Dirut Pertamina diperiksa KPK

id Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati,kpk,kasus korupsi pertamina

Dirut Pertamina diperiksa KPK

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati . ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/wsj. (ANTARAFOTO/PUSPA PERWITASARI)

Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Dirut PT PLN nonaktif SFB dalam penyidikan kasus tindak pidana korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Nicke yang sudah tiba di gedung KPK pada Kamis itu tidak berkomentar apapun mengenai pemeriksaannya tersebut dan langsung masuk ke ruang tunggu KPK.

Ia seharusnya diperiksa pada Senin (29/4) namun meminta penjadwalan ulang karena sakit.

Selain Nicke, saksi lain yang juga sudah hadir dalam perkara yang sama yang sama adalah CEO Blackgold Natural Resources Rickard Philip Cecil dan suami Eni Maulani Saragih yang juga Bupati Temanggung terpilih 2018-2023 M Al Khadziq.

Saksi lain yang dijadwalkan untuk diperiksa dalam perkara yang sama adalah Kadiv Pengembangan Regional Sulawesi Suwarno, Kepala Divisi Batubara Haerlen, Komisaris Skydweller Indonesia Mandiri Rheza Herwindo yang juga putra dari mantan Ketua DPR Setya Novanto, wiraswasta Mukhradis Hadi Kusuma Jaya, staf admin Eni Maulani Saragih bernama Diah Aprilianingrum dan manager perencanaan pengadaan IPP PT PLN (Persero) Suprapto.

Nicke pernah diperiksa KPK pada 16 September 2018 juga dalam kasus yang sama untuk tersangka lain yaitu mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan mantan Menteri Sosial dan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham.

KPK sudah pernah meminta keterangan Nicke terkait pertemuannya dengan Eni Maulani Saragih saat Nicke menjabat sebagai Direktur Perencanaan PT PLN untuk membicarakan rencana pembangunan PLTU Riau-1.

Sofyan Basir diumumkan sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 pada Selasa (23/4).

Sofyan diduga membantu bekas anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan pemilik saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo mendapatkan kontrak kerja sama proyek senilai 900 juta dolar AS atau setara Rp12,8 triliun.

Sofyan hadir dalam pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh Eni Maulani Saragih, Johannes Kotjo dan pihak lainnya untuk memasukkan proyek "Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) PT PLN.

Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK), Sofyan diduga telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-1 karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.

Sehingga PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam RUPTL PLN. Setelah itu, diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar "Power Purchase Agreement" (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.

KPK juga sudah mengirimkan surat permohonan cegah untuk Sofyan sejak 25 April 2019 hingga enam bulan ke depan.

Terkait perkara ini, sudah ada 3 orang yang dijatuhi hukuman yaitu mantan Menteri Sosial yang juga mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider dua bulan kurungan.

Eni Maulani Saragih pada 1 Maret 2019 lalu juga telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5,87 miliar dan 40 ribu dolar Singapura.

Sedangkan Johanes Budisutrisno Kotjo diperberat hukumannya oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menjadi 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan.

Sedangkan PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) Samin Tan juga sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga memberikan suap kepada Eni Maulani Saragih sejumlah Rp5 miliar.