Sampit (ANTARA) - Rapat Komisi I DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah, merekomendasikan tinjauan lapangan dalam penyelesaian polemik klaim lahan antara masyarakat Desa Sumber Makmur Kecamatan Telawang dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Bumi Sawit Kencana (BSK).
"Untuk mengetahui kondisi di lapangan sesuai dengan hasil rapat ini maka dijadwalkan tinjauan lapangan pada Kamis (18/2) pukul 09.00 WIB terkait lahan 93 hektare yang sampai saat ini posisinya belum jelas apakah di luar atau di dalam HGU. Saya berharap BPN, perusahaan dan pemerintah kecamatan juga hadir," kata Ketua Komisi I DPRD Kotawaringin Timur, Agus Seruyantara membacakan kesimpulan rapat, Senin.
Rapat dengar pendapat dihadiri pemerintah kabupaten, manajemen PT BSK, pemerintah desa dan Badan Pertanahan Nasional. Rapat ini membahas klaim lahan seluas 93 hektare oleh warga Desa Sumber Makmur di areal yang disebut masuk dalam areal hak guna usaha PT BSK.
Masyarakat merasa berhak atas lahan tersebut dengan bukti sertifikat yang mereka miliki. Lahan tersebut diakui dulunya merupakan lahan usaha dua transmigrasi masing-masing transmigran.
Saat rapat berlangsung, manajemen PT BSK yang diwakili Andi Ayub, mengatakan, tuntutan klaim lahan itu muncul sejak 2017. Pihak perusahaan sudah berkomunikasi dengan pemerintah desa dan warga terkait lokasi 93 hektare lahan tersebut.
Hasil koordinasi sementara, lokasi yang dimaksud warga tersebut, terjadi perbedaan. Jika mengacu keterangan sebelumnya, tidak menutup kemungkinan lahan tersebut berada di luar HGU PT BSK.
Baca juga: Pemprov Kalteng apresiasi kemajuan Kotim selama dipimpin Sahati
Terkait belum adanya kejelasan itu, Andi menyatakan pihaknya sepakat untuk dilakukan tinjauan lapangan melibatkan Badan Pertanahan Nasional dan pemerintah daerah. Tujuannya agar diketahui secara pasti di mana lokasi yang diklaim warga berdasarkan sertifikat tersebut.
"Kami siap untuk tinjauan lapangan dan kami sepakat. Untuk jadwal, kami mengikuti saja apa yang diputuskan rapat ini. Kami berharap ada kejelasan sehingga masalah ini bisa segera diselesaikan," kata Andi Ayub.
Sementara itu, dalam rapat ini juga dibahas terkait tuntutan masyarakat tentang kewajiban menyediakan 20 persen lahan plasma untuk masyarakat. Berdasarkan data, dari 11.471 hektare luas HGU PT BSK, kebun plasma yang direalisasikan saat ini baru sekitar 600 hektare.
Masalah ini juga menjadi salah satu poin penting dalam kesimpulan rapat Komisi I. Hal ini juga menjadi rekomendasi agar dilaksanakan sesuai aturan.
"Perusahaan wajib merealisasikan kemitraan plasma sebesar 20 persen dari luas HGU atau yang dilepas, sesuai aturan dan surat pernyataan PT Bumi Sawit Kencana pada 7 Maret 2010 lalu. Hal lainnya, yaitu pengembalian batas atas hak masyarakat transmigrasi Desa Sumber Makmur Kecamatan Telawang sesuai sertifikat hak milik yang sudah terbit," demikian Agus Seruyantara membacakan kesimpulan rapat.
Baca juga: Ini tugas Akhmad Husain setelah jadi Penjabat Sekda Kotim
"Untuk mengetahui kondisi di lapangan sesuai dengan hasil rapat ini maka dijadwalkan tinjauan lapangan pada Kamis (18/2) pukul 09.00 WIB terkait lahan 93 hektare yang sampai saat ini posisinya belum jelas apakah di luar atau di dalam HGU. Saya berharap BPN, perusahaan dan pemerintah kecamatan juga hadir," kata Ketua Komisi I DPRD Kotawaringin Timur, Agus Seruyantara membacakan kesimpulan rapat, Senin.
Rapat dengar pendapat dihadiri pemerintah kabupaten, manajemen PT BSK, pemerintah desa dan Badan Pertanahan Nasional. Rapat ini membahas klaim lahan seluas 93 hektare oleh warga Desa Sumber Makmur di areal yang disebut masuk dalam areal hak guna usaha PT BSK.
Masyarakat merasa berhak atas lahan tersebut dengan bukti sertifikat yang mereka miliki. Lahan tersebut diakui dulunya merupakan lahan usaha dua transmigrasi masing-masing transmigran.
Saat rapat berlangsung, manajemen PT BSK yang diwakili Andi Ayub, mengatakan, tuntutan klaim lahan itu muncul sejak 2017. Pihak perusahaan sudah berkomunikasi dengan pemerintah desa dan warga terkait lokasi 93 hektare lahan tersebut.
Hasil koordinasi sementara, lokasi yang dimaksud warga tersebut, terjadi perbedaan. Jika mengacu keterangan sebelumnya, tidak menutup kemungkinan lahan tersebut berada di luar HGU PT BSK.
Baca juga: Pemprov Kalteng apresiasi kemajuan Kotim selama dipimpin Sahati
Terkait belum adanya kejelasan itu, Andi menyatakan pihaknya sepakat untuk dilakukan tinjauan lapangan melibatkan Badan Pertanahan Nasional dan pemerintah daerah. Tujuannya agar diketahui secara pasti di mana lokasi yang diklaim warga berdasarkan sertifikat tersebut.
"Kami siap untuk tinjauan lapangan dan kami sepakat. Untuk jadwal, kami mengikuti saja apa yang diputuskan rapat ini. Kami berharap ada kejelasan sehingga masalah ini bisa segera diselesaikan," kata Andi Ayub.
Sementara itu, dalam rapat ini juga dibahas terkait tuntutan masyarakat tentang kewajiban menyediakan 20 persen lahan plasma untuk masyarakat. Berdasarkan data, dari 11.471 hektare luas HGU PT BSK, kebun plasma yang direalisasikan saat ini baru sekitar 600 hektare.
Masalah ini juga menjadi salah satu poin penting dalam kesimpulan rapat Komisi I. Hal ini juga menjadi rekomendasi agar dilaksanakan sesuai aturan.
"Perusahaan wajib merealisasikan kemitraan plasma sebesar 20 persen dari luas HGU atau yang dilepas, sesuai aturan dan surat pernyataan PT Bumi Sawit Kencana pada 7 Maret 2010 lalu. Hal lainnya, yaitu pengembalian batas atas hak masyarakat transmigrasi Desa Sumber Makmur Kecamatan Telawang sesuai sertifikat hak milik yang sudah terbit," demikian Agus Seruyantara membacakan kesimpulan rapat.
Baca juga: Ini tugas Akhmad Husain setelah jadi Penjabat Sekda Kotim