Jakarta (ANTARA) - Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mengatakan bahwa artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan dapat dimanfaatkan untuk memenangkan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
"Dalam 20 tahun profesi saya sebagai konsultan politik, sudah terjadi empat kali pilpres yang dipilih langsung. Saya ikut memenangkan keempat capres itu berturut-turut. Tahun 2024, jika saya kembali ikut memenangkan capres, ini menjadi lima kali berturut-turut dan selayaknya pada Pilpres 2024 artificial intelligence digunakan," ujar Denny JA dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Denny JA berpandangan, pada Pilpres 2024 di Indonesia, tak ada inovasi lebih besar dan lebih hebat dibandingkan artificial intelligence (AI). Bahkan, dia mengaku memiliki dua asisten dalam bentuk AI, yakni Midjourney yang membantu membuat lukisan dan Chat GPT yang membantu melakukan riset.
Setidaknya, tutur Denny melanjutkan, ada empat hal yang bisa dilakukan AI untuk membantu dunia marketing (pemasaran) politik. Pertama, AI akan lebih cepat dan lebih akurat membuat model perilaku pemilih.
Model yang menggunakan AI dapat membuat prediksi dan dapat digunakan untuk menentukan probabilitas seorang pemilih mendukung kandidat tertentu.
"Dengan menganalisis faktor-faktor seperti pola pemungutan suara, data demografis, dan preferensi isu, model ini dapat mengidentifikasi pemilih yang kemungkinan besar akan mendukung kandidat tertentu," tutur Denny JA.
Kedua, AI akan lebih cepat dan lengkap untuk melakukan personalisasi pesan kandidat. AI dapat menyesuaikan pesan capres untuk masing-masing pemilih dengan menganalisis beberapa variabel, seperti informasi demografis, catatan pemungutan suara, dan kekhawatiran atau preferensi pemilih pada isu tertentu.
"Pendekatan ini memungkinkan kampanye politik untuk membuat pesan yang lebih terarah, emosional, dan efektif. Semakin pesan bersifat personal, sesuai dengan kebutuhan individual pemilih, semakin ia berpotensi mendapatkan dukungan pemilih itu," ujarnya.
Ketiga, AI membantu lebih cepat dan akurat mengenali kekuatan dan kelemahan masing-masing kandidat yang bersaing. Dalam marketing politik, dikenal tradisi yang disebut opposition research. Setiap kubu yang bertarung harus meriset secara detail siapa rival-nya, terutama jejaknya yang pernah bermasalah.
"Penelitian oposisi menjadi sentral untuk kampanye politik. Ia melibatkan riset mendalam soal jejak pesaing, setidaknya jejak digital. Lebih dari yang lain, AI dapat melakukan ini lebih cepat dan lebih akurat," ujarnya.
Keempat, AI dapat membantu lebih cepat dan lebih akurat membaca percakapan di media sosial. Apalagi, di era ini, media sosial menjadi medium yang kian hari kian merasuk ke dalam memori kolektif publik luas.
AI dapat digunakan untuk tujuan menganalisis influencer, tren, dan sentimen media sosial. Ini dapat membantu capres memahami lebih baik tentang preferensi pemilih dan jangkauan media sosial.
"Maka diskusi dan topik yang relevan dapat diidentifikasi, memungkinkan kampanye politik untuk terlibat dengan pemilih secara real-time," tutur Denny.
Berita Terkait
4 alasan capres-cawapres di bawah 40 tahun
Jumat, 13 Oktober 2023 13:25 Wib
Elektabilitas Prabowo Subianto unggul di Jawa Barat
Jumat, 29 September 2023 22:46 Wib
DPR RI: Turnamen voli tingkat nasional jadi pelecut atlet Kalteng
Senin, 26 Juni 2023 16:56 Wib
Bom bunuh diri akibat kesalahpahaman agama
Senin, 12 Desember 2022 19:41 Wib
Kaburnya napi Lapas Pangkalan Bun murni kelalaian petugas jaga
Senin, 5 Desember 2022 12:34 Wib
Polisi ringkus tujuh perampok toko handphone
Senin, 7 November 2022 18:05 Wib
RDP terkait kerusakan jalan Kurun-Palangka hasilkan sejumlah kesepakatan
Selasa, 23 Agustus 2022 14:15 Wib
Konsorsium PBS didesak segera perbaiki jalan Kurun-Palangka Raya
Senin, 8 Agustus 2022 17:02 Wib