Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan untuk melakukan perubahan pada tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) terhadap kendaraan listrik yang sebelumnya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No.73/2019.
“Strategi pengembangan kendaraan bermotor dengan ketertarikan investor membangun kendaraan elektrik di Indonesia maka perlu ada perubahan skema tarif PPnBM dalam PP 73/2019 terutama untuk beberapa kelompok,” katanya dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin.
Sri Mulyani menjelaskan sebelumnya insentif PPnBM dalam PP 73/2019 dibagi untuk delapan jenis kendaraan bermotor listrik yakni battery electric vehicle (BEV) dan plug-in hybrid electric vehicle (PHEV) yang masuk pasal 36 bebas PPnBM.
Baca juga: Suzuki apresiasi adanya insentif PPnBM 0 persen
Kemudian full hybrid pasal 26 dikenai 2 persen PPnBM, full hybrid pasal 27 dikenai 5 persen, full hybrid pasal 28 dikenai 8 persen, mild hybrid pasal 29 dikenai 8 persen, mild hybrid pasal 30 dikenai 10 persen, serta mild hybrid pasal 31 dikenai 12 persen.
Ia mengatakan usulan tarif PPnBM terbaru didasarkan pada skema I dan skema II dengan skema II akan diberlakukan dua tahun setelah ada realisasi investasi Rp5 triliun di industri mobil BEV atau saat BEV mulai berproduksi komersial dengan realisasi investasi Rp5 triliun.
“Skema I hanya akan kita jalankan asal mereka tidak hanya bilang akan investasi tapi betul-betul investasi dengan tresshold Rp5 triliun,” ujarnya.
Ia merinci perubahan tarif PPnBM sesuai skema I adalah BEV pasal 36 tetap bebas PPnBM, PHEV pasal 36 dikenai 5 persen, full hybrid pasal 26 dikenai 6 persen, dan full hybrid pasal 27 dikenai 7 persen.
Kemudian full hybrid pasal 28 dikenai 8 persen, mild hybrid pasal 29 dikenai 8 persen, mild hybrid pasal 30 tetap dikenai 10 persen, serta mild hybrid pasal 31 tetap dikenai 12 persen.
Baca juga: Harga Mitsubishi Xpander turun hingga Rp18 jutaan
Untuk perubahan tarif PPnBM skema II adalah BEV pasal 36 tetap bebas PPnBM, PHEV pasal 36 dikenai 8 persen, full hybrid pasal 26 dikenai 10 persen, dan full hybrid pasal 27 dikenai 11 persen.
Selanjutnya full hybrid pasal 28 dikenai 12 persen, mild hybrid pasal 29 dikenai 12 persen, mild hybrid pasal 30 dikenai 13 persen, serta mild hybrid pasal 31 dikenai 14 persen.
Menurutnya, perubahan tarif PPnBM ini dilakukan agar terdapat perbedaan pengenaan pajak antara kendaraan listrik yang memakai baterai secara penuh dengan yang tidak.
"Investor mengharapkan ada perbedaan antara full baterai dengan yang masih ada hybrid,” katanya.
Ia menambahkan bahwa ketentuan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Perindustrian mengacu pada Perpres 55/2019.
Sementara untuk impor kendaraan bermotor tidak masuk dalam program dan dikenakan tarif PPnBM sesuai dengan kategori passenger vehicle dan komersial sesuai PP 73/2019.
Baca juga: Relaksasi PPnBM diyakini mampu dongkrak pasar otomotif nasional
Baca juga: Suzuki Ertiga dan XL 7 turun harga hingga Rp14 juta
Baca juga: Harga mobil Toyota setelah dapat insentif PPnBM
“Strategi pengembangan kendaraan bermotor dengan ketertarikan investor membangun kendaraan elektrik di Indonesia maka perlu ada perubahan skema tarif PPnBM dalam PP 73/2019 terutama untuk beberapa kelompok,” katanya dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin.
Sri Mulyani menjelaskan sebelumnya insentif PPnBM dalam PP 73/2019 dibagi untuk delapan jenis kendaraan bermotor listrik yakni battery electric vehicle (BEV) dan plug-in hybrid electric vehicle (PHEV) yang masuk pasal 36 bebas PPnBM.
Baca juga: Suzuki apresiasi adanya insentif PPnBM 0 persen
Kemudian full hybrid pasal 26 dikenai 2 persen PPnBM, full hybrid pasal 27 dikenai 5 persen, full hybrid pasal 28 dikenai 8 persen, mild hybrid pasal 29 dikenai 8 persen, mild hybrid pasal 30 dikenai 10 persen, serta mild hybrid pasal 31 dikenai 12 persen.
Ia mengatakan usulan tarif PPnBM terbaru didasarkan pada skema I dan skema II dengan skema II akan diberlakukan dua tahun setelah ada realisasi investasi Rp5 triliun di industri mobil BEV atau saat BEV mulai berproduksi komersial dengan realisasi investasi Rp5 triliun.
“Skema I hanya akan kita jalankan asal mereka tidak hanya bilang akan investasi tapi betul-betul investasi dengan tresshold Rp5 triliun,” ujarnya.
Ia merinci perubahan tarif PPnBM sesuai skema I adalah BEV pasal 36 tetap bebas PPnBM, PHEV pasal 36 dikenai 5 persen, full hybrid pasal 26 dikenai 6 persen, dan full hybrid pasal 27 dikenai 7 persen.
Kemudian full hybrid pasal 28 dikenai 8 persen, mild hybrid pasal 29 dikenai 8 persen, mild hybrid pasal 30 tetap dikenai 10 persen, serta mild hybrid pasal 31 tetap dikenai 12 persen.
Baca juga: Harga Mitsubishi Xpander turun hingga Rp18 jutaan
Untuk perubahan tarif PPnBM skema II adalah BEV pasal 36 tetap bebas PPnBM, PHEV pasal 36 dikenai 8 persen, full hybrid pasal 26 dikenai 10 persen, dan full hybrid pasal 27 dikenai 11 persen.
Selanjutnya full hybrid pasal 28 dikenai 12 persen, mild hybrid pasal 29 dikenai 12 persen, mild hybrid pasal 30 dikenai 13 persen, serta mild hybrid pasal 31 dikenai 14 persen.
Menurutnya, perubahan tarif PPnBM ini dilakukan agar terdapat perbedaan pengenaan pajak antara kendaraan listrik yang memakai baterai secara penuh dengan yang tidak.
"Investor mengharapkan ada perbedaan antara full baterai dengan yang masih ada hybrid,” katanya.
Ia menambahkan bahwa ketentuan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Perindustrian mengacu pada Perpres 55/2019.
Sementara untuk impor kendaraan bermotor tidak masuk dalam program dan dikenakan tarif PPnBM sesuai dengan kategori passenger vehicle dan komersial sesuai PP 73/2019.
Baca juga: Relaksasi PPnBM diyakini mampu dongkrak pasar otomotif nasional
Baca juga: Suzuki Ertiga dan XL 7 turun harga hingga Rp14 juta
Baca juga: Harga mobil Toyota setelah dapat insentif PPnBM