Kisah di balik film 'Black Widow'
Jakarta (ANTARA) - "Black Widow", sesuai judulnya, berfokus pada Natasha Romanoff alias Black Widow (Scarlett Johansson) yang harus menghadapi sisi gelap hidupnya saat sebuah konspirasi berbahaya dikaitkan dengan masa lalunya.
Dikejar oleh sesuatu yang tidak akan berhenti sampai berhasil menghancurkan hidupnya, Natasha harus kembali pada kenyataan bahwa ia adalah seorang mata-mata dan hubungan keluarganya yang hancur sebelum ia bergabung bersama Avengers.
Film segera dibuka dengan babak (sequence) pertama yang mengajak penonton menilik latar belakang dari sang heroine. Pembukaan 10 menit yang cepat menampilkan latar di pinggiran kota Ohio pada tahun 1995.
Natasha yang berusia 12 tahun, dengan rambutnya yang dicat dengan warna biru, tinggal bersama adik perempuannya yang berambut pirang, Yelena (Florence Pugh), dan orang tua mereka, Alexei / Red Guardian (David Harbour) dan Melina (Rachel Weisz).
Dengan waktu yang singkat, ditambah dengan balutan warna bernuansa hangat, segera menampilkan kedekatan tersendiri; baik kepada penonton maupun hubungan keluarga tersebut.
Baca juga: Ada nuansa James Bond dalam "Black Widow"
Namun, Alexei dan Melina yang tergabung dalam organisasi mata-mata Rusia — yang akhirnya menjurus pada Red Room — juga membawa petualangan dan bahaya kepada dua anak perempuannya — yang datang tiba-tiba dan seakan langsung membuka sedikit tabir akan keluarga ini.
Sutradara dengan cepat menunjukkan bahwa dia dapat menciptakan aksi yang menyenangkan untuk disaksikan. Ketika keluarga harus melarikan diri dengan cepat dari Amerika Serikat, aksi baku tembak yang dilakukan sang ayah, bagaimana sang ibu mencoba kabur dengan pesawat, hingga peran dua bocah perempuan yang tak tahu menahu apa pun yang mencoba membantu kedua orang tuanya dari pengejaran.
Aksi itu kemudian berlanjut ke pendaratan mereka yang mempertemukannya dengan Red Room — tempat Rusia melatih para gadis untuk menjadi mata-mata dan pembunuh.
Baca juga: Scarlett Johanson siap luncurkan produk di lini kecantikan
Ketegangan itu tak berhenti sampai di bagianopening sequence saja. Sutradara Cate Shortland dan tim produksi, dengan mulus melanjutkan intensitas film melalui opening credit scene, yang menampilkan kolase foto-foto dan kenangan Natasha dan keluarga kecilnya, hingga secuplik informasi tentang Red Room.
Shortland bersama produser eksekutif Kevin Feige, dalam konferensi pers beberapa waktu lalu mengatakan, opening credit scene tersebut merupakan cara mereka membuat tone atau warna yang kelam dari film itu kepada penonton.
Dari sana, film kemudian melompat ke 21 tahun kemudian — yang menempatkan penonton ke latar cerita yang secara kronologis adalah periode setelah "Captain America: Civil War" (2016), ketika Avengers bubar, dan masa menjelang "Avengers: Infinity War" (2018).
Penonton dibawa ke Budapest, di mana Natasha akhirnya bertemu dengan Yelena yang juga merupakan seorang "Widow", yang telah memberontak dari Red Room dan ingin menguak sisi gelap organisasi itu — yang secara otomatis juga membuka trauma masa lalu sang kakak.
Florence Pugh sebagai Yelena sangat mencuri perhatian. Ini bukan kali pertama Pugh memerankan sosok adik perempuan yang tangguh namun juga memiliki sisi yang rapuh di dirinya. Namun, rasanya ini menjadi ajang pembuktian aktris muda asal Inggris itu untuk unjuk gigi akan kelenturannya memainkan lakon di berbagai jenis (genre) film.
Pertemuannya dengan Natasha melibatkan banyak adegan aksi yang menegangkan. Ia seakan mampu mengimbangi sosok Scarlett Johansson yang sudah begitu kuat dan lekat bagi para penggemar film Marvel.
Begitu pula dengan kehadiran David Harbour dan Rachel Weisz yang memberikan bumbu serta dinamika yang menarik untuk cerita.
Baca juga: Kesan Florence Pugh, Rachel Weisz, dan David Harbour bergabung di MCU
Ada pula adegan penuh aksi nan menegangkan yang melibatkan Natasha melawan Task Master, bersama dengan pendiri Red Room, Dreykov, dan para Widow lainnya yang dilatih di organisasi itu.
Namun, kembali lagi, "Black Widow" sendiri, secara umum banyak mengisahkan tentang asal usul Natasha — mulai dari keterampilan dan identitasnya.
"Black Widow" banyak memiliki aksi yang begitu seru, tetapi pada intinya, itu bukan hanya sekadar film aksi. Ini adalah kisah tentang orang-orang yang mencoba mengukir emosi dari tempat di mana mereka hampir tidak bisa merasakannya.
Satu dekade memerankan tokoh ini, terlebih dengan keterlibatannya sebagai produser eksekutif dalam film stand alone pertama dan terakhirnya, membuat Johansson memberikan segalanya — aksi dan emosi — untuk membuat penantian panjang ini layak ditunggu.
Johansson adalah sosok utama yang menyatukan berbagai elemen di film itu dan memberinya sentuhan jiwa. Keinginan Natasha untuk membalas dendam terhadap Red Room begitu membara, tetapi begitu pula luka batinnya, dan Johansson, menjadikan emosi yang paling rentan sebagai bagian dari kekuatan kemanusiaannya.
Selain kedekatan emosional dari dirinya sendiri, "Black Widow" juga terasa personal bagi yang menontonnya. Ia adalah salah satu Avenger yang tidak dikaruniai atau diberikan kekuatan super seperti rekan-rekan satu timnya.
Ya, seperti kita semua. Ia adalah wanita kuat, namun juga wanita biasa yang memiliki trauma dan luka yang harus dituntaskan.
Natasha, Yelena, dan Melina — pun dengan para Widow lainnya — adalah wanita yang tidak memiliki pilihan ketika mereka berada di dalam Red Room. Mereka adalah wanita yang pada akhirnya harus bangkit sendiri dan membantu satu sama lain demi mendapatkan kebebasannya.
Kekuatan terbesar yang menjadikan Natasha seorang Avenger, yang membuatnya memilih untuk berkorban nyawa demi menyelamatkan semesta — adalah keberanian itu. Keberanian yang ditempa dari masa lalunya yang kelam, api yang dikobarkan dari dukungan keluarga dan para saudari lainnya.
"Black Widow", yang memulai fase empat dari MCU, mungkin tidak terasa seperti film stand alone pertamanya. Rasanya lebih seperti film yang pmelengkapi kisah Natasha, masa lalunya, dan kekuatannya, yang berasal dari dalam dirinya sendiri.
Film ini dijadwalkan tayang di bioskop secara global pada 9 Juli 2021. Ketika film berakhir, jangan segera beranjak, karena ada end credit scene yang merupakan pemantik dari kelanjutan legacy dari Natasha!
Dikejar oleh sesuatu yang tidak akan berhenti sampai berhasil menghancurkan hidupnya, Natasha harus kembali pada kenyataan bahwa ia adalah seorang mata-mata dan hubungan keluarganya yang hancur sebelum ia bergabung bersama Avengers.
Film segera dibuka dengan babak (sequence) pertama yang mengajak penonton menilik latar belakang dari sang heroine. Pembukaan 10 menit yang cepat menampilkan latar di pinggiran kota Ohio pada tahun 1995.
Natasha yang berusia 12 tahun, dengan rambutnya yang dicat dengan warna biru, tinggal bersama adik perempuannya yang berambut pirang, Yelena (Florence Pugh), dan orang tua mereka, Alexei / Red Guardian (David Harbour) dan Melina (Rachel Weisz).
Dengan waktu yang singkat, ditambah dengan balutan warna bernuansa hangat, segera menampilkan kedekatan tersendiri; baik kepada penonton maupun hubungan keluarga tersebut.
Baca juga: Ada nuansa James Bond dalam "Black Widow"
Namun, Alexei dan Melina yang tergabung dalam organisasi mata-mata Rusia — yang akhirnya menjurus pada Red Room — juga membawa petualangan dan bahaya kepada dua anak perempuannya — yang datang tiba-tiba dan seakan langsung membuka sedikit tabir akan keluarga ini.
Sutradara dengan cepat menunjukkan bahwa dia dapat menciptakan aksi yang menyenangkan untuk disaksikan. Ketika keluarga harus melarikan diri dengan cepat dari Amerika Serikat, aksi baku tembak yang dilakukan sang ayah, bagaimana sang ibu mencoba kabur dengan pesawat, hingga peran dua bocah perempuan yang tak tahu menahu apa pun yang mencoba membantu kedua orang tuanya dari pengejaran.
Aksi itu kemudian berlanjut ke pendaratan mereka yang mempertemukannya dengan Red Room — tempat Rusia melatih para gadis untuk menjadi mata-mata dan pembunuh.
Baca juga: Scarlett Johanson siap luncurkan produk di lini kecantikan
Ketegangan itu tak berhenti sampai di bagianopening sequence saja. Sutradara Cate Shortland dan tim produksi, dengan mulus melanjutkan intensitas film melalui opening credit scene, yang menampilkan kolase foto-foto dan kenangan Natasha dan keluarga kecilnya, hingga secuplik informasi tentang Red Room.
Shortland bersama produser eksekutif Kevin Feige, dalam konferensi pers beberapa waktu lalu mengatakan, opening credit scene tersebut merupakan cara mereka membuat tone atau warna yang kelam dari film itu kepada penonton.
Dari sana, film kemudian melompat ke 21 tahun kemudian — yang menempatkan penonton ke latar cerita yang secara kronologis adalah periode setelah "Captain America: Civil War" (2016), ketika Avengers bubar, dan masa menjelang "Avengers: Infinity War" (2018).
Penonton dibawa ke Budapest, di mana Natasha akhirnya bertemu dengan Yelena yang juga merupakan seorang "Widow", yang telah memberontak dari Red Room dan ingin menguak sisi gelap organisasi itu — yang secara otomatis juga membuka trauma masa lalu sang kakak.
Florence Pugh sebagai Yelena sangat mencuri perhatian. Ini bukan kali pertama Pugh memerankan sosok adik perempuan yang tangguh namun juga memiliki sisi yang rapuh di dirinya. Namun, rasanya ini menjadi ajang pembuktian aktris muda asal Inggris itu untuk unjuk gigi akan kelenturannya memainkan lakon di berbagai jenis (genre) film.
Pertemuannya dengan Natasha melibatkan banyak adegan aksi yang menegangkan. Ia seakan mampu mengimbangi sosok Scarlett Johansson yang sudah begitu kuat dan lekat bagi para penggemar film Marvel.
Begitu pula dengan kehadiran David Harbour dan Rachel Weisz yang memberikan bumbu serta dinamika yang menarik untuk cerita.
Baca juga: Kesan Florence Pugh, Rachel Weisz, dan David Harbour bergabung di MCU
Ada pula adegan penuh aksi nan menegangkan yang melibatkan Natasha melawan Task Master, bersama dengan pendiri Red Room, Dreykov, dan para Widow lainnya yang dilatih di organisasi itu.
Namun, kembali lagi, "Black Widow" sendiri, secara umum banyak mengisahkan tentang asal usul Natasha — mulai dari keterampilan dan identitasnya.
"Black Widow" banyak memiliki aksi yang begitu seru, tetapi pada intinya, itu bukan hanya sekadar film aksi. Ini adalah kisah tentang orang-orang yang mencoba mengukir emosi dari tempat di mana mereka hampir tidak bisa merasakannya.
Satu dekade memerankan tokoh ini, terlebih dengan keterlibatannya sebagai produser eksekutif dalam film stand alone pertama dan terakhirnya, membuat Johansson memberikan segalanya — aksi dan emosi — untuk membuat penantian panjang ini layak ditunggu.
Johansson adalah sosok utama yang menyatukan berbagai elemen di film itu dan memberinya sentuhan jiwa. Keinginan Natasha untuk membalas dendam terhadap Red Room begitu membara, tetapi begitu pula luka batinnya, dan Johansson, menjadikan emosi yang paling rentan sebagai bagian dari kekuatan kemanusiaannya.
Selain kedekatan emosional dari dirinya sendiri, "Black Widow" juga terasa personal bagi yang menontonnya. Ia adalah salah satu Avenger yang tidak dikaruniai atau diberikan kekuatan super seperti rekan-rekan satu timnya.
Ya, seperti kita semua. Ia adalah wanita kuat, namun juga wanita biasa yang memiliki trauma dan luka yang harus dituntaskan.
Natasha, Yelena, dan Melina — pun dengan para Widow lainnya — adalah wanita yang tidak memiliki pilihan ketika mereka berada di dalam Red Room. Mereka adalah wanita yang pada akhirnya harus bangkit sendiri dan membantu satu sama lain demi mendapatkan kebebasannya.
Kekuatan terbesar yang menjadikan Natasha seorang Avenger, yang membuatnya memilih untuk berkorban nyawa demi menyelamatkan semesta — adalah keberanian itu. Keberanian yang ditempa dari masa lalunya yang kelam, api yang dikobarkan dari dukungan keluarga dan para saudari lainnya.
"Black Widow", yang memulai fase empat dari MCU, mungkin tidak terasa seperti film stand alone pertamanya. Rasanya lebih seperti film yang pmelengkapi kisah Natasha, masa lalunya, dan kekuatannya, yang berasal dari dalam dirinya sendiri.
Film ini dijadwalkan tayang di bioskop secara global pada 9 Juli 2021. Ketika film berakhir, jangan segera beranjak, karena ada end credit scene yang merupakan pemantik dari kelanjutan legacy dari Natasha!