Mediasi Manajemen-Karyawan Sarpatim Belum Buahkan Hasil

id Karyawan Sarpatim

Sampit (Antara Kalteng) - Rapat mediasi antara manajemen PT Sarmiento Parakantja Timber (Sarpatim) dan karyawannya yang difasilitasi Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kotawaringin Timur, belum membuahkan hasil.

"Semua pihak harus bisa membuka diri untuk sama-sama mengerti dan memahami supaya mencapai kata sepakat. Perusahaan dan karyawan sama-sama membutuhkan. Kepala boleh panas, tapi hati boleh dingin," kata Kepala Dinsosnakertrans Kotim, Bima Ekawardhana yang hadir dalam mediasi, Senin.

Sekitar 20 warga yang mengatasnamakan serikat pekerja PT Sarpatim kembali mendatangi kantor Dinsosnakertrans Kotim. Mereka menghadiri mediasi yang juga dihadiri perwakilan perusahaan.

Mediasi ini merupakan lanjutan setelah pertemuan yang digelar 7 April lalu untuk membahas tuntutan kenaikan upah 95 persen dari karyawan. Mereka yang menuntut kenaikan gaji umumnya merupakan operator dan helper alat berat yang berstatus pekerja lepas dengan sistem kerja borongan.

"Saya jadi karyawan sejak 1991 atau 24 tahun. Tahun 2000 sampai 2005, pengupahan sangat baik dan tidak ada keluhan. Sistem pengupahan berubah sejak 2006 sehingga banyak dikeluhkan. Tahun 2007 kami menyurati agar sistem pengupahan dikembalikan dan diperbaiki, tapi manajemen hanya janji-janji. Kami kerja berat, berisiko, lebih dari tujuh jam dan kami minta dihargai. Kalau perusahaan tidak bisa menerima, kami siap menerima kemungkinan terburuk," kata Aziz Septiyanto, salah seorang karyawan.

Syamsudin, karyawan lainnya mengatakan, hanya orang-orang yang bernyali besar mau menjadi operator dan helper alat berat di perusahaan kayu tersebut karena berisiko dan mengancam keselamatan. Seharusnya, kata dia, pihak perusahaan menghargai pengorbanan karyawan.

"Operator dan helper sangat terbebani harga sparepart, BBM dan mesin hancur, itu dibebankan pada kami. Saat kami sakit, kami tidak ada bantuan. Kami sangat merasakan beban ini," jelas Syamsudin.

PT Sarpatim melalui perwakilannya, Hany De Fretes, mengatakan, perusahaan selalu berusaha memberikan yang terbaik dan memenuhi keinginan karyawan. Namun untuk tuntutan kenaikan upah dengan batas yang diinginkan, tentu harus melalui pertimbangan dengan melihat kemampuan perusahaan.

"Saya selaku pimpinan operasional di lapangan, sudah berusaha menengahi dan memperjuangkan keinginan karyawan, tapi untuk keputusan tentu sangat tergantung manajemen. Perusahaan tentu ingin memberikan kesejahteraan bagi karyawan," ujarnya.

Dari data yang diterima mediator dan diakui karyawan, semua karyawan diberi upah melebihi batas upah minimum sektoral kabupaten. Namun, pihak perusahaan tetap harus mempertimbangkan karena yang diinginkan karyawan adalah kenaikan upah.

Rapat yang dipimpin mediator dari Dinsosnakertrans Kotim, berjalan cukup alot namun tidak sampai disertai ketegangan. Meski sempat diskors dan dilanjutkan pada siang hari, mediasi tersebut ternyata terpaksa diakhiri tanpa ada keputusan terkait kenaikan upah yang dituntut karyawan.

Perwakilan karyawan dan perusahaan menandatangani berita risalah perselisihan hubungan internasional dalam mediasi tersebut. Intinya, kedua belah pihak sepakat tetap seperti semula dan menaati semua aturan dan norma yang berlaku, serta melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai aturan yang berlaku.


(T.KR-NJI/B/Z004/Z004)