya tumpang tindih program yang dilaksanakan di Sungai Mentaya. Adapun, pemateri dalam kegiatan ini adalah Galih Dwi Jayanto dari UGM.
Sungai Mentaya adalah sungai terpanjang di Kotim yang membentang dari utara ke selatan sepanjang kurang lebih 400 kilometer dengan banyak anak sungai, di antaranya Sungai Cempaga, Sungai Tualan, Sungai Sampit, Sungai Kuayan, Sungai Kalang dan lainnya.
Belakangan ini, peran dan fungsi sungai mentaya sebagai penyedia sumber daya air terus menurun, baik dari segi kuantitas maupun kualitas airnya akibat terjadinya pencemaran.
“Akhir-akhir ini pencemaran tidak hanya dilakukan oleh satu atau dua pihak, tapi hampir seluruh masyarakat, baik itu PBS, pertambangan, restoran, perbengkelan, lalu lintas kapal hingga rumah tangga. Makanya, perlu upaya-upaya untuk mengatasi hal tersebut,” tuturnya.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, bahwa perhitungan dan penetapan alokasi beban pencemaran air perlu dilakukan oleh menteri gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Perhitungan dan penetapan alokasi beban pencemaran air dilakukan untuk mendapatkan nilai beban pencemar air paling tinggi dari sumber pencemar yang diperbolehkan dibuang ke badan air permukaan.
Baca juga: Gencarkan pemerataan pendidikan, Pemkab Kotim resmikan empat bangunan SD
Namun karena keterbatasan waktu dan anggaran, penelitian ini dilakukan secara bertahap. Untuk tahap awal yang ditangani adalah segmen tengah hingga hilir, dengan panjang sungai kurang lebih 100 kilometer.
Dimulai dari titik Bandara Haji Asan Sampit sampai muara tengah Sungai Mentaya, meliputi Kecamatan Teluk Sampit, Mentaya Hilir Selatan, Mentaya Hilir Utara, Pulau Hanaut, Mentawa Baru Ketapang, Seranau dan Baamang.
Manfaat dari kegiatan ini disamping untuk menyelamatkan Sungai Mentaya dari pencemaran yang lebih parah, juga untuk menyelamatkan makhluk hidup yang menggantungkan hidup dari sungai tersebut, baik itu manusia, hewan, tumbuhan maupun ekosistem di air.
“Karena Sungai Mentaya adalah sumber air baku kita, makanya kita perlu melakukan penelitian. Meskipun, dengan keterbatasan waktu dan anggaran hal itu kita lakukan secara bertahap,” imbuhnya.
Ia menambahkan, secara kasat mata di Sungai Mentaya jelas terjadi pencemaran. Namun, untuk tingkat pencemaran belum bisa dipastikan, karena belum ada parameternya.
Dengan menggandeng pihak UGM pihaknya ingin menyusun parameter apa dan yang dominan mencemari Sungai Mentaya, sehingga bisa menentukan langkah lebih lanjut untuk menanganinya. FGD juga membahas cara memperbaiki kondisi air sungai setelah terjadi pencemaran. Seluruh proses ini diperkirakan memakan waktu kurang lebih tiga bulan.
Misalnya, jika parameter menunjukkan pencemaran disebabkan oleh limbah perusahaan, maka pihaknya akan menelusuri perusahaan mana yang bertanggung jawab.
Jika tingkat pencemaran tergolong ringan hingga sedang, upaya yang dilakukan adalah sosialisasi dan edukasi kepada perusahaan terkait. Namun, jika pencemaran berat dapat dikenakan sanksi hingga pencabutan izin usaha.
Namun, ia menegaskan bahwa DLH tidak memiliki kewenangan untuk mencabut izin usaha. Akan tetapi, pihaknya bisa memberikan rekomendasi kepada pemerintah sesuai kewenangan, baik itu pemerintah kabupaten, provinsi maupun pusat.
Baca juga: Halikinnor minta kontingen Kalteng tanamkan mental singa menghadapi PON XXI
Baca juga: KPU Kotim: Hasil pemeriksaan kesehatan tiga paslon dinyatakan layak
Baca juga: Legislator Kotim ingatkan pemberlakuan CFD jangan sampai rugikan UMKM