Sampit (ANTARA) - Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah menegaskan untuk pembangunan satuan pendidikan baru perlu banyak pertimbangan dan analisa, sehingga tidak bisa diputuskan begitu saja oleh pihak dinas.
“Untuk pembangunan satuan pendidikan baru itu harus ada analisisnya, jadi bukan karena kami. Ada variabel-variabel yang harus dipenuhi,” kata Kepala Disdik Kotim Muhammad Irfansyah di Sampit.
Hal ini ia sampaikan guna menanggapi usulan dari DPRD Kotim agar pemerintah daerah menambah satuan pendidikan guna mengatasi kelebihan murid di sejumlah sekolah yang terjadi akibat pertumbuhan penduduk yang kian pesat.
Irfansyah menyatakan, pihaknya memahami usulan dari anggota legislatif tersebut, karena memang di Kotim terjadi pertumbuhan penduduk. Namun, perlu diketahui juga bahwa untuk pembangunan satuan pendidikan baru harus melalui tahapan analisis.
Tahapan analisis itu ada dua, pertama, analisis kebijakan pendidikan merupakan suatu proses untuk mendapatkan informasi dan data terkait pendidikan yang kemudian digunakan untuk merumuskan kebijakan pendidikan.
Seperti jumlah sekolah yang ada saat ini sudah mencukupi atau tidak, lalu jumlah siswa yang lokasi yang diusulkan untuk pembangunan sekolah sudah mencukupi atau belum.
Kedua, analisis spasial yakni analisis untuk menentukan lokasi sekolah baru, seperti kesesuaian sebaran sekolah dan jarak antar sekolah.
“Contohnya di Kelurahan Mentawa Baru Hilir yang dianalisis kekurangan sekolah, tapi lokasinya dimana untuk dibangun juga harus dianalisis, tidak boleh sembarangan. Makanya, harus ada kajian teknisnya,” jelasnya.
Disamping itu, kurangnya ketersediaan lahan menjadi kendala dalam pembangunan sekolah baru di Kota Sampit. Termasuk dari segi status lahan, pihaknya tidak ingin jika lokasi pembangunan sekolah kedepannya terlibat masalah kepemilikan atau status lahan seperti yang pernah terjadi.
Sehubungan dengan itu, ia berharap ketika dilakukan pembangunan kawasan perumahan juga mempertimbangkan ketersediaan lahan untuk fasilitas umum, sehingga ketika di kawasan tersebut perlu dibangun sekolah baru maka Disdik tidak kesulitan mencari lahan.
“Seperti sekolah yang di Jalan Tidar dan Jalan Wengga Metropolitan itu kan lahannya punya pengembang, lalu mereka memberikan lahan ke kami untuk dibangun sekolah,” bebernya.
Kemudian berkaitan dengan pertumbuhan penduduk yang berdampak pada over kapasitas di sekolah, ia mengungkapkan bahwa pada tahun ajaran 2023/2024 lalu pihaknya telah melakukan analisis jumlah murid.
Mulai dari murid lulusan TK yang akan masuk ke SD maupun lulusan SD yang akan masuk ke SMP. Hasil dari analisis itu didapati bahwa sebenarnya jumlah sekolah di Kota Sampit saat ini masih memadai apabila pendistribusian murid dilakukan secara merata.
Akan tetapi yang menjadi kendala adalah ketika peserta didik baru itu menumpuk pada satu sekolah yang akhirnya menyebabkan over kapasitas, sedangkan di sekolah lain justru mengeluhkan kekurangan murid.
“Maka dari itu adanya sistem zonasi dimaksudkan untuk pemerataan jumlah murid, karena sistem itu mengutamakan calon murid yang lebih dekat dari sekolah. Tapi tak bisa dipungkiri, masih ada saja yang berorientasi ke sekolah tertentu, padahal kurikulum yang digunakan di setiap sekolah sama,” sebutnya.
Kendati demikian, Irfansyah menyampaikan bahwa usulan dari DPRD Kotim akan tetap menjadi bahan evaluasi pihaknya. Hal ini juga akan dirapatkan bersama Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bapperida), jika perlu dibangun sekolah maka lokasi mana yang cocok agar tidak tersandung masalah status lahan.
“Untuk pembangunan satuan pendidikan baru itu harus ada analisisnya, jadi bukan karena kami. Ada variabel-variabel yang harus dipenuhi,” kata Kepala Disdik Kotim Muhammad Irfansyah di Sampit.
Hal ini ia sampaikan guna menanggapi usulan dari DPRD Kotim agar pemerintah daerah menambah satuan pendidikan guna mengatasi kelebihan murid di sejumlah sekolah yang terjadi akibat pertumbuhan penduduk yang kian pesat.
Irfansyah menyatakan, pihaknya memahami usulan dari anggota legislatif tersebut, karena memang di Kotim terjadi pertumbuhan penduduk. Namun, perlu diketahui juga bahwa untuk pembangunan satuan pendidikan baru harus melalui tahapan analisis.
Tahapan analisis itu ada dua, pertama, analisis kebijakan pendidikan merupakan suatu proses untuk mendapatkan informasi dan data terkait pendidikan yang kemudian digunakan untuk merumuskan kebijakan pendidikan.
Seperti jumlah sekolah yang ada saat ini sudah mencukupi atau tidak, lalu jumlah siswa yang lokasi yang diusulkan untuk pembangunan sekolah sudah mencukupi atau belum.
Kedua, analisis spasial yakni analisis untuk menentukan lokasi sekolah baru, seperti kesesuaian sebaran sekolah dan jarak antar sekolah.
“Contohnya di Kelurahan Mentawa Baru Hilir yang dianalisis kekurangan sekolah, tapi lokasinya dimana untuk dibangun juga harus dianalisis, tidak boleh sembarangan. Makanya, harus ada kajian teknisnya,” jelasnya.
Disamping itu, kurangnya ketersediaan lahan menjadi kendala dalam pembangunan sekolah baru di Kota Sampit. Termasuk dari segi status lahan, pihaknya tidak ingin jika lokasi pembangunan sekolah kedepannya terlibat masalah kepemilikan atau status lahan seperti yang pernah terjadi.
Sehubungan dengan itu, ia berharap ketika dilakukan pembangunan kawasan perumahan juga mempertimbangkan ketersediaan lahan untuk fasilitas umum, sehingga ketika di kawasan tersebut perlu dibangun sekolah baru maka Disdik tidak kesulitan mencari lahan.
“Seperti sekolah yang di Jalan Tidar dan Jalan Wengga Metropolitan itu kan lahannya punya pengembang, lalu mereka memberikan lahan ke kami untuk dibangun sekolah,” bebernya.
Kemudian berkaitan dengan pertumbuhan penduduk yang berdampak pada over kapasitas di sekolah, ia mengungkapkan bahwa pada tahun ajaran 2023/2024 lalu pihaknya telah melakukan analisis jumlah murid.
Mulai dari murid lulusan TK yang akan masuk ke SD maupun lulusan SD yang akan masuk ke SMP. Hasil dari analisis itu didapati bahwa sebenarnya jumlah sekolah di Kota Sampit saat ini masih memadai apabila pendistribusian murid dilakukan secara merata.
Akan tetapi yang menjadi kendala adalah ketika peserta didik baru itu menumpuk pada satu sekolah yang akhirnya menyebabkan over kapasitas, sedangkan di sekolah lain justru mengeluhkan kekurangan murid.
“Maka dari itu adanya sistem zonasi dimaksudkan untuk pemerataan jumlah murid, karena sistem itu mengutamakan calon murid yang lebih dekat dari sekolah. Tapi tak bisa dipungkiri, masih ada saja yang berorientasi ke sekolah tertentu, padahal kurikulum yang digunakan di setiap sekolah sama,” sebutnya.
Kendati demikian, Irfansyah menyampaikan bahwa usulan dari DPRD Kotim akan tetap menjadi bahan evaluasi pihaknya. Hal ini juga akan dirapatkan bersama Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bapperida), jika perlu dibangun sekolah maka lokasi mana yang cocok agar tidak tersandung masalah status lahan.