Palangka Raya (ANTARA) - Dosen S2 Magister PAI FAI UMPR Dr Naufal SAg MAg bersama mahasiswa PAI UMPR program RPL Luluk Miftakhun Najah merupakan dua orang yang terpilih dari ratusan Presenter Internasional di ajang International Conference on Interdisciplinary Research (ICIR) 2025 yang digelar IAIN Palangka Raya.
Paper yang lolos tersebut berjudul The Role of Trade in Building Islamic Civilization (Study in Antang Kalang Transmigration Area, East Kotawaringin, Central Kalimantan).
"Salah satu penggerak penting dalam sejarah peradaban Islam adalah perdagangan. Melalui perdagangan, nilai-nilai Islam menyebar ke berbagai wilayah, termasuk Asia Tenggara," kata Luluk Miftakhun Najah di Palangka Raya, Minggu.
Teori ini menjelaskan bahwa penyebaran Islam tidak selalu melalui dakwah formal, tetapi juga lewat interaksi sosial dan ekonomi yang santun. Para pedagang Muslim menjadi agen peradaban yang membawa ajaran Islam dalam praktik kehidupan sehari-hari.
"Dalam konteks perdagangan, pedagang Muslim diharapkan tidak hanya mengejar laba (untung) tetapi juga menjaga kejujuran, keadilan harga, dan tidak menipu pembeli,” jelas Luluk pada ajang ICIR dengan Theme: Reimagining Islamic Studies: Interconnecting Education, Law, Economics, Humanities, and Social Sciences in the Virtual Era.
Penerapan nilai-nilai ekonomi Islam dalam aktivitas perdagangan masyarakat muslim Antang Kalang
Dosen S2 PAI UMPR, Naufal SAg MAg mengatakan, apa yang dikatakan oleh Al Gazali bahwa Etika dagang Islam menekankan prinsip shidq (kejujuran), ‘adl (keadilan), dan amanah (tanggung jawab), serta melarang praktik riba, penipuan dan eksploitasi, seperti dikutip dalam Chapra, 1992 dan Mannan 1986.
Dalam konteks masyarakat Muslim di wilayah transmigrasi Antang Kalang, nilai-nilai ini masih dijalankan secara nyata. Hasil observasi menunjukkan bahwa para pedagang Muslim berusaha menjaga kejujuran dalam menakar dan menentukan harga, karena mereka meyakini bahwa rezeki yang halal akan membawa keberkahan.
"Hal ini sejalan dengan pandangan Al-Ghazali dalam Nasr, 2002," katanya.

Peran perdagangan dalam memperkuat identitas keumatan dan hubungan sosial
Perdagangan memiliki peran sosial yang kuat dalam membangun kohesi dan solidaritas masyarakat. Dalam teori sosiologi klasik, Durkheim tahun 1964 menyatakan bahwa kerja dan interaksi ekonomi dapat memperkuat integrasi sosial melalui pembagian peran dan hubungan saling ketergantungan. Dalam konteks Islam, perdagangan juga menjadi media dakwah dan pembentukan identitas keumatan melalui perilaku yang mencerminkan nilai-nilai Islam seperti kejujuran, tolong-menolong (ta’awun), dan persaudaraan (ukhuwah) seperti dalam buku Qardhawi tahun 1995.
Di pasar Antang Kalang, interaksi antara pedagang dan pembeli dari berbagai latar belakang suku dan agama menunjukkan bentuk nyata toleransi sosial yang berakar pada nilai-nilai keislaman. Aktivitas perdagangan menjadi wadah pertemuan budaya di mana umat Islam menunjukkan identitas keagamaannya melalui tindakan, bukan sekadar simbol.
Selain memperkuat identitas keumatan, hubungan ekonomi yang berlandaskan saling percaya menciptakan rasa kebersamaan dan harmoni sosial. Ini selaras dengan teori ekonomi moral pada buku Scott tahun 1976 yang menekankan pentingnya nilai-nilai sosial dan etika dalam menjaga keberlanjutan sistem ekonomi masyarakat tradisional. Dengan demikian, perdagangan berfungsi secara ganda sebagai sarana ekonomi sekaligus instrumen dakwah dan integrasi sosial.
Kontribusi perdagangan terhadap pelestarian dan pengembangan peradaban Islam di masyarakat transmigran
Dalam sejarah Islam, perdagangan berperan penting dalam penyebaran peradaban. Jaringan dagang Muslim yang meluas dari Timur Tengah hingga Asia Tenggara membawa serta nilai, ide, dan budaya Islam ke berbagai wilayah seperti pada buku Abu-Lughod tahun 1989 dan Hodgson tahun 1974. Di Indonesia, para pedagang menjadi agen utama penyebaran Islam secara damai melalui interaksi sosial dan ekonomi seperti pada buku Azra tahun 2004.
Kondisi serupa terlihat dalam konteks masyarakat transmigran di Antang Kalang. Aktivitas perdagangan tidak hanya memenuhi kebutuhan ekonomi, tetapi juga menjadi sarana untuk menjaga nilai-nilai Islam agar tetap hidup di tengah lingkungan yang majemuk. Melalui praktik dagang yang beretika, masyarakat Muslim menunjukkan bahwa Islam mampu beradaptasi dengan lingkungan sosial yang beragam tanpa kehilangan esensi ajarannya.
Teori adaptasi budaya dari tulisan Berry tahun 1997 menjelaskan bahwa kelompok minoritas yang mampu mengintegrasikan nilai-nilai asalnya ke dalam sistem sosial baru akan lebih mudah bertahan dan berkembang. Hal ini tercermin dalam cara komunitas Muslim Antang Kalang mempertahankan nilai-nilai Islam melalui perdagangan, sekaligus berinteraksi harmonis dengan kelompok lain.
"Dengan demikian, perdagangan menjadi pilar peradaban Islam di lingkungan transmigrasi. Bukan hanya sebagai penggerak ekonomi, tetapi juga sebagai kekuatan sosial dan spiritual yang menjaga kesinambungan nilai-nilai Islam dalam kehidupan modern," tutup Naufal.
