Terpidana kasus korupsi flu burung Freddy Lumban bebas

id kasus korupsi flu burung ,Freddy Lumban,Terpidana kasus korupsi flu burung Freddy Lumban bebas

Terpidana kasus korupsi flu burung Freddy Lumban bebas

Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan "Reagen dan Consumable" penanganan virus flu burung di Kementerian Kesehatan, Freddy Lumban Tobing (tengah) memeluk keluarganya seusai menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (12/12/19). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/pd.

Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama PT Cahaya Prima Cemerlang (CPC) Freddy Lumban Tobing telah dibebaskan dari Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah menjalani masa penahanan selama 1 tahun dan 4 bulan penjara.

Freddy merupakan terpidana perkara korupsi pengadaan "reagen and consumable" penanganan virus flu burung tahun 2007.

"Terpidana telah selesai menjalani masa penahanan selama 1 tahun dan 4 bulan maka Senin (20/7) terpidana telah dibebaskan dari Rutan KPK," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Sebelumnya, kata Ali, Jaksa Eksekusi KPK Andry Prihandono telah melaksanakan putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 2546 K/Pid.Sus/2020 tanggal 17 Juli 2020 atas nama terpidana Freddy Lumban Tobing.

Putusan tersebut menyatakan terpidana dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara pengadaan "reagen dan consumable" penanganan virus flu burung tahun 2007 dan diputus Majelis Hakim dengan pidana penjara 1 tahun dan 4 bulan dikurangi selama masa penahanan dan denda sebesar Rp50 juta subsider 2 bulan kurungan.

"Selain itu, terpidana juga telah melaksanakan kewajiban membayar uang denda sebesar Rp50 juta dan uang pengganti sebesar Rp1,186 miliar yang dibayarkan ke negara melalui rekening penampungan KPK," ucap Ali.

Dalam perkara tersebut, perbuatan Freddy dilakukan bersama-sama dengan Ratna Dewi Umar selaku Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar pada Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Siti Fadilah Supari selaku Menteri Kesehatan Republik Indonesia dan Tatat Rahmita Utami selaku Direktur Trading PT Kimia Farma Trading Distribution (KFTD).

Tujuannya agar PT KFTD yang sebelumnya telah sepakat menyerahkan pelaksanaan pekerjaan kepada PT CPC untuk ditetapkan menjadi penyedia barang dan jasa, dengan cara mempengaruhi panitia pengadaan dalam penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), spesifikasi teknis barang, daftar barang dan jumlah barang berdasarkan data yang berasal dari PT CPC dengan Spesifikasi yang mengarah pada produk perusahaan tertentu sesuai keinginan PT CPC.

Tindakan Freddy bersama pelaku lain tersebut pun memperkaya Freddy selaku Direktur Utama PT CPC sejumlah Rp10,861 miliar dan memperkaya korporasi yaitu PT KFTD sejumlah Rp1,469 miliar yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu sejumlah Rp12,331 miliar.