Sampit (ANTARA) - Ketua Fraksi PKB DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah Muhammad Abadi meminta pemerintah kabupaten mengantisipasi kemungkinan terjadinya banjir parah, khususnya di wilayah-wilayah yang selama ini menjadi langganan banjir.
"Banjir parah yang saat ini terjadi di daerah lain menjadi pengingat bagi kita supaya juga waspada. Kita semua tidak berharap terjadi bencana, tetapi jika itu terjadi maka kita berharap sudah siap mengantisipasi kemungkinan terburuk," kata Abadi di Sampit, Kamis.
Saat sejumlah daerah di Indonesia dilanda banjir parah seperti Masamba Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan yang merenggut lebih dari 20 korban jiwa. Selain itu, provinsi tetangga yaitu Kalimantan Selatan juga sedang dilanda banjir yaitu di Kabupaten Tanah Bumbu dan sekitarnya.
Banjir parah juga terjadi di Kalimantan Tengah yaitu di Kabupaten Lamandau. Banjir nyaris melumpuhkan kegiatan ekonomi warga, bahkan sebagian harus mengungsi.
Abadi mengingatkan bahwa Kotawaringin Timur juga memiliki sejumlah wilayah yang menjadi langganan banjir. Sebagian besar berada di wilayah Utara yang merupakan daerah pemilihan yang diwakilinya yakni meliputi Kecamatan Parenggean, Antang Kalang, Telaga Antang, Mentaya Hulu, Tualan Hulu dan Bukit Santuai.
Banjir parah terjadi tidak terlepas dari semakin parahnya kerusakan alam. Pembukaan kawasan hutan yang semakin marak, diyakini membawa dampak buruk dan memicu banjir semakin parah.
Laju deforestasi jauh lebih besar dibanding rehabilitasi yang dilakukan pemerintah. Berkurangnya hutan sebagai daerah resapan air membuat diyakini berpengaruh terhadap kondisi banjir yang semakin sering terjadi karena sungai dengan mudah meluap dan merendam permukiman di kawasan bantaran sungai.
Baca juga: DPRD Kotim dorong insentif tenaga medis penanganan COVID-19 segera dicairkan
Antisipasi harus dilakukan sehingga jika banjir terjadi maka dampak buruknya bisa dicegah. Pemerintah kabupaten melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah diharapkan aktif memantau kondisi di wilayah-wilayah rawan banjir, apalagi saat ini curah hujan terus meningkat.
“Saya kira tidak menutup kemungkinan banjir semakin hari semakin tidak terkendali lagi karena hutan semakin rusak. Aktivitas pembukaan lahan secara besar-besaran, sementara tingkat rehabilitasi hutan sangat minim dilakukan,” ujar Abadi yang duduk di Komisi II.
Menurut Abadi, semakin seringnya banjir melanda, bisa jadi menandakan adanya ketidakberesan dalam pengelolaan lingkungan di daerah ini. Bisa saja eksploitasi hutan secara besar-besaran dan pemberian izin di masa lalu mulai menimbulkan dampak buruk saat ini.
Pemerintah pusat dan daerah saat ini didorong meningkatkan pemulihan lingkungan. Abadi mengapresiasi pemerintah daerah menjadikan bidang lingkungan hidup sebagai salah satu prioritas pembangunan. Dia berharap sektor ini dijalankan dengan serius agar kondisi lingkungan semakin membaik.
Baca juga: Puluhan ribu penunggak iuran JKN-KIS ditawarkan keringanan pembayaran
Baca juga: Legislator Kotim soroti pemodal besar sawit dengan modus kebun pribadi
"Banjir parah yang saat ini terjadi di daerah lain menjadi pengingat bagi kita supaya juga waspada. Kita semua tidak berharap terjadi bencana, tetapi jika itu terjadi maka kita berharap sudah siap mengantisipasi kemungkinan terburuk," kata Abadi di Sampit, Kamis.
Saat sejumlah daerah di Indonesia dilanda banjir parah seperti Masamba Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan yang merenggut lebih dari 20 korban jiwa. Selain itu, provinsi tetangga yaitu Kalimantan Selatan juga sedang dilanda banjir yaitu di Kabupaten Tanah Bumbu dan sekitarnya.
Banjir parah juga terjadi di Kalimantan Tengah yaitu di Kabupaten Lamandau. Banjir nyaris melumpuhkan kegiatan ekonomi warga, bahkan sebagian harus mengungsi.
Abadi mengingatkan bahwa Kotawaringin Timur juga memiliki sejumlah wilayah yang menjadi langganan banjir. Sebagian besar berada di wilayah Utara yang merupakan daerah pemilihan yang diwakilinya yakni meliputi Kecamatan Parenggean, Antang Kalang, Telaga Antang, Mentaya Hulu, Tualan Hulu dan Bukit Santuai.
Banjir parah terjadi tidak terlepas dari semakin parahnya kerusakan alam. Pembukaan kawasan hutan yang semakin marak, diyakini membawa dampak buruk dan memicu banjir semakin parah.
Laju deforestasi jauh lebih besar dibanding rehabilitasi yang dilakukan pemerintah. Berkurangnya hutan sebagai daerah resapan air membuat diyakini berpengaruh terhadap kondisi banjir yang semakin sering terjadi karena sungai dengan mudah meluap dan merendam permukiman di kawasan bantaran sungai.
Baca juga: DPRD Kotim dorong insentif tenaga medis penanganan COVID-19 segera dicairkan
Antisipasi harus dilakukan sehingga jika banjir terjadi maka dampak buruknya bisa dicegah. Pemerintah kabupaten melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah diharapkan aktif memantau kondisi di wilayah-wilayah rawan banjir, apalagi saat ini curah hujan terus meningkat.
“Saya kira tidak menutup kemungkinan banjir semakin hari semakin tidak terkendali lagi karena hutan semakin rusak. Aktivitas pembukaan lahan secara besar-besaran, sementara tingkat rehabilitasi hutan sangat minim dilakukan,” ujar Abadi yang duduk di Komisi II.
Menurut Abadi, semakin seringnya banjir melanda, bisa jadi menandakan adanya ketidakberesan dalam pengelolaan lingkungan di daerah ini. Bisa saja eksploitasi hutan secara besar-besaran dan pemberian izin di masa lalu mulai menimbulkan dampak buruk saat ini.
Pemerintah pusat dan daerah saat ini didorong meningkatkan pemulihan lingkungan. Abadi mengapresiasi pemerintah daerah menjadikan bidang lingkungan hidup sebagai salah satu prioritas pembangunan. Dia berharap sektor ini dijalankan dengan serius agar kondisi lingkungan semakin membaik.
Baca juga: Puluhan ribu penunggak iuran JKN-KIS ditawarkan keringanan pembayaran
Baca juga: Legislator Kotim soroti pemodal besar sawit dengan modus kebun pribadi