BMKG: Perubahan iklim sebabkan frekuensi cuaca ekstrem Indonesia kian sering terjadi

id BMKG,iklim, La Nina ,Perubahan iklim sebabkan frekuensi cuaca ekstrem Indonesia kian sering terjadi,Kepala BMKG Dwikorita Karnawati

BMKG: Perubahan iklim sebabkan frekuensi cuaca ekstrem Indonesia kian sering terjadi

Kepala Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati. ANTARA FOTO/Muhammad Arif Pribadi/ama.

Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan dampak perubahan iklim global terhadap La Nina menyebabkan frekuensi cuaca ekstrem di Indonesia terjadi makin sering.

"Dampak perubahan iklim ini kami proyeksikan sampai akhir abad ke-21, di mana kondisi ekstrem saat musim hujan itu akan semakin basah, dan apabila kemarau pun akan semakin kering dan frekuensi kejadian periode ulangnya semakin pendek dan intensitasnya tinggi," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta, Jumat.

Ia menjelaskan melalui peningkatan curah hujan ekstrem yang terjadi di Jakarta, di mana pada siklusnya sejak tahun 1900-1950, baru terjadi dua kali hujan ekstrem dengan intensitas tinggi 145 mm dalam sehari.

"Namun sejak tahun 1980 bahkan 1990 kejadian hujan ekstrem itu bisa terjadi hanya kurang dari 50 tahun, bahkan hanya 2-5 tahun," katanya.

Baca juga: Tren gempa bumi di 2021 meningkat dan tinggi risiko tsunami dari erupsi gunung api

Selain itu dampak perubahan iklim lainnya yakni siklon tropis yang seharusnya dapat luruh, karena adanya gaya coriolis akibat rotasi bumi di lintang 0 sampai 10 derajat yang membuatnya kalah dengan kecepatan rotasi bumi.

"Namun faktanya, Siklon Tropis Seroja menembus 10 derajat lintang selatan sehingga berdasarkan teori tersebut, kemungkinan besar penyebabnya adalah dampak perubahan iklim yang menyebabkan pergeseran," katanya.

Oleh karenanya, ia menegaskan bahwa ada lonjakan jumlah peringatan dini yang dikeluarkan BMKG sejak tahun 2016

Peringatan dini setiap tiga harian mengalami lonjakan sejak tahun 2016, mencapai 730 kali dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sekitar 100 kali.

Sementara di tahun 2017, peringatan dini setiap tiga harian meningkat hampir tujuh kali dari tahun sebelumnya. "Karena memang fenomena cuaca ekstrem, membuat semakin melompat terjadinya," demikian Dwikorita Karnawati.

Baca juga: Presiden Jokowi ingin peringatan BMKG semakin mudah diakses masyarakat