Penularan DBD di Sukamara alami penurunan

id Pemkab sukamara, sukamara, fogging, dbd, dinkes, dinas kesehatan, demam berdarah

Penularan DBD di Sukamara alami penurunan

Fogging di Desa Sukaraja, Kecamatan Sukamara, Kabupaten Sukamara di salah satu rumah warga, Selasa, (3/3/2020). (ANTARA/Dokumentasi Pribadi)

Sukamara (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kabupaten Sukamara, Kalimantan Tengah mengklaim penularan penyakit demam berdarah dengue (DBD) di wilayah setempat pada 2020, mengalami penurunan secara signifikan dari tahun sebelumnya.

Pada 2020 selama Januari terdapat 15 kasus dan Febuari 2 kasus, sehingga total keseluruhan sebanyak 17 kasus. Jika dibandingkan tahun sebelumnya dengan periode yang sama, tentunya mengalami penurunan, yakni pada 2019 terdapat 37 kasus yang ditangani, kata Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Sukamara Achmad Yani, Selasa.

"Kemudian selama tiga tahun terakhir, pada 2017 terdapat 45 kasus, 2018 sebanyak 135 kasus dan 2019 berjumlah 91 kasus yang ditangani pihak rumah sakit secara menyeluruh,” katanya di Sukamara.

Meski begitu, tidak ada korban jiwa yang disebabkan oleh penyakit DBD selama tiga tahun terakhir. Hal itu dikarenakan penanganan cepat oleh tim kesehatan, sehingga dapat segera teratasi dengan baik.

Berdasarkan data yang diterima pihaknya, warga terjangkit DBD pada 2020 masih dominan di Kecamatan Sukamara sebanyak 12 kasus, sedangkan Kecamatan Jelai tidak terdapat warga yang terjangkit, Kecamatan Pantai Lunci 1 kasus dan Kecamatan Balai Riam 2 kasus, serta Kecamatan Permata Kecubung 1 kasus.

“Meskipun curah hujan dari awal tahun lumayan tinggi, namun jumlah kasus DBD yang ditangani secara menyeluruh masih tidak mengalami peningkatan secara signifikan. Namun kami tetap berharap agar masyarakat terus menjaga kebersihan lingkunganya,” kata Achmad.

Selain itu, pihaknya juga berupaya mengubah pola pikir masyarakat, agar memahami penggunaan fogging bukan langkah awal dalam penanganan kasus DBD, melainkan sebagai langkah terakhir. Jadi yang utama adalah dengan menjaga kebersihan lingkungan rumahnya melalui penanganan sarang nyamuk atau PSN.

Sehingga tidak langsung fogging apabila mendapati data terkait kasus DBD dari rumah sakit. Justru Dinkes bersama petugas puskesmas setempat melakukan penyelidikan etimologi terlebih dulu, apakah hasilnya perlu dilakukan fogging atau hanya larvasida atau penyuluhan saja.

Penularan suatu penyakit DBD terhadap warga tidak mesti terjadi di lokasi tersebut, bisa saja warga sudah tertular saat berada di luar daerah. Hal inilah yang perlu dilakukan penyelidikan etimologi terlebih dulu oleh petugas puskesmas.

“Karenanya, dari semua kasus warga yang tertular DBD, tidak langsung kami fogging. Sebab, apabila secara terus menerus dilakukan fogging, maka bisa dipastikan nyamuk lebih kebal atau berevolosi. Kami sangat menganjurkan agar antisipasi dini dengan melakukan PSN tersebut,” katanya.