Jakarta (ANTARA) - Bayi baru lahir sudah mampu mempelajari urutan bunyi kompleks yang mengikuti aturan seperti bahasa menurut hasil penelitian yang dipublikasikan di PLOS Biology.
Sebagaimana dikutip dalam siaran Medical Xpress pada Jumat (25/10), hasil penelitian tersebut memberikan bukti yang telah lama dicari bahwa kemampuan untuk memahami ketergantungan antara sinyal akustik yang tidak berdekatan adalah bawaan.
Penelitian perkembangan bahasa menunjukkan bahwa anak-anak mulai menguasai aturan-aturan tersebut dalam bahasa ibu mereka pada usia dua tahun.
Namun, eksperimen pembelajaran menunjukkan bahwa bahkan bayi yang berusia lima bulan sudah dapat mendeteksi aturan antara elemen yang tidak berdekatan, tidak hanya dalam bahasa tetapi juga dalam bunyi non-linguistik seperti nada.
Baca juga: Mengenal kista duktus koledokus yang jadi penyebab bayi lahir kuning
Meskipun banyak penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kemampuan untuk mengenali pola antara bunyi yang tidak berdekatan bersifat bawaan, tidak ada bukti yang jelas mengenai hal itu.
Tim peneliti internasional dalam penelitian terbaru menghadirkan buktinya dengan mengamati aktivitas otak bayi baru lahir dan bayi berusia enam bulan saat mereka mendengarkan urutan bunyi yang kompleks.
Dalam eksperimen mereka, bayi baru lahir, yang baru berusia beberapa hari, diberi urutan di mana nada pertama dikaitkan dengan nada ketiga yang tidak berdekatan.
Setelah hanya enam menit mendengarkan dua jenis urutan yang berbeda, bayi-bayi tersebut diperlihatkan urutan baru berpola sama tetapi dengan nada yang berbeda.
Dengan menggunakan spektroskopi inframerah dekat untuk mengukur aktivitas otak, para peneliti menemukan bahwa otak bayi baru lahir dapat membedakan antara urutan yang benar dan yang salah.
"Korteks frontal --area otak yang terletak tepat di belakang dahi-- memainkan peran penting pada bayi baru lahir," kata Yasuyo Minagawa dari Universitas Keio di Tokyo.
Kekuatan respons korteks frontal terhadap urutan suara yang salah dikaitkan dengan aktivasi jaringan yang sebagian besar berada di belahan otak kiri, yang juga penting untuk pemrosesan bahasa.
Menariknya, bayi berusia enam bulan menunjukkan aktivasi dalam jaringan terkait bahasa yang sama saat membedakan antara urutan yang benar dan yang salah.
Baca juga: Pemberian MPASI dini bisa sebabkan masalah pencernaan bayi
Para peneliti menyimpulkan, pola suara yang kompleks mengaktifkan jaringan terkait bahasa sejak awal kehidupan. Selama enam bulan pertama, jaringan ini menjadi lebih stabil dan terspesialisasi.
"Temuan kami menunjukkan bahwa otak mampu merespons pola-pola yang kompleks, seperti yang ditemukan dalam bahasa, sejak hari pertama," kata psikolinguistik Jutta Mueller dari Departemen Linguistik Universitas Wina, yang terlibat dalam penelitian tersebut.
Menurut Mueller, cara daerah-daerah otak terhubung selama proses pembelajaran pada bayi baru lahir menunjukkan bahwa pengalaman belajar dini mungkin penting untuk membentuk jaringan yang nantinya mendukung pemrosesan pola-pola akustik yang kompleks.
Wawasan ini merupakan kunci untuk memahami peran stimulasi lingkungan dalam perkembangan otak dini.
Para peneliti juga menyoroti bahwa temuan mereka menunjukkan bagaimana sinyal akustik non-linguistik, seperti urutan nada yang digunakan dalam penelitian ini, dapat mengaktifkan jaringan otak yang relevan dengan bahasa.
Temuan tersebut membuka kemungkinan-kemungkinan menarik untuk program-program intervensi dini, misalnya menggunakan stimulasi musik untuk mendorong perkembangan bahasa.
Baca juga: Awas! Bedak tabur berpotensi sebabkan bayi baru lahir sulit bernapas
Baca juga: Mengenal pentingnya skrining rutin untuk cegah sifilis pada bayi baru lahir
Sebagaimana dikutip dalam siaran Medical Xpress pada Jumat (25/10), hasil penelitian tersebut memberikan bukti yang telah lama dicari bahwa kemampuan untuk memahami ketergantungan antara sinyal akustik yang tidak berdekatan adalah bawaan.
Penelitian perkembangan bahasa menunjukkan bahwa anak-anak mulai menguasai aturan-aturan tersebut dalam bahasa ibu mereka pada usia dua tahun.
Namun, eksperimen pembelajaran menunjukkan bahwa bahkan bayi yang berusia lima bulan sudah dapat mendeteksi aturan antara elemen yang tidak berdekatan, tidak hanya dalam bahasa tetapi juga dalam bunyi non-linguistik seperti nada.
Baca juga: Mengenal kista duktus koledokus yang jadi penyebab bayi lahir kuning
Meskipun banyak penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kemampuan untuk mengenali pola antara bunyi yang tidak berdekatan bersifat bawaan, tidak ada bukti yang jelas mengenai hal itu.
Tim peneliti internasional dalam penelitian terbaru menghadirkan buktinya dengan mengamati aktivitas otak bayi baru lahir dan bayi berusia enam bulan saat mereka mendengarkan urutan bunyi yang kompleks.
Dalam eksperimen mereka, bayi baru lahir, yang baru berusia beberapa hari, diberi urutan di mana nada pertama dikaitkan dengan nada ketiga yang tidak berdekatan.
Setelah hanya enam menit mendengarkan dua jenis urutan yang berbeda, bayi-bayi tersebut diperlihatkan urutan baru berpola sama tetapi dengan nada yang berbeda.
Dengan menggunakan spektroskopi inframerah dekat untuk mengukur aktivitas otak, para peneliti menemukan bahwa otak bayi baru lahir dapat membedakan antara urutan yang benar dan yang salah.
"Korteks frontal --area otak yang terletak tepat di belakang dahi-- memainkan peran penting pada bayi baru lahir," kata Yasuyo Minagawa dari Universitas Keio di Tokyo.
Kekuatan respons korteks frontal terhadap urutan suara yang salah dikaitkan dengan aktivasi jaringan yang sebagian besar berada di belahan otak kiri, yang juga penting untuk pemrosesan bahasa.
Menariknya, bayi berusia enam bulan menunjukkan aktivasi dalam jaringan terkait bahasa yang sama saat membedakan antara urutan yang benar dan yang salah.
Baca juga: Pemberian MPASI dini bisa sebabkan masalah pencernaan bayi
Para peneliti menyimpulkan, pola suara yang kompleks mengaktifkan jaringan terkait bahasa sejak awal kehidupan. Selama enam bulan pertama, jaringan ini menjadi lebih stabil dan terspesialisasi.
"Temuan kami menunjukkan bahwa otak mampu merespons pola-pola yang kompleks, seperti yang ditemukan dalam bahasa, sejak hari pertama," kata psikolinguistik Jutta Mueller dari Departemen Linguistik Universitas Wina, yang terlibat dalam penelitian tersebut.
Menurut Mueller, cara daerah-daerah otak terhubung selama proses pembelajaran pada bayi baru lahir menunjukkan bahwa pengalaman belajar dini mungkin penting untuk membentuk jaringan yang nantinya mendukung pemrosesan pola-pola akustik yang kompleks.
Wawasan ini merupakan kunci untuk memahami peran stimulasi lingkungan dalam perkembangan otak dini.
Para peneliti juga menyoroti bahwa temuan mereka menunjukkan bagaimana sinyal akustik non-linguistik, seperti urutan nada yang digunakan dalam penelitian ini, dapat mengaktifkan jaringan otak yang relevan dengan bahasa.
Temuan tersebut membuka kemungkinan-kemungkinan menarik untuk program-program intervensi dini, misalnya menggunakan stimulasi musik untuk mendorong perkembangan bahasa.
Baca juga: Awas! Bedak tabur berpotensi sebabkan bayi baru lahir sulit bernapas
Baca juga: Mengenal pentingnya skrining rutin untuk cegah sifilis pada bayi baru lahir