Sampit (Antara Kalteng) - Rapat mediasi sengketa lahan Bandara Haji Asan Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah (Kalteng), di kantor bupati setempat, masih menemui jalan buntu.
"Kita tetap berusaha mencari jalan terbaik dan berusaha mengakomodasi semua pihak. Kita pelajari lagi masalah ini dengan seksama sebelum diputuskan," kata Asisten Bidang Pemerintahan Sekretariat Daerah Kotawaringin Timur, Sugiannor saat memimpin rapat di Sampit, Selasa.
Sengketa lahan bandara yang terletak di Kelurahan Baamang Hulu Kecamatan Baamang itu sudah beberapa kali terjadi, bahkan pernah berujung pada pemortalan landasan pesawat. Kali ini muncul tuntutan hak lahan oleh seorang warga bernamaJumairi atas lahan yang lokasinya di lahan yang menurut pemerintah daerah telah dibayar ganti ruginya kepada pemiliknya beberapa tahun silam, namun bukan Jumairi.
Jumairi hadir didampingi sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang ditunjuk sebagai kuasanya. Dia juga membawa sejumlah saksi untuk memperkuat pembuktian hak atas tanah berukuran 69 x 110 meter yang diakui sah miliknya. Tampak pula hadir Kepala Badan Pertanahan Nasional Kotawaringin Timur, Jamaludin, pengelola bandara dan pihak lainnya.
Terjadi perdebatan alot dan saling memaparkan bukti, apalagi setelah pemerintah daerah menegaskan tidak mungkin kembali membayar ganti rugi untuk lahan yang sama. Jika mediasi nantinya tidak membuahkan hasil, pemerintah mempersilakan warga menempuh jalur hukum.
"Bukannya tidak ada komplain. Saya setahun setengah dilempar-lempar untuk mempertanyakan masalah ini. Saat pembebasan tanah itu saya berada di Surabaya dan tidak ada diberi tahu makanya tidak tahu kalau tanah saya yang diganti rugi tapi pembayarannya kepada orang lain," tegas Jumairi.
Audy Valent, salah satu pendamping Jumairi mengaku sudah sejak awak curiga bahwa pemerintah daerah akan lebih mengarahkan masalah ini pada proses hukum. Itu dinilai sebagai upaya pemerintah daerah menutupi kekeliruan mereka saat pembebasan lahan beberapa tahun lalu.
"Kalau tidak mau mengganti rugi, kembalikan tanahnya. Polisi harus ikut mengamankan tanah kami yang legal. Kita punya hak yang sama di depan hukum.
Kalau kami melakukan pemortalan, jangan dijadikan kambing hitam. Pemerintah jangan melempar ke Polres.
Kesalahan pemerintah daerah mengganti rugi dengan orang yang salah, akhirnya kami dibenturkan dengan hukum," tandas Audy.
Sementara itu Polres Kotawaringin Timur yang diwakili Kanit Unit III Tipikor, Ipda Rusyana, menegaskan kepolisian tidak memihak siapapun. Polisi hanya ingin menjaga situasi tetap kondusif. Dia berharap siapapun yang memperjuangkan hak, tetap mengacu pada aturan.
"Penyelesaian jangan melanggar aturan. Hak rakyat harus diperjuangkan tapi tetap mengacu pada atutan. Ada undang-undang penerbangan. Kalau menghambat penerbangan maka akan berdampak pada hukum. Kami tidak ingin itu terjadi," kata Rusyana.
Rapat mediasi ini merupakan tindak lanjut peninjauan lapangan beberapa waktu lalu. Lantaran belum ada titik temu, pemerintah daerah meminta waktu 15 hari untuk membahas lebih rinci secara internal menyikapi hasil rapat mediasi tersebut.
Berita Terkait
Disdik apresiasi SMPN 1 Sampit galakkan gerakan sekolah sehat
Sabtu, 16 November 2024 13:25 Wib
Bartim komitmen tingkatkan transparansi dan integritas, kejar target MCP 90 persen
Sabtu, 16 November 2024 13:19 Wib
Lomba posyandu diharap pacu semangat layanan kesehatan ibu dan anak
Sabtu, 16 November 2024 13:08 Wib
Ini 10 program unggulan Halikinnor-Irawati di periode kedua
Sabtu, 16 November 2024 5:49 Wib
Sambut Nataru, Polres Bartim lakukan "ramp check" massal
Jumat, 15 November 2024 22:17 Wib
PT MAS sosialisasi pencegahan karhutla dan beri hadiah desa bebas api
Jumat, 15 November 2024 21:15 Wib
Dinsos Kotim hentikan penyaluran bansos sampai Pilkada selesai
Jumat, 15 November 2024 17:39 Wib
Tandak Intan Kaharingan ajang pembangunan mental spiritual di Kotim
Jumat, 15 November 2024 17:29 Wib